14

2386 Kata
Abizard dan Raja, meski lebih sering berada di rumah, (di rumah Abi lebih tepatnya) bukan berarti keduanya adalah tipe anak culun yang tidak punya teman sama sekali. Jika bukan karena Abangnya Abi yang memutuskan untuk tinggal di negara lain setelah menikah, Raja tentu pasti sudah diseret oleh Abi untuk bertemu teman-teman dekat mereka setiap harinya. Dan kamu pasti tidak asing dengan sesuatu yang Abi dan Raja miliki dalam pertemanan mereka. Dalam tiap kelompok pertemanan, akan selalu ada teman perempuan yang menyukai satu di antara teman lelakinya, atau berlaku kebalikan. Sabine adalah gadis yang memerankan karakter tersebut dalam pertemanan mereka. Bedanya dengan cerita kebanyakan adalah hanya ada kemungkinan sangat kecil bagi Raja untuk menyukainya balik. Dan tidak ada teman laki-laki lain yang diam-diam menyukai Sabine. Tidak ada cinta segitiga dalam pertemanan mereka, hanya cinta satu arah saja dari Sabine untuk Raja. Raja ingat sekali bagaimana ia bisa kenal dengan Sabine Arafah. Abi lah yang membawa gadis ini ke dalam circle mereka dengan alasan bahwa Sabine adalah anak teman Mama Fay, dan dia dipaksa oleh orang tuanya untuk mengajak Sabin main karena tidak ada yang suka-rela main dengan Sabine. Sejak hari itu, sepulang sekolah, Raja tau ada yang salah pada Sabine karena dia selalu menatapnya aneh. Tatapan yang sudah Raja abaikan sejak mereka duduk di kelas delapan. Tatapan yang sejak bertahun-tahun lamanya, terasa paling parah hari ini. Berani sekali cewek ini menatapnya seperti itu di depan Papa dan Nenek. Nenek kandungnya maksud Raja. Karena begini, bukan berarti pandangan Mama tidak penting, hanya saja Mama memang sudah menagih menantu padanya tiap kali mereka punya kesempatan bicara berdua saja di rumah ini. Mana mintaknya manja banget. “Pacar kamu, ya?” tanya Jana setelah menyikut Raja kemudian tersenyum malu-malu, tepat sama seperti yang Sabine lakukan. Saking gemasnya dengan tingkah Jana, Raja yakin kalau kepala gadis ini ditempatkan di antara kedua giginya, pecah itu kepala. “Eh!” seru Rizka sedang Sabine melotot melihat bagaimana Raja meraih lengan Jana dan menariknya menjauh. “Tamu kamu bisa salah paham sama Nenek, Ja!” ucap Jana yang diarak ke lantai atas. Namun begitu Jana tetap tersenyum lebar karena Sabine sudah bukan ancaman lagi. Dia bisa melanjutkan misinya dengan tenang. Sedangkan soal perasaan Sabine pada cucunya, Jana tidak bisa menjanjikan hati Raja untuk Sabine karena anak Mami Popon harus berusaha sendiri. Untuk ukuran orang yang selalu bermusuhan dengan Sabine, Jana sudah sangat baik bersedia menciptakan momen untuk keduanya. “Kamu bukan pacar Raja, kan?” tanya Bilal pada gadis yang tampak sangat tidak rela melihat Raja menghilang dari pandangannya. Sabine membenarkan hal tersebut pada orang yang pastinya adalah Papa Raja. Dia kemudian menjelaskan bahwa ia sudah berteman dengan Raja sejak SMP. “Tapi kamu perempuan pertama yang datang ke rumah kami,” ucap Rizka riang kemudian meminta Sabine untuk duduk sementara dia membuatkan minum. “Jana yang pertama,” ucap Bilal, dia jelas tidak setuju dengan sang istrinya tentang Sabine. Gadis ini memang terlihat cantik dan pakaiannya menunjukkan dia juga adalah gadis baik-baik. Tapi sejauh Bilal mengenal anaknya, Raja tentu tidak akan menyukai gadis seperti Sabine. Bagaimana ya, menjelaskannya? Sabine terlihat seperti wanita yang rela mengorbankan apapun untuk pria yang dia cintai, dia juga bukan gadis yang ragu untuk mengejar seseorang. Bilal menyentuh dagunya kemudian mengangguk-angguk. Raja adalah anaknya dan dia juga sudah tumbuh tepat seperti yang pria itu bayangkan. Raja tentu tidak akan melenceng dan memilih perempuan yang bisa ia dapatkan hanya dengan bernapas. Tidak ada tantangannya sama sekali. Bilal juga tidak suka dengan menantu yang akan memihak Raja sepanjang tahun. Ia menginginkan menantu yang bisa menjadi sekutunya sesekali. “Jana neneknya,” ucap Rizka dengan tatapan yang jelas meminta Bilal untuk balik kanan dan duduk di ruangan lain yang pria itu inginkan kalau memang dia tidak menyukai Sabine. “Jana tetap perempuan.” Bilal, sebagai suami yang baik segera meninggalkan ruang tamu dan menghabiskan waktunya di ruang kerja. >>> “Kenapa Sabine bisa ada di rumah kita, Nek?” “Entah lah, kenapa Sabine bisa ada di rumah kita, Ja?” tanya Jana balik. “...” “Bukan kamu yang ngundang?” tanya Jana melihat bagaimana Raja menahan emosinya dengan mengatupkan kedua rahang. “Jangan pura-pura b**o, Jan!” ‘Plan A gagal, plan B masih ada,’ gumam Jana membatin. sebenarnya dari awal gadis itu sudah membayangkan bahwa mustahil Raja tidak akan mencium keanehan ini. Apalagi setelah Sabine menceritakan bagaimana ia bisa mengenal Raja. Jika Raja tau bahwa Sabine adalah anak wanita yang Bang Abi panggil dengan sebutan Mama Popon (Mami Popon bagi Jana), dia juga pasti bisa menebak hubungan Jana dengan Sabine. Mustahil Raja kesulitan untuk melihat bahwa Jana yang membuat Sabine datang ke rumah mereka. Jana menghambur kemudian memeluk Raja. Dan jangan lewatkan kikikannya yang tiba-tiba membuat Raja kalem. Atau pelukannya yang mebuat Raja kalem? Entahlah. Raja yang mendapatkan Jana memeluknya saat pria itu sedang sangat marah hanya bisa mengangkat kedua tangan ke udara. Sangat tidak bisa ditebak sekali gadis ini. “Kenapa kamu ga bilang kalo kamu sahabat Abangku?” tanya Jana yang kedua tangannya melingkari tubuh keras Raja sedang kepalanya sengaja mendongak agar ia bisa melihat ekspresi sang cucu. Hanya saja harusnya Sabine dengan tingginya yang 153 cm lah yang paling cocok dengan posisi ini karena saat ini Jana merasa jika Raja menunduk, maka gawat. Wajah mereka bisa sangat dekat dan Sabine akan cemburu buta. “Apa gue lagi bahas Abi? Kita lagi bahas kenapa Sabine ada di rumah ini. Mama pasti udah tukeran kontak WweChat sama dia, Jan! Diam-diam Papa pasti lagi menghina selera gue.” “Berarti sekalipun kamu ga pernah bahas aku ke Bang Abi? Kamu ga pernah bener-bener ga suka ada aku di rumah ini?” tanya Jana, dia juga mengingatkan Raja akan sikap pria itu saat pertama kali bertemu dengannya. “Kamu ingat ga sama aku? Ingat pertama kali kita ketemu? Kamu pasti ga ingat, lagian hari itu semua orang datang memang pengen ngeliat aksi si Khalee. Aku bukan orang yang satu-satunya ada di grandstand waktu itu. Kita sempat foto bareng bertiga, Ja. Mana aku masih pajang fotonya di Innstagramku.” Tentu saja Jana sudah mengetahui bahwa pembalap muda Indonesia yang wajahnya tidak pernah terlihat di tiap pertandingan adalah cucunya sendiri. Jana benar-benar tidak punya bayangan bahwa Khaleef pembalap adalah Khaleef Akarsana Syahzad. “Jana! Ga usah rapat-rapat lo sama gue!” ucap Raja setelah berhasil memisahkan kedua tangan Jana yang menyatu di belakang punggungnya kemudian menjaga jarak dari sang Nenek. “Biar Sabine ga cemburu, ya?” goda Jana. “Iya deh, ga rapat-rapat. Jarang-jarang aja,” kikiknya. “Yang gatel pengen punya laki cepet-cepet itu elo, ya, Jan. Kenapa sekarang gue ikutan disodorin anak temen bokap lo?” tanya Raja yang tidak bisa sesantai Jana. “Engga disodorin. Aku masih butuh ditemenin kamu kemana-mana tiap hari. Nyariin kamu jodoh secepat ini namanya bikin masalah untuk diri sendiri.” “Terus yang di bawah itu apa?” Ekspresi jenaka Jana hilang dan sekarang gadis itu cemberut. “Sabine yang bikin kita lari kata atlet hari itu. Sabin juga yang bikin aku malu aku hari itu sampe rasanya aku pengen jadi Nenek orang lain aja.” “Hari itu?” “Hm,” angguk Jana. “Waktu itu-ku copot,” ucap Jana lagi karena Raja tampak berpikir keras. Rupanya dia bisa menebak hubungan kedatangan Sabine dengan dirinya tapi tidak dengan kejadian waktu itu. Kejadian yang sudah berlalu beberapa minggu. Kejadian yang membahasnya sudah tidak terlalu memalukan karena Jana bersumpah ia dan Raja jauh lebih akrab sekarang. “Tadi waktu ngajak kamu ke luar itu biar ketemu sama Sabine. Tapi Om Bilal ga ijinin. Kalo hari ini dia ga ketemu sama kamu, dia pasti langsung ngadu sama Ayahku.” Raja tersenyum kemudian meraih tangan kanan Jana. “Berarti lo ga serius nyuruh gue sama dia, ‘kan?” “Memangnya kalo aku atau bahkan Om Bilal yang maksa kamu sama Sabine, kamu mau?” Raja menggeleng, “Lagian waktu itu, ‘kan, Nenek bilangnya nyari istri minimal secantik Nenek,” ucap Raja yang saat ini berlagak seperti cucu paling patuh sedunia. Mengangguk setuju, Jana menambahkan. “Punya cewek pendek begitu juga lama-lama bikin kesehatan kamu bermasalah. Nyium dia harus harus membungkuk dulu. Lama-lama kamu bisa kena kifosis. Ga bagus.” “Tapi dia bakal nempel banget,” keluh Raja. Selama ini dia harus mengode Abi tiap kali Sabine membuatnya risih. Kemudian Abi sebagai teman terbaik di dunia akan membantunya dan berakhir perang dengan Sabine karena gadis itu menuduh Abi cemburu sedangkan Abi pastinya merasa perlu membersihkan dirinya dari fitnah tersebut. “’Kan, ada aku.” Raja menatap gadis itu lama kemudian mengajaknya untuk membuat Sabine keluar dari rumah ini secepat mungkin. >>> Saat keduanya sampai di bawah, benar saja Sabine sudah sangat akrab dengan Mamanya Raja. Wanita itu bahagia sekali mengatakan bahwa Sabine datang dengan kue yang khusus dibuatkan untuk Raja. “Enak loh, Ja.” “Oh, ya?” ucap Raja malas. Meskipun paling sering bertengkar dengan Papa, mungkin karena beliau tau apa yang Raja inginkan dan selalu menentangnya. Tapi Mama yang selama ini selalu membela Raja sepertinya memang tidak mengerti Raja sebanyak Papa. Sabine tidak tau bahwa mendapatkan hati Mama-nya Raja akan se-menyenangkan ini. Sabine tidak mengatakannya mudah karena hal tersebut akan membuat Mama Raja terkesan tidak memiliki standar. Dan hal itu juga akan melukai harga dirinya sendiri mengingat Sabine menaruh harga dirinya terlalu tinggi. Hanya kepada Raja seorang saja gadis itu rela melakukan hal-hal yang selama ini tidak pernah dilakukannya. Namun begitu, dia yakin bahwa hari-hari yang akan ia lalui untuk mendekatkan diri pada calon mertuanya ini pasti terasa menyenangkan. Sabine mengambil sepotong kue yang dengan bangga ia sebut hasil karyanya dan Mama semalam kemudian malu-malu menyodorkannya pada Raja. “Gimana, Nek?” tanya Raja pada Jana yang sigap mengambil suapan tersebut sehingga Raja tidak harus merasa geli sampai malam nanti saat ia menutup mata. “Hm.. beneran enak. Tapi kamu ga suka manis, ‘kan?” “Ga suka,” ucap Raja menggeleng. Sabine melotot, barusan itu, dia tidak berani untuk menatap Raja. Makanya saat menyuapkan kue tadi Sabine tidak yang langsung menatap pria itu. Siapa yang menyangka kalau Jana merebut kue yang ia berikan untuk Raja. “Raja makan manis! Lo ngapain makan kue yang gue kasih khusus untuk Raja?” “Kata siapa dia suka manis?” “Kata gue! Gue yang lebih dulu kenal sama Raja. Gue udah sama dia dari SMP dan Raja makan manis walau ga banyak.” “Dari SMP aja belagu. Raja ini cucu gue. Gue bilang jangan makan dia pasti ga makan. Kalau gue bilang makan, sekalipun itu makanan udah basi harus ditelan kalo dia ga mau jadi cucu durhaka dan masuk neraka.” Raja memonyongkan mulutnya, menahan tawa. “Gue ga mau masuk neraka,” ucapnya setuju. Bagi sabine yang sudah berteman dengan Raja bertahun-tahun, ini adalah kali pertama dia melihat Raja begitu setuju pada omongan orang. Tentu saja gadis itu kaget. Sesayang dan sepatuh itu kah raja pada orang tua termasuk Neneknya? Gawat, kalau begini sabine harus menjilat musuhnya sendiri. Tapi bukan seperti ini perjanjiannya. Sabine lah yang mengancam Jana. “Lo ga peduli lagi kalo gue ngadu ke Ayah lo, Jan?” bisik Sabine setelah menarik Jana cukup jauh sehingga Raja tidak akan mendengar mereka. “Peduli lah. Lo lupa kalo Raja bakal ada pertandingan bulan depan? Cucu gue udah dalam mode diet ketat sekarang. Lo mau liat calon laki lo kecelakaan?” tanya Jana yang pastinya sedang membuat leluhurnya bangga. Jana tidak mengingkari pepatah takuruang nak di luar, taimpik nak di ateh. Dia sudah terlahir licik dengan sendirinya. Sabine Arafah boleh berpikir bahwa dia sedang menguasai keadaan. Sabine cemberut karena setuju dengan Jana. Dia hanya terlalu senang untuk berkunjung ke rumah Raja makanya membawa resep andalan Mamanya hari ini. Tau begini Sabine mungkin membawa buah saja. Eh, tapi, ‘kan Raja tidak sakit. “Nek?” panggil Raja melihat dua orang itu sibuk berbisik. “Ya, Sayang?” sahut Jana yang beberapa saat kemudian mulutnya dipukul oleh Sabine. “Lo beneran cari gara-gara, ya, sama gue?” bisik Sabine tidak terima. Santai sekali mulut tipis Jana menyebut calon suaminya dengan kata sayang. “Gue Neneknya. Harus gue tulis di jidat ini kalo gue Nenek dan tulis di jidat dia cucu?” ucap Jana melotot pada anak sahabat Ayahnya itu. “Ja ambil spidol permanen cepat!” “Oke, Nek.” Jana tentu asal bicara, mana mungkin dia berani mencoret jidat Raja. Sebenarnya berpihak pada Raja sepenuhnya akan membuat Sabine mengadu tanpa pikir panjang sedang berpihak pada Sabine sepenuhnya akan menghambat Jana dalam menemukan izin keluar dari rumah. Ia tidak menyangka dirinya akan serepot ini. Kembali pada Sabine, Jana kembali berbisik. “Sebenernya Raja juga ga patuh-patuh amat sama gue. Lo pasti udah tau kalo bokapnya garang. Dia terpaksa patuh sama gue karena bokapnya adalah ponakan gue. Jadi, lo pikir aja sama siapa dia bakal lampiasin marahnya nanti waktu tau jidatnya dicoret sama spidol permanen?” “Eh- engga. Jangan, Ja! Nenek kamu ga butuh spidol, butuhnya istirahat. Maklum, udah Nenek-nenek,” ucap Sabine panik. “Kamar lo dimana?” bisik Sabine geram pada Nenek-nenek paling merepotkan sedunia. “Loh, Sabine tadi kemana?” tanya Rizka pada putranya. Setelah mengecek sang suami dan memastikan pria itu tidak menyinggung perasaan perempuan yang tampaknya akan menjadi menantu mereka, dia kembali dan menemukan Raja dengan ponselnya. “Main sama Nenek di kamarnya.” “Kok sama Jana mainnya?” “Mama maunya main sama aku di kamarku?” tanya Raja tidak senang sama sekali. “Maksud Mama, kenapa main sama Jana kalo tujuannya ke rumah kita itu ya, kamu? Kamu emosian banget hari ini.” “Mama ingat Abi? Sabine sebelum jadi temanku udah temenan duluan sama Abi. Abi ini sepupunya Jana. Artinya Sabine sama Jana juga udah temenan dari kecil. Sabine ga segila itu datang ke rumah cowok dengan kue enaknya yang mama suka banget. Kebetulan aja dia temanku.” “Mama ini perempuan Ja! Kita tau gimana gelagat perempuan lain yang lagi suka sama seseorang. Sabine jelas naksir sama kamu.” Raja mengangguk karena hal ini sudah bukan berita baru baginya. Semua teman dekatnya bahkan menjadikan ini sebagai ledekan untuknya. “Kalau gitu Mama harus jadi cowok dulu biar tau siapa yang aku suka.” “Sama batu kamu sukanya!” “Batu lebih mendingan dari Sabine.” “Raja! Sama banget kamu sama Papamu,” ucap Rizka kesal.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN