18. Cupid untuk Amel

1078 Kata
Tania masih terdiam menatap black card yang saat ini sudah berpindah ke tangannya. Bahkan sekarang ia dari terisak berubah menjadi cegukan. Dan itu semakin membuat Bian gemas. "Kamu beneran ngasih ini sama aku?" Tanya Tania dengan polosnya dan tatapan bingungnya. "Iya itu buat kamu. Katanya mau shopping, mau beli makanan enak, mau keliling Indonesia bahkan keliling dunia kamu bisa." "Tapi Ini Nggak bohong kan?" "Ya ampun Tania, aku nggak bohong kok, kamu lihat aja sendiri." "Tapi..." "Udah. Kamu pegang ya. Kartu ini memang aku sediain untuk kamu. Sejak keuangan aku bisa menggunakan kartu ini, Aku sengaja buatkan satu untuk kamu. jika suatu saat nanti kita ketemu, aku akan berikan ini sama kamu dan ternyata Tuhan dengar doa aku." Tania menatap Bian dengan tatapan tak percaya, "tapi alasannya apa?" "Karena aku janji nikahin kamu saat kita ketemu." Deg! "Aku masih ingat semua janji itu Tania Dan aku sudah mempersiapkannya." Bian berdiri dari duduknya. Ia lalu melangkah menuju lemari pakaiannya dan mengeluarkan kotak tempat penyimpanan semua kenangan bersama Tania. "Kamu buka saja!". Ucap Bian. "Ini apa?" "Kamu buka deh." Tania meraih kotak tersebut dan membukanya. Hal pertama yang ia lihat adalah sebuah foto. Sosok dalam foto yang sangat ia rindukan. Ia mengambil foto tersebut dan menatap Bian. Ini Rian. Anak laki-laki yang dulu bertemu dengannya. Wajah yang sangat ia rindukan. Di foto itu ada dirinya dan Bian saat masih kecil. "Aku dulu ingin berikan foto itu buat kamu sebagai hadiah, tapi sejak sore itu kamu nggak datang lagi. Aku frustasi nungguin kamu terus. Tiap hari aku ke taman itu sampai aku menyerah untuk ke sana lagi. Tapi aku nggak pernah lupa sama janji aku. Kamu tahu? Aku sampai disebut gay sama orang-orang karena para wanita diluar sana tak terlihat menarik di mataku. Semua itu karena kamu. Mungkin kalau kamu nggak kembali, aku nggak akan menikah. Jadi..." Ucapan Bian terhenti karena Tania melompat ke dalam pelukannya. Tania menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan Bian, bahkan nyaris membuat Bian terjungkal ke belakang. "Kamu jahat. Jahat sama aku Bian. Kamu jahat. Hikss.." Tania memukul d**a Bian kesal. Ia kembali menangis. Namun tangisan Tania disambut dengan tawa dari Bian. Tania melepaskan kembali pelukannya dari Bian. "Berarti Amel nggak salah sama sekali. Yang dilihat Amel itu beneran kamu." Bian menautkan alisnya "maksudnya?" Tanyanya. "Dulu waktu aku pindah ke Malaysia, Aku minta bantuan Amel untuk datang ke taman itu dan lihat apakah ada anak laki-laki yang selalu datang ke tAman itu. Dan kalau ada, Aku minta Amel untuk ikuti Di mana rumahnya. ternyata Amel nggak salah. Rumah kamu emang di sana. hanya saja kamu yang jahat sama aku mengaku sebagai Rian. pantes aja Rian nggak tahu siapa aku. Ternyata Rian yang aku cari beda orang." Ucapnya kesal. Bian tersenyum. Ia menangkup kedua pipi Tania, "jujur dulu aku nggak tahu kenapa aku tiba-tiba menyebut nama Rian. Aku iseng Tania. Tapi ternyata isengnya aku ini justru berkelanjutan. Maafin aku ya." Tania mendengus kesal. Iya lalu menatap wajah Bian dengan seksama. Wajah yang membuatnya berdebar. Dan wajah itu wajah yang juga membuatnya merasa nyaman. "Tania, maafin aku ya. Hm.." Tania menatap Bian dengan tatapan yang lembut. Tania tersenyum manis lalu mengangguk. Iya mengambil kembali black card yang tadi Bian berikan padanya lalu menyerahkan kartu tersebut balik pada si pemilik. Aku balikin ya Bian langsung menggeleng Jangan ini memang untuk kamu Aku belum punya hak di sini Nggak kamu punya penuh di sini Tania Oke kalau aku punya hak penuh Di sini aku balikin lagi sama kamu. Sebagai gantinya, kamu harus temani aku kemanapun aku pergi dan apapun yang aku mau kita harus sama-sama terus. Dian mengulum senyumnya. Ia menyentuh puncak kepala Tania lalu mengusapnya dengan lembut aku janji semua waktu aku serahin sama kamu. Katanya mengangguk. Iya tersenyum lalu kembali masuk ke dalam pelukan Bian. Hatinya benar-benar bahagia bisa menemukan pria yang ia cari selama ini. Iya benar-benar merasa kepulangannya dari Malaysia bukalah kesia-siaan. "Sekarang, kita mau kemana?" Tawar Bian. Tania menatap Bian bingung, "Kita mau kemana emangnya? Kita nggak akan kemana-mana Bian. Kamu demam dan butuh istirahat." "Hah? Tania..." "Nggak Bian. Kamu harus istirahat. Apalagi tadi dari puncak ke sini kamu beberapa kali minta jadi kamu harus istirahat. Kamu harus makan dulu Siapa suruh perut kosong minumnya kopi cari mati ya. Bian menghela nafas berat. Kalau sudah begini, ia harus patuh ucapan ibu negara. Bian berdiri dan melangkah menuju tempat tidur dan berbaring di sana. Tania tersenyum geli. Ia lalu mendekati Bian dan menyelimuti Bian. "Kamu istirahat dulu. Aku buatkan bubur ya." "Bisa?" "Waahh meremehkan sepertinya." Ucap Tania spontan membuat Bian langsung tertawa. "Bukan ngeremehin Tania, tapi aku cuma nanya." "Ck! Kebiasaan. Kamu bakalan minta nambah. Lihat saja nanti. Pokoknya kamu tidur. Aku mau ke dapur dulu." Bian mengangguk. Setelahnya Tania langsung keluar. Dan sesampainya di luar, Ia langsung disambut oleh Rian dan Amel yang memang sudah menunggu kedatangan Tania. "Kayaknya ada yang baru baikan nih " goda Rian. "Kayaknya gitu sih. soalnya ada tulisan itu di wajahnya, ' lagi BuCin '."ucap Amel menimpali. Tania langsung melirik ke arah dua manusia yang tak jelas itu. "Apaan sih, nggak jelas banget. Kalian kurang kerjaan." bales Tania "Dih bilangnya gak jelas. Posesif banget sama lakinya. Sebelumnya juga lu selalu marah-marah nggak jelas. sekarang posesif banget lo sama laki lo. Mentang-mentang dapat black card Lo ya." Tania mendelikkan matanya jengah. Sepertinya julit nya Amel muncul sekarang. Amel sudah seperti wartawan gosip yang sedang menanyai targetnya. "Kepo banget sih. Wartawan gosip ya kamu." "Dih? Mulai gaje ni anak. Mentang-mentang lakinya udah ketemu." "Ck! Dari tadi laki laki laki terus." "Ya emang iya kan? Kalian itu kurangnya cuma belum nikah doang." Tania tersenyum pada Amel. Ia lalu melangkah mendekati sahabatnya tersebut, "Kenapa? cemburu ya? Jangan cemburu sayang. Tuh ada lelaki yang siap bahagia kamu." Amel langsung meringis dan menautkan alisnya ,"Siapa?" tanyanya. "Tuh Di sebelah kamu." Sontak saja Amel melirik ke sebelahnya dan matanya langsung tertuju pada Ryan Wooeekk!! "Tania, kayaknya lo salah sodorin orang deh sama gue. Kagak ada yang lain apa?" "Eh maksudnya? kamu nggak mau sama aku?" "Kagak. Apaan sih, Jangan mimpi deh. " "Kok mimpi..." Bukannya menjawab, Amel hanya mendengus. Ia kembali melirik fokus ke arah Tania. "Lo jangan aneh-aneh deh Tania." "Aku serius Amel." "Ck! Males ah gue. Mending gue pulang." Amel seketika merajuk. Ia langsung berdiri dari duduknya dan melangkah keluar. Tentu saja Rian langsung menyusul. Bagi Tania, tak ada mereka akan jauh lebih aman. Setidaknya dua manusia kepo itu tak mengganggunya saat masak. Tapi, Sebenarnya, Amel dan Rian memang sangat cocok. Sama-sama kurang kerjaan dan gila. *****

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN