7. Mulai Mencurigai Bian

1283 Kata
Tiitt tiiittt Suara klakson dari belakang membuat Bian dan Tania terkejut. Tania sudah gugup setengah mati sementara Bian terlihat santai dan tenang. Bian menginjak pedal gas kembali dan mulai melajukan mobilnya. Sesekali Bian melirik Tania yang masih terlihat sangat gugup dan tegang. Tania melirik Bian dan tatapan mereka beradu. Tapi Tania langsung mengarahkan pandangannya ke arah jendela. Jantungnya masih belum sehat jika harus melihat Bian dulu. Melihat Tania yang benar-benar gugup membuat Bian langsung tertawa. "Kenapa mendadak gugup begitu?" Tanya Bian. Tania menggeleng, "nggak. Siapa yang gugup." "Itu telinganya merah." "Aku nggak gugup om." "Biasakan panggil saya Bian. Atau terserah kamu panggil saya om saat kita lagi sama-sama dengan yang lain, tapi kalau kamu cuma sama saya panggil saya Bian." "Tapi kamu itu omnya Rian. "Lalu kalau omnya Rian memangnya kenapa?" "Ya aku mesti panggil kamu Om juga." "Ya nggaklah. rian panggil saya Om karena status Rian memang keponakan saya. kalau kamu bukan siapa-siapa saya, ngapain harus panggil saya Om. Jadi panggil saya Bian." Ucap Bian tegas namun masih terdengar lembut di telinga Tania. Tania mengangguk tipis, "Kalau boleh tahu umur kamu berapa?" "25." "Ha? Seriusan 25 tahun?" "Iya. Nggak percaya? Mau lihat KTP saya?" "Ya Nggak gitu juga." "Habisnya kamu kayaknya nggak percaya sama umur saya. Apa wajah saya terlihat tua?" "Bukan, bukan terlihat tuanya. Kamu 25 tahun sementara Rian seumuran aku kan?" Tebak Tania. "Kamu emang berapa?" "20." "Rian 22 tahun." "Ha? Masih tuaan Rian!" "Iya. Memangnya kenapa kalau lebih tua Rian daripada kamu?" Tanya Bian dengan nada sedikit kesal. Mungkin jika orang yang bisa membaca gelagat Bian, orang akan bisa menebak jika saat ini dirinya sedang cemburu. Tania mendengus. "Nggak kenapa-napa. Biasa aja reaksinya om. Cuma penasaran aja. kamu kan 25 sementara Rian 22, Kok bisa jadi ponakan dan Paman." Pernyataan Tania cukup membuat Bian bingung. "Ya bisalah. Bayi baru lahir aja bisa jadi nenek atau kakek." "Ha? Maksudnya?" "Kamu beneran nggak tahu?" "Nggak. Kok bisa." "Kamu punya saudara?" "Nggak punya." "Satu-satunya?" "Iya." "Punya Tante nggak.?" "Nggak tahu." Jawaban Tania membuat Bian semakin bingung. "Kok jawabnya nggak tahu?!" "Ya emang nggak tahu!" Kesalnya. Bian mencoba untuk berpikir jernih. Selama ia hidup, baru kali ini ia bertemu dengan orang dewasa yang tak paham tentang Ranji keluarga. "Oke. Nenek kamu Berapa orang bersaudara?" "Nggak tahu." "Ha?" Bian semakin dibuat heran lagi. Bian menghentikan lagi mobilnya karena kembali berpaspasan dengan lampu merah. Ia mengarahkan duduknya pada Tania, "bentar. Orang tua kamu mana?" "Ada di Malaysia." "Keluarga kamu di Indonesia?" "Nggak ada." "Ha? Kamu bukan asli Indonesia?" "Asli kok. Papi sama mami asli Indonesia. Bahkan aku lahirnya di Jakarta." "Lah. Kok..." "Apanya yang lah kok?" "Nggak, bentar. Gini lho Tania, jujur, 25 tahun saya hidup, baru kali ini saya ketemu sama orang yang nggak tahu Ranji keluarga. Kamu beneran nggak tahu keluarga besar kamu? Orang tua dari mami sama papi kamu, kamu beneran nggak tahu?" "A ha. Aku serius om. Kamu pikir aku lagi bercanda?" Kesal Tania. Ia seperti gadis yang kini dianggap bodoh oleh Bian. "Sorry Tania. saya cuma bingung. Masa kamu nggak punya keluarga di Indonesia." Tania menghela nafas berat, "Sebenarnya aku nggak tahu aku punya keluarga di Indonesia atau enggak. karena Mami sama papi nggak pernah bawa aku ketemu sama mereka. Bahkan aku sendiri nggak tahu siapa kakek sama nenek aku. apa kabar mereka. apakah saat ini mereka masih hidup atau sudah meninggal aku nggak pernah tahu." Ucapnya sedih. Bian seketika terdiam. Ia tak tahu lagi harus berkata seperti apa. Ia tak mau mood Tania hancur jika percakapan ini berlanjut terus. "Oke kembali lagi ke topik yang semula. Neneknya Rian sama orang tua saya jaraknya antara anak pertama dan anak terakhir. yang pertama adalah neneknya Rian, anak terakhir adalah Mami saya. Jadi maminya saya dengan neneknya Rian itu saudara kandung. Sampai sini Kamu paham?" Tanya Bian. Sebenarnya tujuan Bian menanyakan itu karena pria itu melihat wajah bingung dari Tania. "Jadi neneknya Rian atau ibu dari orang tuanya Rian itu kakak dari Mami kamu?" "Nah benar. Mami hamil saya juga setelah 10 tahun mereka menikah. Saya anak satu-satunya. Nah saat saya berumur 3 tahun, Rian lahir. Karena itu jarak saya sama Rian cuma 3 tahun tapi karena saya dan mama nya Rian itu saudara tapi beda ibu namun tetap kandung dari satu nenek, jadi karena itu status saya berubah jadi omnya Rian." Bian tak pernah melepaskan pandangannya dari Tania. Ia bisa melihat raut wajah Tania yang saat ini riweh. Gadis di depannya saat ini pasti sedang pusing menyusun satu persatu rajin keluarga yang tadi ia sebutkan. Melihat Tania yang semakin bingung membuat Bian langsung tertawa. "Oke lupakan itu. Kamu cukup tahu saja kenapa saya dipanggil om karena saya dan mamanya Rian saudaraan." Untuk penjelasan Bian yang satu ini barulah bisa dicerna oleh kepala Tania. Tania spontan Mengangguk anggukan kepalanya pertanda ia mulai paham. "Enak ya yang punya saudara , nggak kayak aku." ucap Tania secara tiba-tiba. Bian tersenyum, "tapi kamu masih beruntung karena punya orang tua kan. Kamu tahu kan nabi Adam?" Tania mengangguk. "Nabi Adam jauh lebih kesepian daripada kamu. Kamu masih punya orang tua, masih punya temen atau sahabat kayak Amel, sementara nabi Adam nggak punya ayah nggak punya ibu apa lagi saudara." "Tapi itu kan beda. nabi Adam itu manusia pertama." "Betul. Tapi yang kita bicarakan tadi apa? Tidak punya saudara kan? Kamu masih beruntung karena kamu masih punya orang tua. Sementara nabi Adam orang tua nggak punya, pasangan pun dapatnya setelah kesepian begitu lama. Jadi selagi kamu nggak nyerah dan mencoba mencari tahu bagaimana keluarga kamu, kamu pasti akan mendapatkan jawabannya nanti." Ucap Bian yang menutup katanya dengan sebuah senyuman manis. Tania benar-benar dibuat tertegun. Ini bukan Bian yang ia temui sebelumnya. Ini Bian yang sangat berbeda. Dan cara Bian memperlakukannya ini membuatnya rindu pada sosok cinta pertamanya 10 tahun yang lalu yang menjadi tujuan utamanya Kenapa ia berada di Indonesia. Perlakuan Bian sangat sama dengan perlakuan harian. "Sebenarnya kamu siapa?" Tanya Tania secara tiba-tiba. Bian tersenyum. "Saya Bian. om nya Rian." "Aku serius. kamu sebenarnya siapa? kenapa kamu nggak asing buat aku?" "Ha? cieeee, ada angin apa ini?" goda Bian yang justru menbuat Tania kesal. pria di sampingnya ini sangat menyebalkan. bukannya menjawab dengan serius, Bian justru membuatnya kesal dengan bercanda seperti ini. Melihat Tania yang cemberut, Bian tertawa. ia menatap Tania sekilas lalu kembali menatap ke depan. "Saya Bian. Apa yang ingin kamu tahu tentang saya?" Bian mendadak serius. "Om kayak familiar." "Familiar sama siapa?" tanya Bian yang memancing. Tania ingin menjawab namun kembali ia urungkan. ia tak mau Bian mengatakannya sebagai gadis kurang kerjaan karena kemunculannya di Indonesia hanya demi seorang laki-laki. walaupun fakta setelahnya, ia jadi menambah list kegiatannya di sini. tapi tujuan utamanya memang ingin bertemu Rian bukan?dan ia juga yakin kalau Bian sebenarnya sudah mendapatkan cerita yang sebenarnya dari Bian. "Nggak jadi." jawabnya. Tania meluruskan duduknya dan bersandar. tenaganya seperti terkuras jika ia bersama Bian. Sementara itu di mobi lain, Rian dan Amel tak berhenti ribut. Rian seperti berhadapan dengan anak kecil yang baru lepas dari ibunya. dan gadis di sampingnya ini selalu ribut perihal Tania. Padahal sudah dikatakan jika Tania tak akan diapa-apakan oleh Bian, namun Amel masih belum percaya sebelum mobil Bian disusul. Rian benar-benar kehabisan akal. "Sudah aku bilang kalau mereka itu nggak akan..." "Gue nggak mau tahu Rian. lo yang bikin ide pisah mobil begini. udah bagus gue sama Tania tadi, malah lo yang sama gue." "Apa salahnya." "Salah. salah banget." "Haaahh! Mel, Nggak ada yang salah Mel. dan aku juga jamin kok kalau Tania nggak akan diapa-apain sama om." Amel menatap kesal Rian. bukan ini rencana awalnya mereka. Amel bahkan ingin makan bakso dengan Tania dulu sebelum mereka ke puncak. tapi semua digagalkan sama pria tampan di sampingnya ini. menyumpahi Rian? sudah ia lakukan sejak tadi. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN