2. Perintah

2166 Kata
Mansion Arentino Keduanya telah sampai di mansion arentino. Arvin membantu vania untuk turun dari dalam mobil dan menggandeng tangan vania dengan begitu mesra. Sungguh vania sangat muak saat ini, tapi dirinya menahan sebisa mungkin untuk tidak membentak pria itu, "Sayang ini adalah tempat tinggal baru kita, kini kita sudah sah menjadi suami istri," kata arvin sambil memeluk pinggang ramping vania. "Arvin sebenarnya aku belum siap untuk? Bisakah aku meminta waktu untuk mengenalmu terlebih dahulu," kata vania dengan wajah semeras mungkin, dirinya langsung melepaskan tangan arvin yg tengah memeluk pinggangnya saat ini. "Tentu saja sayang. Aku akan memberikan waktu untukmu, agar kau bisa mengenalku dengan baik," ujar arvin sambil membawa vania ke dalam mansion nya. Di teras arvin memperkenalkan vania sebagai istrinya dan sebagai nyonya di mansion ini. Para pelayan dan pengawal mengangguk-kan kepala mereka, pertanda mereka mengerti dengan ucapan majikannya itu. Arvin membawa vania memasuki kamar mewah miliknya, yg bernuansa maskulin khas kamar pria. Vania tanpa berbicara apa pun segera masuk ke dalam kamar mandi dan selesai membersihkan diri, vania keluar dan berbaring disamping ranjang untuk mengistirahatkan tubuhnya. Arvin pun masuk ke kamar mandi setelah vania menyelesaikan mandinya, Arvin juga ingin membersihkan tubuhnya yg terasa begitu lengket. "Vania. Bisa tolong ambilkan pakaianku di lemari," panggil arvin di dalam kamar mandi." Vania. Vania," panggil arvin karna tidak mendapat sahutan dari istrinya itu. "Arvin, kau ambil saja sendiri. Kau kan punya tangan," gerutu vania menahan rasa kesal di hatinya. Vania lebih memilih untuk membalas pesan dari kekasihnya dari pada menuruti perintah arvin. Suami nya itu. Arvin keluar dari kamar mandi dengan handuk yg melilit di pinggangnya yg berotot, arvin menoleh menatap vania yg tengah tersenyum - senyum sendiri. Membuat arvin hanya mampu menggelengkan kepalanya sambil berganti pakaian. Arvin hanya memakai celana pendek tanpa berniat memakai pakaiannya, dirinya langsung melangkah dan duduk di samping ranjang dengan tubuh telanjang miliknya. Sambil menatap tingkah laku vania yg terlihat cuek sekali padanya. Menyadari jika arvin tengah menatap dirinya, membuat wajah vania semakin masam. Dirinya segera mengambil semua bantal untuk ia jadikan sebagai pembatasan "Vania apa yg kau lakukan?" Tanya arvin merasa sangat bingung dengan kelakuan vania padanya. "Arvin bukan-kah aku sudah bilang, jika aku belum siap untuk hal ini. Jadi aku harus membuat pembatasan dengan semua bantal - bantal ini," ketus vania sambil tersenyum miring akan kemenangannya." Aku mau lihat sampai kapan kau akan betah bila aku perlakukan seperti ini arvin," batin vania sinis. "Iya aku tahu vania, tapi? Tidak perlu sampai memberikan batas seperti ini. Aku bisa mengontrol diriku sendiri," ujar arvin menatap tidak percaya dengan sikap gadis yg baru saja ia nikahi itu. "Tapi bagiku. Kau itu pria dan pasti tidak bisa dipercaya. Sudah, pokoknya aku ingin seperti ini," ketus vania sambil membuang muka ke arah lain. "Terserah kau saja vania, aku capek. Aku mau tidur," ujar arvin menahan rasa kecewa di hatinya, saat melihat sikap vania yg tidak bisa arvin percaya. Arvin segera berbaring, tapi arvin kembali menoleh saat dirinya menatap vania yg masih sibuk dengan ponselnya itu. Arvin menggelengkan kepala sambil bangun dan duduk di atas ranjang mewah miliknya sambil menoleh ke arah vania. "Ada apa dengan vania. Sepertinya dirinya tidak bahagia dengan pernikahan ini? Tapi kata ayah rohit? Vania sendiri yg menerima perjodohan ini," batin arvin menatap vania." Vania. Apa kau tidak bahagia dengan pernikahan ini?" Tanya arvin karna dirinya ingin memastikan terlebih dahulu. Vania yg berniat ingin mengatakan tidak bahagia menikah dengan arvin. Tapi vania sangat takut pada ayah nya, mau tidak mau vania terpaksa berbohong pada arvin. Dirinya menghela nafas beratnya, sambil menoleh menatap arvin yg masih setia menunggu jawabannya. "Kalau aku jujur ayah pasti akan menghajarku, lagian arvin ini kan orang kaya. Setidaknya aku bisa membantu kekasih ku untuk modal hidupnya, setelah kekasih ku sukses aku akan mencampakkan arvin," batin vania menatap tidak suka pada sosok arvin." Arvin tentu saja aku sangat bahagia. Aku hanya sedikit gugup saja, aku harap kau bisa mengerti dengan keadaanku. Kau tahu kan, aku baru lulus kuliah. Tentu saja aku masih sedikit labil," kata vania sambil tersenyum semanis mungkin. "Oh begitu. Baiklah vani, kalau itu memang keputusanmu. Ya, perkataanmu memang ada benarnya juga, kita belum mengenal satu sama lain. Tapi ku mohon jika aku sedang berbicara hargai aku, dan ponsel mu jangan terlalu sering di pakai saat ada aku atau pun tidak ada aku. Kau tahu media sosial mampu menghancurkan hidup siapa mu," nasehat arvin sambil menatap sang istri. "Hahahaha," Vania tertawa geli sambil menatap sosok arvin." Kau ini hidup di jaman apa arvin. Kata siapa media sosial akan menghancurkan hidup kita, kau ini aneh sekali," kata vania sambil tersenyum miring seakan tengah menyindir sosok arvin. "Aku bukannya nolak vania atau jaman apa yg kau maksud itu. Aku hanya mengingatkan agar kau mengingat semua ucapanku. Dan apa yg ku katakan semua itu berlaku untuk dirimu, karna kau adalah seorang istri. Apa yg aku butuhkan kau pasti tau cara melayani seorang suami bukan dan semua aktivitasnya," kata arvin tersirat sindiran untuk vania. Vania mengepalkan kedua tangannya sungguh ingin sekali ia memaki dan memukul arvin. Tapi dirinya mencoba untuk menahan rasa itu dengan terpaksa vania mematikan ponselnya dan segera berbaring. "Baiklah. Sepertinya aku sudah mengantuk. Selamat malam," kata vania sambil memejamkan kedua matanya. "Malam," jawab arvin sambil ikut berbaring dan mulai menutup kedua matanya. Vania menahan rasa bencinya pada sosok arvin yg seenaknya memerintahkan dirinya. "Sialan. Siapa dia berani - beraninya mengajari seorang Vania Keisya," gerutu vani menahan amarah dihatinya." Untuk saja aku butuh kau, jika tidak sudah aku tendang kau jauh - jauh dari hidupku. Gara - gara kau, aku harus berpisah dari kekasih ku," batin vani sambil membuka kembali ponselnya dalam diam." Sayang aku merindukanmu, aku tidak sabar untuk bertemu denganmu besok," batin vania sambil tersenyum dengan wajah berbinar saat melihat foto sang kekasih. **** Pagi - pagi matahari mulai memancarkan sinar dan cahaya terang di pagi yg indah. Vania telah terbangun sedari tadi, tapi tidak bagi arvin ia biasanya harus di bangunkan terlebih dahulu. Entah pelayan atau kedua adiknya. "Seorang Billionaire tapi pemalas," gerutu vania menatap sinis arvin yg masih tertidur dengan begitu nyenyak saat ini. Tok Tok Tok Suara ketukan pintu, seorang pelayan masuk dan segera berjalan ke arah arvin yg masih tertidur. Vania yg melihat pelayan itu berjalan ke arah arvin membuat vania menatap penasaran pada pelayan itu. "Tuan. Tuan muda bangun ini sudah jam 7 pagi. Tuan. Tuan," panggil sang pelayan dengan suara lembut nya, membuat arvin menggerakkan tubuhnya yg masih bertelanjang d**a. Arvin segera membuka kedua matanya sambil menatap ke arah seorang pelayan yg masih berdiri dengan setia di hadapannya. "Oh iya. Dimana vani? Kenapa kau yg harus memanggil aku?" Tanya arvin sambil menoleh ke arah vania yg tengah berdandan." Kau boleh pergi sekarang," perintah arvin dan pelayan itu pun berjalan pergi meninggalkan kamar arvin dan vania. "Vania. Kenapa bukan kau yg memanggil aku, karna jika aku tidak di panggil. Aku tidak akan bisa bangun, mulai besok dan seterusnya kau yg harus membangunkan aku. Jangan pelayan lagi," perintah arvin sambil berjalan masuk ke dalam kamar mandinya. "Dia kira aku ini pelayan nya apa? Oh ya ampun, memang nya dia itu sudah mati sehingga tidak bisa bangun dengan sendirinya. Ingin sekali aku mencekik nya, tahan vani. Tahan, ingat tujuanmu," batin vani tersenyum sinis. Vani dengan terpaksa menyiapkan semua pakaian arvin, tapi sayang pakaian yg vani siapkan tidak sesuai yg arvin pakai biasanya, Ckreeek Arvin keluar sambil mengeringkan rambut hitamnya. Dirinya berjalan ke arah ranjang, dimana pakaian diletakkan vania. Arvin menatap pakaian yg di siapkan vania yg tidak sesuai dengan warna pakaiannya. "Vania. Pakaian apa yg kau siapkan ini? Kau inikan seorang perempuan, tentu kau tahu sesuai atau tidak sesuainya," gerutu arvin menahan rasa kesalnya saat ini. "Aduh arvin. Aku mana tahu apa yg kau suka, aku sudah terbiasa hidup enak dan mana mungkin aku bisa melayanimu dengan baik. Apa lagi permintaanmu itu," gerutu vania ikut emosi sambil menunjuk wajah arvin." Sudahlah aku mau turun dulu," tambah vania sambil melangkah pergi dari kamar mewah itu. Arvin menggelengkan kepala melihat tingkah laku vania, dirinya segera memilih pakaian yg sesuai untuk dirinya dan segera ia pakai. "Mungkin vania membutuhkan waktu. Tidak apa - apa, aku masih bisa melakukannya. Aku yakin lambat raut vania pasti akan paham," batin arvin tetap berpikir positif. Arvin berjalan keluar dari kamarnya, dirinya menuruni anak tangga. Bisa ia lihat jika vania tengah menikmati sarapannya. Arvin menghela nafas kecewa saat melihat tingkah laku vanila yg diluar perkiraannya, bahkan gadis itu sarapan sambil memainkan ponselnya. Tanpa mau menanyakan kabar atau memberi sapaan selamat pagi padanya. Bahkan melayani arvin di meja makan pun tidak, hingga kedua pelayan berlari ke arah arvin. Mereka berniat melayani majikan mudanya, tapi segera di hentikan oleh arvin. "Kalian boleh pergi. Biarkan istriku yg melakukannya, ini adalah tugas seorang istri bukan tugas kalian," ujar arvin membuat dua pelayan itu mengangguk sambil meninggalkan arvin." Vania simpan ponselmu," perintah arvin berusaha untuk menahan kemarahannya saat ini. Membuat vania menoleh ke arah arvin dengan wajah kesal nya. Vania menatap kesal ke arah arvin yg lagi - lagi berani memerintahnya. "Baiklah," jawab vania terpaksa. "Siapa dia. Berani sekali dia memerintah aku, awas saja," batin vani. "Apa kau lupa dengan tugas seorang istri?" Tanya arvin, "Memang nya tugas seorang istri apa?" Tanya vania balik. "Vania. Aku tahu kau bukan anak kecil lagi, kau pasti sudah tahu tugasmu sebagai seorang istri. Yaitu, melayani suamimu saat dimeja makan dan aktivitas suamimu," kata arvin mencoba bersabar. Vani segera berdiri walau dirinya tengah menahan rasa kesalnya saat ini. Dirinya segera mengambilkan arvin nasi goreng dan lauk. Hati arvin mudah tersentuh hingga pria itu seakan lupa dengan apa yg sudah di lakukan oleh istrinya itu. Ya, begitulah sosok arvin, dirinya adalah pria yg sangat baik dan hatinya sangat lembut. Tapi jangan pernah mempermainkan perasaan pria itu. Bisa saja kebaikan pria itu akan berubah setelah dirinya dikhianati oleh orang yg ia percayai, Arvin segera menikmati sarapan yg diberikan vania untuk dirinya. Selesai sarapan arvin mengeluarkan kartu credit dan ATM miliknya. "Vania ini untukmu," ujar arvin sambil memberikan kartu credit dan ATM ke tangan vania." Jika kau mau berbelanja kau bisa memakai kartu kredit saja atau jika kau ingin uang ambil di ATM. Kau tahu kodenya? kodenya tepat di hari pernikahan kita," ujar arvin memberitahukan pada vania PIN ATM miliknya. Vania tersenyum manis saat diberikan benda yg sangat bermanfaat baginya, "Terima kasih arvin," ujar vania dengan wajah berbinar saat melihat dua kartu yg kini sudah di tangannya. "Baiklah. Aku harus pergi dulu," kata arvin sambil mengecup kening vania dan berjalan pergi meninggalkan vania. "Iiuuhhh. Menjijikkan sekali. Berani sekali dia mencium diriku," gerutu vania segera mengambil tisu untuk membersihkan keningnya yg bekas kecupan arvin." Untuk saja aku diberikan ini, jika tidak? Aku tidak akan pernah mengijinkan dia menciumku. Lebih baik aku menemui kekasihku," kata vania saat mengingat kekasihnya itu. Vania segera bersiap - siap untuk menemui sang kekasih, tidak menunggu lama vania keluar dari mansion arvin menuju mobil yg sudah di siapkan arvin secara khusus untuk dirinya, "Antarkan aku ke cafe yg tidak jauh dari daerah ini," perintah vania dan langsung di anggukin sang supir. "Baik non," jawab sang supir, Mobil segera berjalan menuju cafe dimana vania inginkan. 5 menit kemudian mobil milik vania telah berhenti tepat di depan sebuah cafe. Vania turun dengan anggun nya, senyuman vania semakin mengembang saat melihat sang kekasih telah datang dan dengan setia menunggu dirinya. Hari ini vania memakai dress mini diatas lutut, menampilkan kaki jenjangnya yg terlihat begitu mulus. "Ternyata kekasih ku yg tampan ini sudah menungguku lupanya," batin vania semakin bahagia." Kau pergilah, nanti aku akan menelponmu lagi," perintah vania dengan wajah angkuhnya dan mendapat anggukan patut dari sang supir. Mobil pun berjalan pergi, meninggalkan vania. epatnya di depan cafe. Seorang pria tampan tengah menatap sekeliling mencari sosok vania, gadis yg ia nantikan untuk membawakan dirinya uang yg banyak, itulah yg ada di isi kepala pria tampan itu saat ini. Vania melangkah memasuki cafe tempat dimana dirinya bisa menemui sang kekasih hatinya. "Dimana vania. Lama sekali, padahal aku butuh uang hari ini untuk berpesta dengan teman - teman wanita ku," gerutu pria tampan itu menahan rasa kesalnya pada kekasihnya itu, lebih tepatnya kekasih bodohnya. "Sultan aku merindukanmu sayang," ujar vania sambil memeluk punggung pria tampan itu. Membuat pria itu tersentak kaget, Pria tampan itu tidak lain ada sultan. Kekasih dari vania. Meski rohit melarang hubungan mereka. tetap saja vania tetap bersikukuh untuk mempertahankan kekasihnya itu. "Apa vania mendengar ucapanku tadi? Celaka," batin sultan terlihat begitu cemas saat ini." Oh aku pun merindukanmu sayang," ujar sultan sambil mencium bibir vania. "Aku pun sama sayang, kau tahu aku sangat kesal melihat pria bernama arvin itu, tapi mau bagaimana lagi. Aku terpaksa menikah dengannya sayang," gerutu vania sebel. "Syukurlah dia tidak mendengarnya," batin sultan tersenyum miring." Ya, mungkin ini takdir kita vania. Kau tidak pantas dengan pria miskin seperti diriku ini," ujar sultan berpura - pura menahan rasa sedihnya." Apa sebaiknya kita akhiri saja hubungan kita vania," tambah sultan, dirinya berniat membuat vania semakin bersedih dengan keadaannya. Terlihat jika kedua mata vania kini sudah berkaca - kaca membuat vania menggeleng kuat pertanda jika dirinya tidak setuju dengan ucapan kekasihnya itu. tbc,
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN