Derit pintu terdengar memekakan telinga menandakan ada orang yang masuk ke dalam ruangan. Keira berusaha mendengar siapa yang masuk ke dalam ruangan tempat dia disekap.
Walau mata dan mulutnya tertutup tapi indra pendengarannya masih bisa mendengar ada suara orang lain selain dua pria yang saling bercakap - cakap. Dia mengenal suara pria tersebut.
“Cristo? Apa dalang penculikan aku Cristo? Kenapa dia melakukan ini.” Keira berkata dalam batinnya.
“Bagaimana apa saat kalian membawa dia ada yang mengetahuinya?” tanya Cristo pada salah satu pria yang menculik Keira.
“Tentu saja tidak bos. Kami melakukan pekerjaan ini secara profesional sesuai dengan bayaran kami untuk memuaskan pelanggan,” ujar penculik.
“Baguslah tidak percuma aku membayar kalian berdua dengan mahal.”
“Pasti bos. Pelanggan adalah raja dan kami selalu bisa membuat semua yang sulit menjadi lebih mudah.”
Cristo memberikan dua amplop berwarna coklat pada mereka. “Kalian boleh pergi, tinggalkan aku bersama dia.”
“Selamat menikmati bos. Wanitamu sangat cantik jadi sesuailah ini dengan pekerjaan dan bayarannya. Kami pergi dulu bos.”
Cristo menghela napasnya dengan berat. Dia terpaksa melakukan ini semua demi menggagalkan pernikahan Keira. Dia pun menatap wanita yang masih dicintainya dengan sedih. Kenapa kisah mereka harus seperti ini? Dia ingin mempertahankan Keira tapi ancaman orang tuanya membuatnya tidak memiliki keberanian untuk tetap bersama Keira.
Pengecut merupakan kata yang pantas untuknya. Dia tidak ingin melepaskan Keira juga tidak bisa mempertahankan Keira. Dengan perlahan dia membuka tutup mata dan lakban yang menutupi bibir yang dulu sering di ciumannya. Dia merasa sedih dengan keadaan Keira, tapi jika tidak begini wanita yang dicintainya tidak akan mau mengerti.
“Apa yang kamu lakukan Cris?” tanya Keira dengan marah menatap Cristo.
Cristo menutup bibir Keira dengan telunjuknya. Dia hanya ingin menatap wajah Keira.
“Lepaskan ikatan tangan dan kakiku,” ucap Keira yang masih emosi.
“Tolong diam sebentar aku hanya ingin menatapmu, Sayang.”
Keira menatap Cristo dengan tajam. Apa yang diinginkan lelaki ini padanya? Setelah meninggalnya, mengatakan hal yang tidak baik padanya malah sekarang menculiknya. Dia bingung apa yang ada di dalam pikiran Cristo.
“Aku hanya ingin kamu bersamaku. Aku ingin kita kembali bersama,” ujar Cristo dengan sedih.
“Semua sudah terlambat Cris. Aku tidak bisa kembali padamu dan kamu juga memiliki tunangan,” ucap Keira yang masih sakit hati.
“Aku tau kalau sudah melakukan kesalahan padamu. Aku minta maaf Kei. Aku hanya ingin kamu bersamaku.”
“Lalu bagaimana dengan tunanganmu?”
“Dia hanya akan menjadi tunanganku bukan wanita yang ku cintai.”
“Kamu aneh.”
“Pernikahan itu terkadang merupakan suatu kewajiban dan ada suatu unsur keterikatan. Kita bisa berencana menikahi siapapun, tapi rasa cinta merupakan pilihan. Seperti sekarang aku mencintaimu.”
Keira terdiam. Apakah begitu besar cinta Cristo padanya?
“Kamu bilang mencintaiku tapi kamu tidak memperjuangkan cinta kita. Kamu memilih dengan wanita jodohan orang tuamu bukan aku,” ujar Keira dengan mata berkaca - kaca.
“Aku memang pengecut Kei tidak bisa memperjuangkan kamu, tapi jika kamu mau menunggu aku sebentar aja. Aku akan tetap jadi milikmu.”
Keira menggelengkan kepalanya. “Ini bukan cinta Cris tapi obsesi. Coba kamu renungkan apakah kamu benar - benar mencintaiku?”
“Aku tidak bisa kehilangan kamu, Kei. Aku mohon jadilah wanita kedua untukku. Walau aku menikah dengan dia, tapi hatiku, tubuhku, dan semua pikiranku hanya tertuju padamu.” Cristo memohon pada Keira.
“Kamu telah menghadirkan dia dan sekarang memintaku jadi yang kedua. Maaf Cris ini ga adil untuk aku atau dia. Cinta bukannya hanya soal saling memiliki tapi rasa saling menjaga, melindungi, menerima pasangan kita dengan segala kekurangan dan kelebihannya.”
Cristo menatap Keira dengan sedih. Apakah Keira begitu tidak menginginkannya sampai terus menerus menolak dirinya? Jika dia tidak bisa memiliki Keira siapapun tidak akan boleh memilikinya. Baginya Keira hanya miliknya bukan orang lain.
“Kamu membuatku tidak ada pilihan lain Kei. Kamu harus tau di hatiku, pikiranku hanya ada kamu cuman kamu,” ucap Cristo dengan nada suara meninggi.
“Cris ... aku juga sama. Dulu hanya ada kamu dalam hatiku, tapi sekarang aku akan menjadi pengantin orang lain begitu juga kamu. Aku harap kita tidak egois dengan apa yang ada.”
Cristo menjadi semakin marah mendengar perkataan Keira. Bila dia egois, dia tidak memperdulikannya. Dia juga ingin bahagia bersama wanita yang sangat dicintainya.
Dengan mengangkat tangan kanannya, Cristo melayangkan tamparan tepat di pipi Keira. Dengan ketidak keberdayaannya Keira merasakan panas dan sakit di pipinya, tamparan Cristo semakin membuatnya terluka.
Kedua mata indah Keira menatap nanar ke arah Cristo, dia sama sekali tidak menyangka Cristo akan melakukan tindakan kasar padanya. Seandainya tangan dan kakinya tidak diikat tentu dia akan menendang juga membalas tamparan Cristo.
“Kamu harus mengerti Kei. Aku melakukan semua ini demi cinta kita!” bentak Cristo.
“Apa kamu bilang cinta? Apa kamu mengerti arti kata cinta? Sepertinya kamu hanya terobsesi ke aku. Kalau cinta dari dulu kamu mempertahankan aku bukannya malah setuju dijodohkan sama orang tuamu.”
“Bukan Kei. Bukan seperti itu, aku terpaksa menerima perjodohan ini demi masa depan kita. Kalau kamu terbiasa hidup susah jadi tidak akan mengerti bagaimana hidup anak orang kaya seperti aku.”
“Aku mengerti banget bagaimana hidup serba kekurangan. Aku bukan anak orang kaya sepertimu yang semuanya serba berkecukupan. Aku bekerja dan bisa seperti sekarang itu merupakan hasil kerja kerasku bukan hanya meminta belas kasihan orang tua.”
Cristo terdiam. Bukan maksudnya untuk menyinggung perasaan Keira. Dia hanya tidak siap hidup susah tanpa fasilitas yang selalu disediakan orang tuanya.
“Kei, aku mohon jangan seperti ini. Maaf aku sudah memperlakukanmu secara kasar tadi,” ucap Cristo dengan menyesal.
Keira tersenyum, “sebaiknya kita memang tidak bisa bersama. Aku bukan jodohmu,” ujar Keira yang baru saja mengetahui bagaimana sebenarnya sifat Cristo.
Cristo menggelengkan kepalanya. “Kita berjodoh Keira. Tuhan selalu mempertemukan kita,” tolaknya dengan emosi. “Aku tidak akan pernah memberikanmu pada pria manapun! Kamu milikku.”
“Gila! Kamu memang gila Cristo. Aku tidak akan pernah menjadi milikmu walau sampai kapanpun!” teriak Keira yang tersulut emosinya.
Cristo semakin marah dengan penolakan Keira. Dia pun mencengkram leher Keira secara emosi. Cengkraman tangan Cristo membuat Keira gelagapan, dia sulit bernapas. Ingin rasanya dia melakukan perlawanan tapi tangan dan kakinya masih terikat.
Wajah Keira memucat, matanya mendelik menahan rasa sakit yang mendera. Semakin keras cengkraman tangan Cristo di lehernya semakin membuatnya kehabisan asupan udara. Matanya secara perlahan menutup, dia pasrah dengan keadaannya. Mungkin kah ini akhir dan jalan hidupnya meninggal di tangan pria yang dulu dicintainya.