Pada hari Minggu, seperti biasanya Gwen sekeluarga akan pergi ke gereja. Pagi ini Gwen sudah dibikin senewen oleh ketiga anaknya. Si kecil Angie mendadak rewel dan kolokan, padahal biasanya anak itu paling manis diantara yang lain. Kalau Leon, tak usah dibilang lagi. Seperti biasa, dia adalah tukang onar yang mengganggu kedua saudara ceweknya. Jadilah si sulung Katty bad mood dan mengomel mulu.
Rumah berubah seperti pasar. Penuh jeritan, teriakan, dan tangisan anak-anak. Migrain Gwen rasanya ikutan kambuh!
"Mommy, Tat Eon natal! Natal! Mommy hutum Tat Eon, Mom!" adu si kecil Angie sambil menangis bombay.
Di usianya yang kedua, si Angie masih cadel. Dia tak bisa menyebut huruf 'k', gantinya malah ke huruf 't'.
"Leon, jangan gangguin adikmu!" tegur Gwen.
"Ih Mommy, siapa yang gangguin si cadel ini. Dia aja yang terlalu sensi!" bantah Leon.
"Atu gak cenci! Huaaaaa, Mommy, apa itu cenci? Tat Eon ejet Ngie."
Leon meletin lidahnya hingga membuat Angie semakin keras menangis.
"Leon!!" bentak Gwen.
"Uh, Mommy gak adil! Mentang-mentang Angie paling kecil jadi dibelain terus!" protes Leon.
"Bukan begitu Leon, tapi memang kamu yang salah selalu godain adikmu. Kamu sudah tahu Angie lagi bad mood... "
"Nah kan, kalau Angie dimaklumin. Aku?" Leon protes lagi dengan suara melengking.
Katty yang asik telponan dengan temannya jadi terganggu dengan suara ribut adik-adiknya.
"Diammmmmmm!!" teriaknya lantang.
Gubrak!! Gwen yang sedang membawa panci berisi sup panas terkejut dan tak sengaja menjatuhkan pancinya.
Komprang! Panci itu jatuh ke lantai dan akibatnya kaki Gwen tersiram kuah sup panas. Gwen menjerit kesakitan! Suasana jadi kacau balau..
***
Satu jam kemudian, Gwen sudah berada di ruang pengakuan dosa, dalam gereja. Setelah tadi pagi marah besar, dia perlu menenangkan dirinya. Kakinya sakit, hatinya lebih sakit lagi!
"Pater, saya ingin mengaku. Pengakuan saya yang sebelumnya adalah.. "
"Langsung aja to the point. Kasih tau dosa kamu apa," terdengar suara berat nan malas.
Gwen melongo saking bingungnya. Dia si pastur baru? Kok aneh, ya.
"Jadi ngaku nggak, sih?" Pastur itu bertanya agak ketus.
Gwen gelagapan.
"Iya Pater. Saya ingin mengaku dosa tentang kegagalan saya menahan emosi hingga tadi pagi saya marah besar pada ketiga anak saya. Padahal biasanya saya amat sayang pada mereka, Pater. Hari ini saya sempat berpikir nista ingin mengabaikan mereka dalam hidup saya."
Mata Gwen berkaca-kaca. Ia terlihat letih jiwa dan raga.
"Kamu hanya capek. Apa mungkin suamimu tak bisa membahagiakanmu?"
"Ehmmm, Pater. Sa-saya tak punya suami," ucap Gwen malu.
"Nah apalagi kondisinya begitu, tambah gersang kehidupan rumah tanggamu. Pasti kamu ingin mencari suami baru kan?"
Hah?! Apaan, nih? Gwen terheran-heran dengan celotehan pastur satu ini! Dia berusaha mengintip ke sela-sela kasa yang membatasinya dengan ruang si Pastur berada. Gelap. Dia tak bisa melihat apapun.
"Pernah merasa ingin disayangi lelaki?"
"Ehmm, Pater. Apa ini perlu kita bahas?" tanya Gwen jengah.
"Oh tentu aja, ini kan ibarat kata mencari akar permasalahan, Nyonya."
Oh, begitu. Gwen termenung. Mungkin dia yang terlalu curiga.
"Jadi?"
"Apanya yang jadi, Pater?" tanya Gwen bingung.
"Jawaban pertanyaan saya tadi, pernah nggak membayangkan lelaki?"
Pipi Gwen merona. Dia menjawab malu-malu, "biasanya sih tidak, Pater. Tapi akhir-akhir ini ada seorang pria yang sering menyelinap dalam pikiran saya."
"Kekasih kamu?"
"Bukan, Pater!!" bantah Gwen tegas. "Dia seorang ... gigolo!"
Pastur itu, yaitu Igo yang menyamar, langsung terpicu. Dia yang dari tadi asal-asalan menerima pengakuan dosa seorang ibu tanpa suami ini, mulai tertarik minatnya. Dia mengintip ke balik kasa dan menemukan wajah wanita yang ingin dihindarinya sekaligus membuatnya penasaran. Kalau tak salah namanya Gwen, kan.
"Kamu tertarik dengan gigolo itu?" pancing Igo.
"Ahhh, dia membuat saya sebal!" dengus Gwen. Dia menghela napas berat.
"Pater, saya merasa aneh. Sejak kami tidur bersama, dia membuat saya menjelma jadi wanita, maaf Pater, wanita nakal. Bahkan saat di kapal, saya merasa ada yang menyentuh saya. Ah, mungkin itu kerjaan makhluk halus. Ya, ampun, saya bingung sekali, Pater! Saya tak percaya keberadaan makhluk halus, tapi bekas sentuhan itu ada. "
Igo berusaha menahan tawanya. Astaga! Mengapa wanita ini bisa begitu polos? Tapi dia menggemaskan. Igo melihat bibir seksi Gwen yang bergerak begitu indahnya. Angannya melayang seketika.
"Pater, apa penintensi buat saya?" tanya Gwen.
"Apa? Kamu minta pen ...?" pikiran Igo memang lagi korslet. Haiiish!
Gwen melongo berat mendengarnya. Dia jadi makin curiga dengan Pastur baru ini! Tapi dia menjawab juga dengan datar, "hukuman, Pater, atas dosa saya."
"Oh, tak ada hukuman, Nyonya. Itu adalah pemikiran manusiawi. Manusia hidup punya hasrat, kelangsungan hidup manusia maksudnya regenerasi juga berjalan karena adanya hasrat. Jadi Nyonya tak bersalah. Biarkan saja hasrat itu dan nikmatilah. Itu saja masukan dari saya," kata Igo enteng.
Gubrak! Gwen sontak terjatuh dari kursi saking kagetnya. Bukannya yang kambuh itu migrainnya? Kenapa telinganya juga ikut error? Yang dia dengar sangatlah mustahil keluar dari mulut seorang pastur!
***
Saat Misa, Gwen berharap bisa melihat dengan jelas wajah si Pastur. Namun dia harus menahan rasa penasarannya sebab pater itu memakai masker saat memimpin misa!
"Maaf, tenggorokan saya zzzakkiittt," Pater Hilarius berkata dengan suara serak.
Hah, kok aneh? Perasaan tadi pater baik-baik saja. Jadilah misa dipimpin oleh asisten imam, tak ada kotbah maupun upacara inti Doa Syukur Agung. Gwen jadi makin curiga. Selesai misa, dia datang ke Pastoran dan bertemu dengan Bibi Gretha.
"Bibi, Ehmm, betulkah Pater Hilarius sakit?" tanya Gwen penasaran.
"Sepertinya begitu, Gwen. Mendadak tenggorokannya sakit. Ohya bagaimana kabar ketiga anakmu? Kok hari ini kamu ke gereja sendirian?"
"Mereka semua saya tinggal di rumah, Bi. Hari ini kacau sekali di rumah!" keluh Gwen.
Bibi Gretha memegang bahu Gwen untuk menguatkan wanita itu.
"Bibi tahu tak mudah membesarkan tiga anak sekaligus. Apalagi kau juga harus mengurus peternakan sendirian. Tapi yakinlah Tuhan bersamamu, Anakku. Kau pasti bisa menangani semuanya. "
"Iya, Bi. Thanks buat dukungannya. Untung selama ini ada Bibi yang setia mendengarkan keluhanku dan menguatkan aku, " ucap Gwen dengan mata berkaca-kaca.
Bibi Gretha menepuk-nepuk punggung Gwen dengan lembut. Ia sudah menganggap cewek ini seperti anaknya sendiri.
Kring! Kring! Terdengar telepon berbunyi di ruang tengah.
"Gwen, Bibi kedalam dulu, ya. Mau mengangkat telepon," pamit Bibi Gretha.
"Iya, Bi. Silahkan."
Sepeninggal Bibi Gretha, Gwen memperhatikan sekelilingnya. Dia mencari sosok pastur baru yang aneh itu. Dia berjalan mengelilingi pastoran. Hingga di taman belakang ia bertemu dengan pria itu. Gwen menggosok matanya. Dia tak salah melihat, kan? Itu Lux Gigolo!
"Lux!!" serunya kaget.
Lux memandangnya heran.
"Nyonya memanggil saya? Siapa itu Lux?" tanyanya dengan suara serak.
Gwen terkejut. Apa dia juga adalah Pater Hilarius? Yang benar aja, siapa dia? Lux atau Pater Hilarius?!
"Siapa kau sebenarnya?" desis Gwen tajam.
Igo tersenyum dengan wajah sok polosnya.
"Nyonya, saya Pater Hilarius. Pastur baru di desa ini. "
"Benarkah? Baru-baru ini aku berjumpa denganmu dengan status yang berbeda sekali!" sergah Gwen sinis.
Igo tersenyum lembut.
"Oh, yang Nyonya temui itu pasti kembaran saya. Bagaimana kabar Egi? Kami lama tak berjumpa."
Gwen terhenyak. Kenapa ia tak berpikir kearah sana? Tak mungkin juga kan dalam beberapa hari pria b******k itu berubah profesi dari gigolo jadi pastur?
"Yang Pater maksud Lux Gigo.... " Gwen jadi tak tega menyampaikan sikon kembaran Pastur Hilarius.
"Namanya Egi. Saya Igo. Kami kembar identik. Tapi karena perceraian orang tua kami, sejak usia lima tahun kami sudah berpisah. Saya ikut ibu saya. Egi ikut ayah," jelas Igo.
Ceritanya sangat meyakinkan hingga Gwen percaya padanya.
Pantas cowok b******k itu liar dan b***t! Dia dibesarkan tanpa kasih sayang seorang Ibu.
"Saya hanya berjumpa sekali. Ehm, dua kali, Pater. Jadi tak tahu juga bagaimana kehidupannya."
Igo pura-pura mendesah kecewa hingga menerbitkan rasa kasihan di hati Gwen.
"Bila Tuhan menhendaki, Pater pasti bisa bertemu dengan saudara kembar Anda."
"Amin. Ohya, apa pekerjaan Egi sekarang?" pancing Igo.
Gwen menelan ludah. Masa dia harus menyampaikan bahwa saudara kembar Pater Hilarius jadi gigolo?! Gwen tak tega memberitahukan hal itu. Huh. Takdir sedang bercanda. Mereka saudara kembar, satu pastur, satu gigolo! Apa kata dunia?
"Dia bekerja di bidang pelayanan, Pater."
Pelayanan di bidang seks. Batin Gwen sinis.
"Wow, mulia sekali pekerjaannya!" ucap Igo pura-pura takjub.
Gwen tersenyum getir. Mulia, apaan? Kerjaan laknat itu!
"Ohya, Nyonya. Sepertinya Nyonya punya anak-anak yang memerlukan siraman rohani. Bolehkah suatu saat saya berkunjung ke rumah Anda? "
Gwen jadi antusias. Anak-anaknya pasti senang bertemu dengan Pastur yang baru ini!
"Pater bersedia datang ke tempat kami?"
"Tentu. Ini kan salah satu bentuk pelayanan. Betul, kan?" Igo menjawab sambil mengedipkan matanya.
Deg. Kok hati Gwen jadi melonjak?
Ya Tuhan, Gwen. Meski dia ganteng dan memikat tapi dia itu pengantin Tuhan. Gwen mengingatkan dirinya sendiri. Dia bertekad tak membiarkan rasa ini berkembang.
Tapi, siapa yang tahu apa yang akan terjadi kedepan?
bersambung