"Biasa kali liatinnya. Udah-udah kalian lanjut bakar-bakaran lagi," kata Marlina dengan gerogi.
ECahaya api unggun memancar di tengah malam yang tenang. Sri dan Queeny duduk bersama di bawah bintang yang berkilauan, sementara bau harum jagung bakar melayang di sekitar mereka. Sri mmebawakan jagung bakar dan dia berikan pada Marlina dan Queeny.
"Thaki, Sri," ucap Queeny.
Sri mengangguk.
Queeny memandang jagung bakar di tangannya dengan senyum tipis, tetapi matanya mengisyaratkan rasa khawatir yang dalam.
"Sri, kita masuk ek tenda aja yu, ayu Queeny," titah Marlina.
Mereka bertiga memutuskan untuk masuk ke tenda yang nyaman. Di dalam tenda, sinar bulan temaram menyelinap melalui jendela, menciptakan permainan bayangan yang indah. Sri, Queeny, dan Marlina duduk di atas matras empuk. Marlina memandang mereka dengan keraguan yang terlihat di matanya.
Marlina menarik napas panjang sebelum akhirnya berkata, "Sri, kayaknya harus tahu deh."
Queeny memebelakan matanya.
Sri terengah. "Ada apa kek serius banget deh?"
Marlina bertatap dengan Queeny, mencoba menenangkan temannya yang gugup.
Marlina menghela nafas dalam-dalam sebelum mengungkapkan, "Queeny, mungkin saatnya lo harus jujur sekarang."
Sri dan Queeny saling pandang, ketegangan memenuhi ruangan.
Queeny akhirnya bertanya dengan nada gemetar, "Apan sih, Marlina?"
Marlina mengangguk, tahu bahwa saatnya telah tiba. "Queeny, lagi hamil."
Sri terkejut, tetapi tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Dia memeluk Queeny dengan erat, sementara air mata kebahagiaan mengalir di pipinya.
Sri berseru dengan sukacita, "Oh, Queeny, lo hamil? Selamat ya, pasti Pak Yusuf senang."
"Nah justru itu Pak Yusuf belum tahu, dan itu keinginan si anak satu ini nih!" Marlina mengisyaratkan dengan kepalanya.
"Loh kenapa? Apa jangan-jangan kalian berantem? Apa karena pak Yusuf udah ngundurin diri sebagai dosen?" Sri mulai menerka penyebab ketidak harmonisan Queeny dan Yusuf.
"Panjang deh ceritanya Sri."
"Dan kabar selanjutnya adalah Queeny juga mau pindah kuliah, mau tahu kuliahnya di mana?"
Sri mengangguk, "Dimana dimana?"
"Dia baru aja dapat pengumuman kelulusan administrasi dari Turki, bentar lagi dia masuk ke tes wawancara," papar Marlina.
"Hah? Serius, kenapa pindahannya jauh banget sih?"
"Sekalian healing Sri," celtuk Queeny.
"Iya sih kalau gue jadi elo juga bakalan ngambil keputusan yang sama, lo berhak bahagia dan berhak pilih yang lo pengen, salut gue sama lo." Sri menepuk pundak Queeny.
"Thanks ya, Sri."
"Ah, gue mestinya yang terima kasih sama kalian berdua, kalian udah baik banget sama gue, pernah nolongin gue, pernah ngasih tumpangan gue, sampai yakinin orang tua gue kalau gue berhak diterima sama mereka," jelas Sri.
"Ah, nanti gue bakalan kangen sama lo Queen, lo baik-baik di sana apalagi lo lagi hamil kaya gini. Pantesan kok gue udah curiga lo hamil ya? Karena perut lo keliatan banget ngebentuknya, ini udah masuk berapa weeks?" sambung Sri.
"Gue belum periksa," kata Queeny.
"Ya Allah, harusnya lo langsung periksa buat bisa konsultasi dan nanti lo dikasih vitamin segala macemnya, jangan kaya gue, acuh banget sama bayi yang gue kandung sampe gue kehilangan dia," imbuh Sri dengan mata berkaca-kaca.
"Aduh, maaf ya jadi inget deh lo," sahut Marlina.
Tiga hari liburan di Lembang berjalan dengan penuh kegembiraan, meskipun Queeny semakin terlihat lemah dan kesakitan setiap harinya. Morning sickness yang tak kunjung reda telah menguras tenaganya. Saat matahari mulai terbenam di cakrawala yang indah, Queeny merasa tubuhnya tidak tahan lagi.
Saat mereka duduk di teras vila, Queeny bersandar dengan wajah yang pucat, mencoba menahan rasa mual yang datang begitu tiba-tiba.
Sri yang tampak khawatir kedua tangannya menyangga tubuh Queeny, "Queeny, lo kenapa?"
Queeny merintih pelan. "Sri, gue ngerasa lemes banget sumpah, apa separah ini kalau hamil?"
"Ada apa-apa?" Agung yang tiba-tiba datang.
Tbuhnya terasa lemah, dan dia akhirnya ambruk di lantai teras.
Marlina yang juga panik, "Ayo kita bawa aja ke rumah sakit!"
"Gue kasih tau dulu bang Arga." Agung berlari mencari keberadaan Arga.
Tidak lama kemudian Arga datang membawa mobil.
"Kalian ke rumah sakit aja duluan, gue bareng Nasir sama Bang Nusron beresin dulu peralatan nanti kita nyusul," ujar Agung yang diangguki oleh Marlina dan Sri.
Queeny, dengan bibirnya yang pucat, ia merintih karena mengalami keram dibagian perut.
Sesampainya di rumah sakit terdekat Queeny segera dibawa ke Unit gawat darurat.
Marlina dan Sri sedang menunggu di luar.
"Aduh gue takut sama Queeny," kata Marlina.
"Mar, lo hubungi orang tuanya," ujar Sri.
"Oh iya."
Sri pun menghubungi Sarifah tentang kondisi Queeny. Satu jam kemudian Sarifah dan Malik datang.
"Kenapa? Queeny nggak kenapa-kenapa kan?" tanya Sarifah yang kepalang panik.
"Sabar, Umi," ucap Malik menenangkan.
Lalu, datang perawat menghampiri mereka.
"Keluarga Nyonya Queeny?"
"Kami orang tuanya," jawab Sarifah.
"Mari masuk, dokter akan menjelaskannya di dalam," katanya.
Sarifah dan Malik memasuki ruangan.
Dokter Anderson memulai pembicaraan dengan lembut, "Selamat sore, Nyonya Queeny. Saya adalah Dokter Andi. Kami akan mencari tahu mengapa Anda merasa begitu lemah dan kekurangan cairan."
Matanya yang lemah mencari tahu lebih lanjut tentang apa yang terjadi, Queeny bertanya, "Dokter, mengapa saya merasa sangat lemah dan sering muntah?"
Dokter Anderson tersenyum dengan penuh perhatian, "Kita akan mencari tahu alasannya, Queeny. Gejala mual dan muntah yang Anda alami bisa menjadi tanda-tanda morning sickness, terutama jika Anda sedang hamil. Namun, pada kondisi Anda yang lemah, kami harus memeriksanya lebih lanjut. Apakah ada perubahan dalam pola makan atau aktivitas Anda?"
Orang tua Queeny, yang duduk di sudut kamar, saling bertukar pandang dengan wajah kaget. Sarifah berkata ragu, "Morning sickness? Maksudnya Queeny hamil, Dok?"
Dokter Anderson dengan bijak menjelaskan, "Iya betul, morning sickness bisa dialami oleh wanita hamil, dan itu bisa menjadi penyebab mual dan muntah yang parah. Namun, mengingat kondisi Anda yang lemah dan risiko dehidrasi, kami akan melakukan USG untuk memastikan. Nyonya Queeny, apa Anda setuju?"
Queeny mengangguk, merasa lemah dan cemas tentang apa yang akan terungkap dalam pemeriksaan selanjutnya. Dokter Anderson mempersiapkan alat-alat untuk USG dan mulai menjalankannya dengan penuh kehati-hatian.
Saat gambar janin mulai muncul di layar, suasana di ruangan berubah menjadi penuh ketegangan. Dokter Anderson memberikan komentar lembut, "Queeny, ini adalah gambar USG bayi Anda. Alhamdulillah sehat."
Queeny melihat gambar itu dengan mata berkaca-kaca. Dia tidak tahu harus merasa senang atau bingung. Orang tuanya terlihat penuh kebingungan.
Dokter Andi melanjutkan, "Queeny, Anda sudah masuk ke minggu ke-12 kehamilan. Queeny, berdasarkan kondisimu yang lemah dan mual yang sering, saya akan meresepkan beberapa obat dan vitamin yang akan membantu meredakan mual dan menjaga kesehatanmu serta bayi."
"Baik, Dok. Terima kasih," ucap Queeny lemah.
Dokter pun keluar dari ruangan Queeny. Sarifah dan Malik yang sudah tidak tahan itu segera memeluk Queeny.
"Masya Allah, kamu hamil, Nak?" tanya Malik.
"Kamu sengaja sembunyiin ini ya?" sela Sarifah menduga.
"Maafin Queen, Umi Abi, Queen belum sanggup aja cerita, tapi ternyata hamil itu nggak mudah ya? Apa dulu pas Umi hamil Queen kaya gini?"
"Setiap orang itu beda-beda sayang, ada yang mual parah ada yang nggak, dulu waktu umi hamil kamu, kamu itu nggak pernah rewel loh, justru dulu tuh umi lebih suka ngemil, makan yang banyak, tapi ya udah besarnya baru kamu rewel, hahah," jawab Sarifah.
"Ah, umi," rengek Queeny.
Tiba-tiba, pintu kamar diketuk dari luar.
"Assalamualaikum," ucap Marlina.
"Wa'alaikumsalam," jawab serentak.
"Sini, masuk, Mar," sambut Sarifah.
"Queen, gue sedih liat lo begini, lo yang sabar ya, gue yakin kamu kuat," kata Marlina.
Queeny menganggukkan kepalanya.
"Oh iya, kalian udah harus pulang ya?" tanya Queeny.
"Iya, maaf ya Queen nggak bisa lama-lama temenin kamu," sahut Sri.
"Iya deh, sampain ya bilang makasih sama Agung, Nasir, Kak Arga, Kak Nusron," ucap Queeny.
"Iya iya, sampe di absen segala."
"Lo nggak mau ketemu mereka dulu?"
Namun, belum juga Queeny jawab mereka justru masuk ke ruangan. Mereka masuk dengan tersenyum pada Queeny, mereka juga membawa bingkisan buah-buahan.
Tetapi, Agung hanya berjalan perlahan, ia menatap Malik, Malik pun tersenyum padanya.
"Hai Nak, gimana kabarmu?" tanya Malik pada Agung.
"A-aku baik," kata Agung.