Part 33: Ekstrakulikuler

2069 Kata
"Jes nanti istirahat, lo disuruh kumpul sama anak basket." Seseorang menghampiri Jessi dibangkunya. "Oh oke, ada apa disuruh kumpul mendadak?" tanya Jessi pada Rosita, teman sekelasnya. "Kan ini banyak murid yang baru masuk club basket mungkin pertemuan, lo sebagai senior." "Gue kan murid kelas 2, gue belum senior." Jessi terkekeh pelan. "Senior kelas 3 pada sibuk persiapan ujian dan mereka sudah tidak diwajibkan ikut kegiatan eskul. Masak lo gak tau ginian sih?" "Oh astaga gue ngelag, hehe baru paham ini." Jessi memegang kepalanya. "Lo mikirin apa sih? Lagi mikirin cowok lo kan?" Goda Rosita sambil melirik Abra yang sedang serius mengerjakan tugasnya. "Enggak lah, kebanyakan mikir tugas gue." Jessi menggeleng cepat dan ikut melirik Abra. Ia sedang tidak ingin mengganggu laki-laki itu yang sedang serius mengerjakan tugasnya dan lama-lama Jessi sudah terbiasa oleh sifatnya. "Heleh sok-sokan rajin di depan ayang haha." Rosita tidak percaya kalau Jessi serajin itu sekarang. "Yee dibilangin gak percaya ya sudah." "Haha ya sudah gue mau balik ke bangku, bentar lagi istirahat." "Heem." Saat waktunya istirahat tiba, Jessi langsung menuju ke lapangan basket indoor dan memang tempat biasa para murid yang mengikuti ekstrakulikuler berkumpul. Disisi lain... Balder menghampiri Abra yang tengah membereskan alat tulisnya ke dalam tas dan beberapa buku dimasukkan ke dalam loker mejanya. "Lo gak kumpul eskul basket?" tanya Abra pada Balder. "Nanti aja, datang telat." "Kebiasaan." "Gue mau beli es s**u terus ikut gue yuk ke lapangan indoor basket." "Enggak, jauh dari kantin." Abra menggeleng seraya beranjak berdiri dari bangkunya. "Alah ayolah." Mereka berdua keluar dari kelas bersamaan. "Kenapa gak bisa sendiri? Gue nunggu sendirian pasti lama." "Kalau lama, tinggalin aja gak masalah." "Ck, lo mau ngajak gue masuk club basket kan?" tebak Abra. "Enggak, cuman gue heran kenapa lo gak ikut masuk ke club basket sama kayak Jessi. Kita kan sama-sama suka main bola." "Bosen main bola." "Gue jadi gak ada temen." "Lo lebih mudah akrab sama orang kalau gue kan enggak." "Eh Pak Danar." Sapa Balder saat bertemu guru olahraga mereka di persimpangan koridor. "Kalian berdua murid baru kan?" "Iya, Pak." Balder dan Abra mengangguk. "Kalian sudah masuk eskul wajib? Eskul itu bonus nilai rapot kalian nanti." Pak Danar membuka buku absensi kelas 2 dan membuka daftar catatan murid yang belum mengikuti ekstrakulikuler SMA Bangsal. "Saya sudah Pak dan kalau temen saya ini belum," jawab Balder sambil tangannya menunjuk ke Abra. "Oh ya ini Abra belum mengikuti satupun eskul, ini wajib ya Nak." Pak Danar menatap Abra. "Ada eskul lain selain bola, Pak?" tanya Abra. "Ada banyak, mau jadi anak pramuka kah?" "Enggak." Abra menggeleng cepat sedangkan Balder menertawakan ekspresi Abra yang tampak panik ditawari masuk pramuka. "Paskibra? Kamu tinggi sekali." "Enggak." Abra menggeleng lagi. "Teater?" "Enggak, olahraga aja Pak tapi bukan main bola." "Oh olahraga, kamu ini gak bilang dari awal." Pak Danar kembali menatap buku catatannya dan membaca satu per satu catatannya. "Renang?" "Iya, Pak." Abra langsung mengiyakan dan tersenyum tipis. "Wah ikut renang lho." Balder menyenggol lengan Abra sambil tertawa kecil. "Oke saya catat, nanti kumpul setelah pulang sekolah." "Kumpulnya gak lama kan, Pak?" "Enggak cuman sebentar saja." "Disini ada kolam renang ya, Pak?" tanya Balder penasaran. "Ada, masak kalian gak ada yang tau?" "Enggak tau, Pak." Kompak Abra dan Balder menggeleng. "Ya ampun gak ada yang tau sama sekali, maklum sih ini sekolah memang luas jadi pasti kalian gak terlalu hapal betul tiap tempat di sekolahan ini." Danar menghela napasnya sambil memijit keningnya, tak menyangka mereka masih belum terlalu hapal tiap tempat di sekolahan ini. "Dimana tempatnya, Pak?" tanya Balder penasaran walau ia tidak mengikuti ekstrakulikuler renang namun ia ingin melihat kolam renang sekolahan ini. Saat Pak Danar akan memberitahukan letak kolam renang SMA Bangsal, Pak Danar tak sengaja melihat seseorang yang sedang berjalan sendirian sambil membawa minuman ditangannya dan kebetulan Pak Danar mengenali murid itu sehingga ia memanggilnya. "Anya." Panggil Pak Danar pada seorang murid yang melintasi mereka. "Anya." Gumam Balder dan mengikuti arah tatapan Pak Danar tertuju pada sosok gadis yang dikenalinya juga. "Saya Pak?" Gadis itu terkejut mendengar suaranya dipanggil oleh gurunya dan segera menoleh ke asal suara itu. "Iya, kamu. Siapa lagi." Pak Danar mengangguk sambil tangannya melambai bermaksud menyuruh Anya menghampirinya. Anya menghampiri Pak Danar dan kaget mengetahui ada sosok laki-laki yang tidak disukainya ada disini juga. "Lha lo?" Anya mengernyitkan dahinya saat menatap Balder. "Dia lagi." Gerutu Balder. "Kalian saling kenal kah?" tanya Pak Danar pada mereka berdua yang saling pandang. "Enggak, Pak. Saya gak kenal, dia aja yang sok kenal." Balder menjawab cepat dan Anya menatap laki-laki itu tajam. "Eh siapa yang sok kenal sama lo sih." Kedua tangan Anya mengepal kuat dan sepertinya menunggu waktu yang tepat berniat akan memukul laki-laki itu. "Malah berantem." Pak Danar kebingungan melihat mereka yang malah adu mulut di depannya. "Dimana letak kolam renangnya, Pak?" Abra mengingatkan obrolan tadi kepada gurunya. "Oh ya sampai lupa saya. Anya, bapak minta tolong kamu kasih tau mereka letak kolam renang di sekolah ini ya." Pak Danar tersenyum menatap Anya dan tangannya mengarah ke dua laki-laki di depannya. "Iya, Pak." Sebenernya Anya terpaksa menjawabnya sebab perintah dari gurunya yang sulit rasanya untuk menolak. "Baiklah, bapak mau ke kantor guru." "Iya." Ketiga muridnya mengangguk mengerti. Setelah Pak Danar sudah tidak ada di sekitar sini, Balder mendapat bogeman mentah dari Anya. "Rasain." Abra melihat itu hanya menahan tawanya saja, memang salah temannya sendiri yang suka cari gara-gara. "Ah sialan lo, pipi gue jadi merah kayaknya. Duh." Balder mengusap pipinya dan tangannya satunya memegang ujung bibirnya yang sepertinya robek sedikit. "Salah sendiri kan cari gara-gara sama gue, gue dari kemarin udah nahan banget gak mukul lo." Anya sebenernya agak merasa sakit ditangannya sehabis memukul Balder dengan sekuat tenaganya. Abra menghela napasnya melihat mereka yang saat ini adu mulut dan dia berinsiatif mencari kolam renang sendirian sana. Akan tetapi, Balder menyadarinya yang pergi sendirian sehingga laki-laki itu melangkahkan kakinya cepat menyusul Balder dan otomatis meninggalkan Anya yang masih mencak-mencak ditempatnya berdiri. "Malah ninggalin gue lo." Omel Balder yang sudah berhasil menyusul langkah kaki temannya. "Jangan cari gara-gara sama orang." "Cewek aja, bukan cowok." "Sama saja, ingat gak kita disini harus jaga diri sendiri. Gue gak mau pindah sekolah lagi dan kita tetap di sekolah ini sampai lulus nanti," ujar Abra yang mengingatkan jika disini mereka harus menjaga dirinya sendiri supaya tidak terlibat dalam masalah apapun. "Iya gue tau." Balder mengangguk. "Tapi lo habis gelud kan sama teman-temannya adik tiri lo itu." "Jangan bahas mereka!" "Iya gue gak bahas cuman ingetin aja, jangan bermasalah sama mereka." "Gue kalau gak diganggu duluan ya gue diam saja." "Ya sama kayak gue kan. Gue juga bakal diam saja kalau gak diganggu duluan, itu cewek yang bikin gue emosi karena tatapannya." Abra memilih diam saja dan fokus mencari tempat kolam renang di sekolahannya. "Gue baru tau kalau sekolahan ada kolam renang, gue kira lo bakal renang di tempat kolam renang umum. Tau gitu, ya gue ikut renang tapi gue juga suka banget sama basket plus ada Jessi." Balder tertawa puas saat bercerita betapa senangnya dirinya satu club basket bersama Jessi. "Diam!" "Cemburu kan lo." Balder tak bisa menghentikan tawanya dan ia menunjuk ke telinga Abra yang memerah. "Cemburu sampai telinga lo merah." Goda Balder lagi. "Bal, diamlah!" Abra langsung merasa jelaous mendengar temannya yang menceritakan betapa senangnya satu club bersama Jessi dan ada rasa tak nyaman pula. Balder pun terdiam tapi suara dirinya yang berusaha menahan agar tak meledakkan tawanya lagi masih terdengar begitu jelas. "Dimana tempatnya?" Abra merasa sedari tadi hanya berputar di satu tempat saja dan tak kunjung menemukan kolam renang sekolahan ini. "Gue juga gak tau, coba tanya dulu sama murid disini." Balder bergerak menghampiri salah satu murid yang berlalu lalang di sekitar koridor ini. "Permisi." "Iya, wah ada cogan cuy." Balder mendapat sorakkan dari segerombolan siswi yang dihampirinya. Balder tersenyum lebar dan ada yang mengajaknya berselfi ria. 'Buset dah, gue kayak jadi artis'--batin Balder yang merasa senang mengetahui ada yang memuji bahwa ia berparas rupawan. "Gak jauh dari sini kolam renangnya, perlu dianter?" "Tidak usah, gue cuman mau dijelasin saja." Akhirnya ada yang mau menjelaskan secara detail tempat kolam renang di sekolahan ini. "Terima kasih ya semuanya." Balder tersenyum sambil melambaikan tangannya sewaktu pamit pergi. "Sama-sama, ya ampun senyumannya manis banget!" Mereka memekik kegirangan mendapat hadiah senyuman manis dari Balder. Balder merasa senang sekali dan seperti sedang simulasi menjadi artis. "Beginikah rasanya kalau jadi artis," ujar Balder dengan suarwnya yang yang dramatis sambil menepuk dadanya sendiri. "Lebay," cibir Abra. "Halah iri kan lo?" "Nggak." "Ngaku aja kalau iri mah." Balder terkekeh pelan sambil menyenggol lengannya Abra. Abra diam saja daripada membalas temannya yang suka sekali menggodanya itu. Sesampainya di tempat yang mereka tuju, ternyata kolam tersebut dalam keadaan lumayan ramai dan kalau dilihat memang sepertinya sedang ada jam pelajaran olahraga kelas 10 alias 1 SMA. "Yahh ramai." Balder berkacak pinggang dan mereka berdua hanya melihat dari jarak jauh saja. "Yang penting gue tau tempatnya saja." "Heem ternyata tempat disitu, gue baru tau ada koridor sekitar sini." "Ini ruang kelasnya kelas 10 semua." "Oh berarti lantai satu kelas 10." Abra mengangguk lalu mereka berbalik arah dan melanjutkan jalan mereka menuju ke kantin. "Eh emang lo bisa renang?" tanya Balder yang belum pernah melihat temannya itu berenang. Abra menggeleng. "Anying lo, gue kira bisa berenang." Balder menepuk pundak Abra dan mendengus sebal. "Kan nanti diajari sama guru, gimana sih lo?" "Iya sih diajari, maksudnya tadi gue kira lo bisa berenang makanya pilih eskul itu." Decak Balder kesal. "Gak semuanya bisa dulu baru ikut eskul, tujuannya ikut eskul juga menambah pengetahuan yang belum pernah kita dapatkan." "Bener juga sih ya kalau lo mah cepet bisa berenangnya, IQ lo tinggi banget." Balder tidak heran pada Abra dan benar-benar sosok temannya itu bukan orang yang mudah diremehkan karena Abra memiliki sifat yang pantang menyerah dan bekerja kerja. "Lo bisa berenang?" tanya Abra balik. "Bisalah, cuman gaya bebas saja sih. Gue rencananya mau juga belajar renang gaya yang lain mungkin nunggu materi mapel olahraga deh." Mendadak Balder tertarik belajar berenang gaya lain dan tidak sabar ada materi renang di mata pelajaran olahraga. "Masih lama." "Enggak deh kayaknya, materi selanjutnya ada renangnya. Gue pernah lihat." Balder memang menyukai mata pelajaran olahraga dan selalu melihat semua materi olahraga setelah mendapatkan buku-buku mata pelajaran dari sekolah. Abra beroh ria saja. Saat di tengah perjalanan, mereka tak dengaja bertemu segerombolan anak nakal dari kelas 10 dan berjalan dari arah berlawanan. "Wah bertemu lagi kita." Ekspresi wajah Abra langsung berubah berserta tatapannya menjadi makin menajam. Balder merasa ada yang tak beres itu, melangkah ke depan dan menatap mereka semua satu per satu. "Halo kayaknya ada yang mau kenalan sama gue juga nih." Balder tersenyum sambil melambaikan tangannya ke arah mereka. "Lo siapa?" Salah satu dari mereka juga melangkah maju dan berhadapan denhan Balder. "Gue temannya Abra." "Oh cowok sok pahlawanan ini." "Iya, yang penting bukan sok jagoan tapi gagal melawan. Dasar lembek!" Balder tertawa dan seberapa detik kemudian berhasil menangkis pukulan dari seseorang di hadapannya. "Cih, lo gagal melawan? Ingat ya, kalian berdua anak kampung. Level kita lebih tinggi dari kalian." "Gue lupaan, gak bakal juga ingat-ingat kalian. PD banget deh kalian pengen diingetin." Balder menggelengkan kepalanya dan bersikap begitu santai. "Hajar aja deh!" Teriak salah satu dari mereka dan laki-laki di hadapan Balder mulai menghajar Balder. Abra menghela napasnya melihat kejadian seperti yang membuatnya dejavu oleh kejadian-kejadian di masa lalu mereka. Balder memang tak ingin jikalau Abra yang menghadapi musuhnya dan selalu menjadi tameng untuk Abra. Membiarkan temannya itu berada di posisi yang aman. Kejadian itu tak berlangsung lama saat mendengar suara teriakan sosok gadis yang berlari ke arah mereka. "Ck ada Jessi, kita pergi." Segerombolan murid kelas 10 yang diketahui teman-temannya Faisal semuanya segera pergi dari tempat ini. "Balder, lo berantem sama mereka?" tanya Jessi pada Balder. "Tenang aja, noh pacar lo malah duduk manis." "Abra!" Jessi panik menatap Abra dan memeriksa laki-laki itu yang duduk santai di koridor ini. "Gue gak papa." Abra menggelengkan kepalanya dan menyuruh Jessi supaya berhenti memeriksa tubugnya karena percuma tak akan menemukan sesuatu. "Abra gak kenapa-napa, gue yang lawan mereka karen gatel ini tangan juga." Balder terkekeh pelan dan ikut duduk di sebelah temannya. "Tetep aja gue khawatir sama Abra." Jessi duduk di sebelah Abra yang lain dan menggenggam tangan laki-laki itu meski Abra tak membalas genggaman dari tangannya. "Gak khawatirin gue? Gue yang habis berantem sama mereka." Balder memasang wajahnya yang kesakitan, mencari perhatian dari Jessi dan jawaban Jessi membuat wajah Balder datar. "Enggak." "Aih, sedih bet gue gak ada yang khawatirin gue." ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN