Save Me 5

1133 Kata
Saat aku sedang melakukan Okta, tiba-tiba saja kakak tingkat menyebutkan namaku. "Septi adalah kandidat calon kandidat ketua BEM berikutnya. Selamat untuk kalian bertiga. Ingat! Yang lain tidak terpilih itu bukan berarti kalian tidak baik. Semuanya sangat baik, hanya saja tiga teman kalian yang disebutkam tadi memiliki karakter yang kuat dan pantas untuk dijadikan calon ketua BEM." Hal yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, aku dipilih untuk menjadi salah satu kandidat Ketua BEM. Ma syaa Allah.... basanya benar-benar tak percaya. Selama ini aku hanya bisa berdoa, semoga diri ini menjadi orang yang selalu bermanfaat untuk orang lain. Aku tidak percaya karena berpikir, bahwa aku adalah kaum minoritas. Hanya aku satu-satunya mahasiswi yang memakai rok di kampus ini. Adakah nanti yang mau memilih aku menjadi ketua BEM? Menjadi kandidat calon ketua BEM tentu bukan hal yang mudah. Ternyata, karena hal inilah akhitnya banyak di antara teman-teman yang mengucilkan aku, terutama Sila. Gadis itu sepertinya merasa bahwa keberadaan aku adalah beban baginya. Aku berpikir bahwa Sila menganggap aku sebagai saingan terberatnya. Namun aku tak peduli, yang harus kulakukan adalah fokus untuk orasi, tapi sebelum itu, aku harus memberi penampilan yang sempurna di acara angkat janji yang tinggal menghitung hari. *** Tujuh hari setelah kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan Mahasiswa, aku dituntut untuk lebih giat lagi dalam latihan vokal. Tak jarang aku juga menerjang hujan malam-malam saat latihan. Belum lagi jadwal kuliah semester baru semakin padat saja. Hal itu benar-benar membuatku sangat lelah. Tapi aku tidak boleh menyerah, karena ini adalah kewajiban aku sebagai mahasiswa. Sabtu pagi di minggu pertama bulan Februari ini akhirnya acara angkat janji pun digelar. Papa tidak bisa hadir, terpaksa Mama dan Pak Ustaz Ansori, ayah angkatku yang datang dan menggantikan Papa. Acara ini digelar untuk melakukan janji para calon bidan yang akan terjun ke lapangan bertemu dengan pasien sesungguhnya di rumah sakit. Sebelum bertugas kami harus melakukan sumpah agar bertanggung jawab dalam menjalankan amanah yang sangat berharga. Acara dimulai dengan tari tradisional Jawa Barat, yaitu tari topeng. Mahasiswi cantik dengan rambut hitam panjang yang sangat lurus itu meliuk-liuk di depan dan ditonton para peserta angkat janji dan tamu undangan. Usai menampilkan tari topeng, seisi gedung pun bergemuruh karena tepukan tangan tanda apresiasi. Selanjutnya adalah mengyangikan lagi Indonesia Raya:   Indonesia tanah airku Tanah tumpah darahku Di sanalah aku berdiri Jadi pandu ibuku   Indonesia kebangsaanku Bangsa dan tanah airku Marilah kita berseru Indonesia bersatu   Hiduplah tanahku Hiduplah negriku Bangsaku, rakyatku, semuanya Bangunlah jiwanya Bangunlah badannya Untuk Indonesia Raya   Indonesia Raya Merdeka... merdeka Tanahku negriku yang kucinta   Indonesia Raya Merdeka... merdeka Hiduplah... Indonesia Raya   Indonesia Raya Merdeka... merdeka Tanahku negriku yang kucinta   Indonesia Raya Merdeka... merdeka Hiduplah... Indonesia Raya   Kedua tanganku melambai ke atas di hadapan para kelompok sopran, mezosopran dan alto. Hal itu menandakan bahwa lagu telah berakhir dan kami harus kembali ke tempat duduk masing-masing. Setelah itu disusul dengan sambutan dari direktur, tamu undangan dan perwakilan orang tua mahasiswa. Dan, perwakilan orang tua itu adalah Pak Ustaz Ansori, ayah angkatku sekaligus adik sepupu Mama. Beberapa sambutan selesai dilakukan, selanjutnya adalah acara angkat janji yang dipimpin oleh mahasiswi yang sudah terpilih. Lalu, diikuti oleh kami para peserta angkat janji. Usai membacakan ikrar bidan. Paduan suara pun mulai mempersembahkan lagu-lagu yang selama ini sudah dipersiapkan. Mulai dari himne dan mars kampus, lagu motivasi serta himne dan mars Ikatan Bidan Indonesia, yang berbunyi:   Mars IBI Marilah seluruh warga bidan di kawasan nusantara Berhimpun di dalam satu wadah Ikatan Bidan Indonesia Membela dan setia mengamalkan ajaran Pancasila Bekerja dengan tulus ikhlas   Mengabdi mengemban amanat bangsa Ingatlah sumpah jabatan kita kepada Tuhan Yang kita ikrarkan bersama slalu jadikan pegangan Janganlah membuat perbedaan antara miskin kaya   Tugas sucimu sbagai penyelamat Seluruh wanita di mayapada Ingatlah sumpah jabatan kita kepada Tuhan Yang kita ikrarkan bersama slalu jadikan pegangan   Janganlah membuat perbedaan antara miskin kaya Tugas sucimu sbagai penyelamat Seluruh wanita di mayapada   Ada pun lirik lagu himne IBI, yaitu:   Himne IBI Setiap waktu ku berjuang untuk kemanusiaan Itulah semua tugasku, yang tak mengenal waktu Berat serasa ringan tugas seorang bidan Ku 'tak ingin tanda jasa, semua hanya ikhlas adanya   Ikatan bidan Indonesia berazas pancasila Seluruh jiwa dan ragaku... demi bahagia seluruh bangsaku   Setelah tiga jam berlalu, akhirnya acara tersebut selesai. Mama dan Pak Ustaz kembali pulang, sedangkan aku masih harus bertugas di gedung untuk melakukan evaluasi bersama para anggota paduan suara. "Gaya euy, Septi ternyata berguna juga, ya, di kampus." Pak Ustaz menggodaku. "Ya Allah... Pak Ustaz pikir aku ini nggak bisa apa-apa? Gini-gini, Septi terpilih jadi kandidat Ketua BEM tahuuu!" "Masa?" Wajah pria itu terlihat sangat terkejut. "Beneran, Pak... masa aku bohong." Di tengah obrolan tersebut, Mama yang baru saja pergi ke kamar kecil pun kembali. "Ya udah Mama pulang dulu." Aku pun meraih punggung tangan Mama dan menciumnya. "Hati-hati, ya, Ma." "Kamu kapan pulang?" tanya Pa Ustaz. "Nanti kalau urusan di sini udah selesai." "Ya udah hati-hati... kalau pulang jangan ngebut-ngebut, ya, bawa motornya," ujar Mama dan segera memasuki mobil. *** Sehari setelah acara angkat janji mahasiswi kebidanan, aku jatuh sakit. Mungkin, hal itu terjadi karena latihan yang terlalu keras dan kegiatan yang begitu padar sehingga membuat tubuhku ambruk dan rasanya terasa lelah. Hari Minggu ini aku dibawa ke dokter, tetapi besoknya aku ingin berangkat kuliah karena ada mata kuliah yang sangat penting, yaitu Asuhan Kebidanan Kehamilan. Materi itu sangat penting, bahkan dosennya pun sangat senior dan profesional. Aku tidak ingin melewatkan ilmu berharga dari beliau. Senin pagi ini aku berangkat ke kampus diantar dengan mobil. Karena tidak mungkin jika aku menyetir motor sendirian. "Nanti kamu pulang sama siapa?" tanya Mbak Widi, kakakku. "Ikut lagi sma Embak. Nanti ada kuliah sore, kok. Jadi aku pulang jam lima. Jam segitu Mbak udah keluar kantor, kan?" "Iya, udah. Terus habis kuliah pagi kamu ke mana?" "Nanti bisa numpang ke kos teman, Mbak." Usia kuliah jam pertama, aku penanggung jawab mata kuliah Anotomi Fisiologi memberi tahu, bahwa dosen tidak bisa hadir. Jadi, sore nanti tidak ada kuliah. Malangnya diri ini dosen berikutnya tidak bisa hadir! Dan, kuliah pun selesai sebelum zuhur. Lalu, aku ke mana? Biasanya kalau ke kos teman pasti ditemani mahasiswi lain yang pulang-pergi seperti aku. Tapi mereka semua pulang. Aku segan untuk menumpang ke indekos mereka. Setelah angkat janji dua hari yang lalu, rasa lelah akibat terlalu sering latihan membuatku benar-benar sakit. Siang itu aku merasa bingung harus pulang dengan siapa. Kakak masih di kantor, beliau tidak mungkin menjemputku di jam sekarang. Akhirnya aku mencari bantuan pada orang yang kukenal, pemilik toko buku kesehatan di depan gedung kampus. Tetapi, dia tidak ada, kata pelayannya sedang pergi mengantar pesanan. Aku coba menunggu di kantin. Sudah bolak-balik tiga kali, bukannya dapat bantuan, aku justru pingsan di area kampus. Setelah sadar, aku diantar pulang dan ditemani Habiba, teman sekelasku. Ketika Mama tahu bahwa aku diantar pulang, beliau sangat khawatir. Aku pun langsung dimintanya untuk makan dan minum obat, lalu beristirahat. *** Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN