“ Iya. Dia datang pagi-pagi. Antar aku ke rumah sakit. Kami sempat sarapan bersama. Tapi tidak ada yang aneh dengannya. Dia –” Sila tidak melanjutkan ketika bayangan Alle tersenyum saat memanggilnya sayang berkelebat. Sila merasakan pipinya yang memanas. Ia menunduk. Tidak ingin Kaka melihatnya. “ Siang harinya dia juga keluar. Tapi tidak bilang akan ke mana.” Gumam Kaka. Kedua alis pria itu sudah saling bertabrakan. Jelas terlihat dia sedang berpikir keras. “ Bukannya kalian bersahabat. Apa dia tidak pernah bercerita tentang masalahnya ?” Hela nafas panjang menjadi jawaban dari pertanyaan yang Sila lontarkan. “ Dia sedikit tertutup. Ada hal-hal yang tidak dia bagi dengan gue, dan gue tidak bisa memaksanya. Ketika dia merasa nyaman untuk bercerita maka dia akan bercerita dengan sendirin