Save Me 20

1740 Kata
Setelah menempuh perjalanan tiga puluh menit, akhirnya kami sampai di tempat tujuan. Tepat pukul dua dini hari aku sudah berada di IGD Rumah Sakit MP Bakti Raya Bandung dan langsung ditangani dokter. Sementara itu, Om Rahmat dan Teh Widi pergi ke bagian administrasi. Sedangkan Papa, pria berkulit sawo matang itu menemani aku yang sedang terbaring di ranjang Instalasi Gawat Darurat. Kedua bulat hitamku melihat ke arah Papa yang menggenggam tanganku dengan erat. Beliau menatap jari dan pergelanganku penuh arti. "Tangan kamu kecil banget, ya, kenapa kayak tangan bayi?" ujar Papa. Kulihat mata Papa mulai berbinar menahan butiran bening yang menggenang di kedua sudut matanya. Sungguh, aku tak pernah melihat Papa dengan wajah sesedih itu.  Aku hanya tersenyum menahan tangis dan berkata, "Ya, biarinlah, Pah. Kan, badan aku  kecil, jadi tangannya juga kecil." Papa hanya tersenyum sedikit. Aku yakin hati beliau teriris melihat anaknya sedang tidak baik-baik saja. Tak lama, datanglah dokter. Beliau berkata bahwa aku baik-baik saja. "Semua hasil pemeriksaan tadi normal semua. Sekarang juga bisa langsung pulang." Dokter itu menjelaskan.  Aku heran. Kenapa semua pemeriksaan ini selalu normal? Padahal sudah lama aku merasakan bahwa tubuh ini tidak baik-baik saja.  Om Rahmat pun memaksa agar aku bisa dirawat di Rumah Sakit MP Bakti Raya Bandung. Lalu, dokter bertanya, memangnya apa keluhanku sekarang sehingga harus dirawat. "Dok, saya sudah lama merasakan di kepala ini seperti ada cairan yang sering mengalir ke kanan dan kiri kalau saya bergerak." Petugas kesehatan berjas putih itu justru menjawab dengan nada menantang. "Tahu dari mana, kamu, kalau di kepala ada cairan? Jangan mengada-ada!" Sungguh! Harusnya seorang dokter tidak berkata hal seperti itu pada seorang pasien. Bukankah mereka sudah disumpah untuk melakukan pelayanan terbaik dan memperlakukan semua pasien dengan ramah? Mendengar jawaban sang dokter, Om Rahmat langsung menjawab, "Namanya juga perasaan, Dok! Artinya, dia pun belum tahu apakah di dalam ada cairan atau tidak. Makanya kami ke sini itu untuk memastikan ada apa di kepalanya?" "Iya, Pak, tapi dari hasil tes darah dan tanda vital lainnya anak ini normal, baik-baik saja. Nggak ada yang menghawatirkan. Jadi, tidak perlu dirawat." Om Rahmat memaksa agar aku dirawat. "Iya kalaupun di rawat, di sini tidak ada ruangan yang kosong." Aneh! Sebelumnya mengatakan aku tidak harus dirawat karena semua normal. Sekarang, dokter beralasan bahwa ruangan di rumah sakit sudah penuh. Jadi, mana yang benar? Apa karena aku datang ke sini menggunakan asuransi? Dulu, saat biaya kesehatanku kontan dan menjadi pasien umum, tidak pernah ada peristiwa seperti ini. Akhirnya, pihak rumah sakit membuat rujukan agar aku bisa dirawat di rumah sakit lain. Malam itu kami menuju Rumah Sakit Berlian yang sangat mewah. Namun, karena tempat itu baru dibuka beberapa bulan. Katanya belum bisa menerima pasien dengan asuransi. Lalu, menjelang subuh aku dibawa ke Rumah Sakit Ciremai Bakti Kota Bandung. Awalnya sama, hasil tes kesehatanku normal, tetapi Om Rahmat dan Papa memaksa pihak rumah sakit untuk melakukan tes lebih dari itu. Hari ini tepat ketika matahari sudah memancarkan sinar dari ufuk timur, aku mendengar percakapan para suster dan bruder bahwa aku akan dirawat di RS Ciremai Bakti Kota Bandung Ruang Yudistira nomor 21 A. Pagi ini aku dibawa menggunakan blankar. Masih terngiang dengan jelas di telingahku bagaimana suara gemuruh roda itu membawaku ke ruangan Yudistira nomor 21 A. Saat itu, aku masuk ruangan dalam keadaan biasa saja. Namun, di ini sempat heran ketika disatukan dengan pasien Leukimia. Penyakit leukimia atau lebih tepatnya leukemia adalah kanker darah akibat tubuh terlalu banyak memproduksi sel darah putih secara abnormal. Leukemia dapat terjadi pada orang dewasa dan anak-anak. Sel darah putih merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh yang diproduksi di dalam sumsum tulang. Ketika fungsi sumsum tulang terganggu, maka sel darah putih yang dihasilkan akan mengalami perubahan dan tidak lagi menjalani perannya secara efektif. Leukemia sering kali sulit terdeteksi karena gejalanya menyerupai gejala penyakit lain. Deteksi dini perlu dilakukan agar leukemia dapat cepat ditangani. Pada awalnya, leukemia sering kali tidak menimbulkan tanda-tanda. Gejala baru muncul ketika sel kanker sudah semakin banyak dan mulai menyerang sel tubuh. Gejala yang muncul pun bervariasi, tergantung jenis leukemia yang diderita. Namun, secara umum ciri-ciri penderita leukemia adalah: Demam dan menggigil. Tubuh terasa lelah dan rasa lelah tidak hilang meski sudah beristirahat. Berat badan turun drastis. Gejala anemia. Bintik merah pada kulit. Mimisan. Tubuh mudah memar. Keringat berlebihan (terutama pada malam hari). Mudah terkena infeksi. Muncul benjolan di leher akibat pembengkakan kelenjar getah bening. Perut terasa tidak nyaman akibat organ hati dan limpa membengkak. Gejala yang lebih berat dapat dialami penderita apabila sel kanker menyumbat pembuluh darah organ tertentu. Gejala yang dapat muncul meliputi: Sakit kepala hebat. Mual dan muntah. Otot hilang kendali. Nyeri tulang. Linglung. Kejang. Segera periksakan diri ke dokter jika muncul gejala, seperti demam berulang dan berkepanjangan atau mimisan. Gejala leukemia sering kali menyerupai gejala penyakit infeksi lain, misalnya flu. Pemeriksaan perlu dilakukan untuk mendeteksi dini kemungkinan kanker dan mencegah perkembangan penyakit. Jika Anda seorang perokok aktif dan sulit menghentikan kebiasaan merokok, maka konsultasikan dengan dokter terkait langkah-langkah yang dapat Anda lakukan untuk berhenti merokok. Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan risiko leukemia. Pengobatan leukemia membutuhkan waktu yang cukup panjang. Rutin berkonsultasi dengan dokter selama pengobatan, bahkan hingga selesai pengobatan. Hal ini dilakukan agar perkembangan penyakit selalu terpantau oleh dokter. Penyakit leukemia disebabkan oleh kelainan sel darah putih di dalam tubuh dan tumbuh secara tidak terkendali. Belum diketahui penyebab pasti dari perubahan yang terjadi, namun beberapa faktor berikut ini diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia. Faktor risiko yang dimaksud meliputi: Memiliki anggota keluarga yang pernah menderita leukemia. Menderita kelainan genetika, seperti Down Syndrome. Menderita kelainan darah, seperti sindrom mielodisplasia. Memiliki kebiasaan merokok. Pernah menjalani pengobatan kanker dengan kemoterapi atau radioterapi. Bekerja di lingkungan yang terpapar bahan kimia, misalnya benzena. Leukemia dapat bersifat kronis dan akut. Pada leukemia kronis, sel kanker berkembang secara perlahan dan gejala awal yang muncul biasanya tergolong sangat ringan. Sementara pada leukemia akut, perkembangan sel kanker terjadi sangat cepat dan gejala yang muncul dapat memburuk dalam waktu singkat. Leukemia akut lebih berbahaya dibandingkan leukemia kronis. Berdasarkan jenis sel darah putih yang terlibat, leukemia terbagi menjadi empat jenis utama, yaitu: Leukemia limfoblastik akut. Acute lymphoblastic leukemia (ALL) atau leukemia limfoblastik akut terjadi ketika sumsum tulang terlalu banyak memproduksi sel darah putih jenis limfosit yang belum matang atau limfoblas. Leukemia limfositik kronis. Chronic lymphocytic leukemia (CLL) atau leukemia limfositik kronis terjadi ketika sumsum tulang terlalu banyak memproduksi limfosit yang tidak normal dan secara perlahan menyebabkan kanker. Leukemia mieloblastik akut Acute myeloblastic leukemia (AML) atau leukemia mieloblastik akut terjadi ketika sumsum tulang terlalu banyak memproduksi sel mieloid yang tidak matang atau mieloblas. Leukemia mielositik kronis. Chronic myelocytic leukemia (CML) atau leukemia mielositik kronis terjadi ketika sumsum tulang tidak mampu memproduksi sel mieloid yang matang. Selain keempat jenis leukemia di atas, ada beberapa jenis leukemia lain yang jarang terjadi, di antaranya: Leukemia sel rambut (hairy cell leukemia). Leukemia mielomonositik kronis (chronic myelomonocytic leukemia). Leukemia promielositik akut (promyelocytic acute leukemia). Leukemia limfositik granular besar (large granular lymphocytic leukemia). Juvenile myelomonocytic leukemia, yaitu jenis leukemia mielomonositik yang menyerang anak usia di bawah 6 tahun. Dokter akan menanyakan gejala yang dialami penderita dan melakukan pemeriksaan fisik. Melalui pemeriksaan fisik, dokter dapat mendeteksi tanda-tanda leukemia yang muncul, seperti memar pada kulit, kulit pucat akibat anemia, serta pembengkakan kelenjar getah bening, hati, dan limpa. Meski demikian, diagnosis leukemia belum dapat dipastikan hanya dengan pemeriksaan fisik. Karena itu, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan diagnosis dan jenis leukemia yang dialami penderita. Jenis pemeriksaan yang dilakukan, meliputi: Tes darah. Tes hitung darah lengkap dilakukan untuk mengetahui jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Dokter dapat menduga penderita mengalami leukemia jika jumlah sel darah merah atau trombosit rendah dan bentuk sel darah tidak normal. Aspirasi sumsum tulang. Prosedur aspirasi sumsum tulang dilakukan melalui pengambilan sampel jaringan sumsum tulang belakang dari tulang pinggul dengan menggunakan jarum panjang dan tipis. Sampel ini kemudian diperiksa di laboratorium untuk mendeteksi sel-sel kanker. Selain tes diagnosis di atas, dokter juga akan melakukan pemeriksaan lanjutan lain untuk memeriksa kelainan organ akibat leukemia. Jenis tes yang dapat dilakukan adalah: Tes pemindaian, misalnya USG, CT scan, dan MRI. Lumbal pungsi. Tes fungsi hati. Biopsi limpa. Dokter spesialis hematologi onkologi (dokter spesialis darah dan kanker) akan menentukan jenis pengobatan yang dilakukan berdasarkan jenis leukemia dan kondisi pasien secara keseluruhan. Berikut ini beberapa metode pengobatan untuk mengatasi leukemia: Kemoterapi, yaitu metode pengobatan dengan menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel kanker. Obat dapat berbentuk tablet minum atau suntik infus. Terapi imun atau imunoterapi, yaitu pemberian obat-obatan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu tubuh melawan sel kanker. Jenis obat yang digunakan, misalnya interferon. Terapi target, yaitu penggunaan obat-obatan untuk menghambat produksi protein yang digunakan sel kanker untuk berkembang. Contoh jenis obat yang bisa digunakan adalah penghambat protein kinase, seperti imatinib. Radioterapi, yaitu metode pengobatan untuk menghancurkan dan menghentikan pertumbuhan sel kanker dengan menggunakan sinar radiasi berkekuatan tinggi. Transplantasi sumsum tulang, yaitu prosedur penggantian sumsum tulang yang rusak dengan sumsum tulang yang sehat. Terkadang, prosedur operasi juga dilakukan untuk mengangkat organ limpa (splenectomy) yang membesar. Organ limpa yang membesar dapat memperburuk gejala leukemia yang dialami penderita. Leukemia dapat menyebabkan komplikasi jika penanganan tidak segera dilakukan. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah: Perdarahan pada organ tubuh, seperti otak atau paru-paru. Tubuh rentan terhadap infeksi. Risiko munculnya jenis kanker darah lain, misalnya limfoma. Komplikasi juga dapat terjadi akibat tindakan pengobatan yang dilakukan. Berikut ini beberapa komplikasi akibat pengobatan leukemia: Graft versus host disease, yaitu komplikasi dari transplantasi sumsum tulang. Anemia hemolitik. Tumor lysis syndrome (sindrom lisis tumor). Gangguan fungsi ginjal. Infertilitas. Sel kanker muncul kembali setelah penderita menjalani pengobatan. Anak-anak penderita leukemia juga berisiko mengalami komplikasi akibat pengobatan yang dilakukan. Jenis komplikasi yang dapat terjadi meliputi gangguan sistem saraf pusat, gangguan tumbuh kembang, dan katarak. Belum ada cara yang efektif untuk mencegah leukemia hingga saat ini. Namun, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko Anda terkena leukemia, di antaranya: Melakukan olahraga secara teratur. Menghentikan kebiasaan merokok. Menggunakan alat pelindung diri, terutama jika Anda bekerja di lingkungan yang rentan terpapar bahan kimia, seperti benzena. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin untuk mendeteksi kanker sejak dini, terutama jika Anda memiliki riwayat kanker dalam keluarga. Mengetahui aku disatukan dengan pasien leukimia, hal tersebut jelas membuatku takut. Karena, bagaimana pun beberapa tanda yang kualami mengarah ke gejala kanker darah. Seperti mimisan, pingsan, tulang dan sendi-sendi sakit, berat badan turun dan lainnya. Aku benar-benar khawatir dan semakin bingung. Yaa Allah... sebenarnya aku ini sakit apa?" Padahal, sebelumnya aku tak pernah menyangka jika akan dirawat di rumah sakit seperti ini. *** Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN