BAB 21 - Distract Me

1171 Kata
Ada yang memukul bahuku, beberapa kali mengusik tidurku. Aku masih mengantuk dan pukulan itu sangat mengangguku, aku tetap mengabaikannya namun bukannya berhenti pukulannya malah menjadi semakin keras, tubuhnya tersentak di pukulan keras itu memaksaku untuk membuka mata dan mendapati diriku berada di dalam kamarku memeluk tubuh Ana. “Ada apa?.”suaraku terdengar serak. Ana melirikku dari bahunya. "Bisa lepaskan tanganmu dari pinggangku."Aku menarik tangan dari pinggangnya, kemudian ia bangkit terduduk menatapku protes. Aku masih terlalu mengantuk untuk menghadapi kemarahannya yang pasti bukanlah sesuatu yang serius, Ana selalu bertindak berlebihan pada segala hal, kemungkinan jika nyamuk hinggap di kulitnya ia juga akan heboh.   "Lihat sekarang aku yang memergokimu. Kau memeluk tubuhku jangan-jangan sebelum-sebelumnya kau yang membuatku memeluk tubuhmu."benarkan. Aku menguap, masih dengan mata sayu aku mengedarkan pandanganku dan menemukan bantal guling berada cukup jauh dari tempat tidur, lalu kembali melirik ke arah Ana. Ia melototiku menganggap hal ini sangat serius, dia tidak mati hanya karena aku memeluknya. "Bagaimana caranya? Seharusnya ada guling di antara kita, kau yang membuatnya terlempar ke sana."aku menunjuk ke arah bantal itu, dia mengikuti arah tunjukku dan ekspresinya berubah panik. Kepanikan membuat bibirku tersenyum.   "Kau pasti yang melemparnya ke sana."Ana tidak mau mengalah. "Jelas-jelas kau yang meraba-raba tubuhku waktu itu."wajahnya memerah, ia panik dan itu terlihat sangat lucu. Aku menahan bibirku untuk menunjukku senyum.   "Aku pikir kau bantal guling."gerutunya. tak berani menatap wajahku. "Tsk! Kau tidak bisa membedakan otot dan bantal guling."Ana melemparkan tatapan sinis. Terganggu dengan ingatan itu, ia sangat malu mengingatnya, ingatan itu masih sangat segar di kepalaku. "Sudah ku bilang aku dalam pengaruh alkohol ketika melakukannya."gerutunya. "Kau pikir aku tidak. Mandi saja sana bau tubuhmu tidak enak."aku mengalihkan pembicaraan untuk menyuruhnya mandi. Tak tahu harus mengatakan apa lagi untuk menyudahi hal ini. "Apa katamu!."Ana mengendus bau tubuhnya sendiri lalu mencondongkan tubuh untuk mengendus bau tubuhku seolah-olah dia adalah anjing pelacak, apakah dia juga pernah melakukannya pada pria lain, aku harap tidak. Aku menahan nafas ketika ia melakukannya, tak tahu kenapa. "Apa yang kau lakukan!." "Tubuhmu juga bau alkohol."matanya tertuju pada botol alkohol dan dua gelas yang berada di atas meja. Keningnya mengerut, sepertinya ia tak mengingat apapun tentang kejadian semalam. Dan kejadian semalam itu kembali berputar di dalam kepalaku. Kami minum berdua semalam karena Ana yang lebih dulu memintanya.   "Jangan melakukannya pada pria lain, kau bisa di anggap m***m. Aku akan memakluminya karena kau memang wanita yang aneh." "Apa katamu!."Ana mengambil bantal dan mencoba untuk memukulku, rasa kantukku sudah menghilang, Ana memiliki kekuatan yang cukup bagus walau tetap saja ia tak sebanding denganku. Melihatnya seperti ini lebih baik dari pada melihatnya menangis seperti semalam. "Kau sudah memiliki kekuatan mengayunkan bantal itu, kau sudah baik-baik saja." Tiba-tiba saja ia berhenti untuk memukul ku, Ana terlihat kebingungan. Ia tak bisa mengingat apapun bahkan saat ia menangis semalaman dan saat ia melihat pria yang terluka hingga membuatnya terguncang. Aku senang dia tidak mengingatnya, termasuk ketika aku mencium bibirnya. Tubuhku bergetar mengingatnya, untuk pertama kalinya aku melumat bibirnya, merasakan sentuhan bibir Ana dan bagaimana ia membalas ciumanku juga. Aku bangkit berdiri bermaksud untuk membersihkan diri. "Aku tidak melakukan hal konyol tadi malam kan?."tanya Ana. Lucu mendengarnya bertanya tentang hal itu. aku menghentikkan langkahku di ambang pintu dan kembali melihat ke arahnya. "Bukankah kau selalu bertindak konyol setiap saat." Ia melemparkan tatapan tajam ke arahku, ekspresi marahnya membuatku ingin tertawa. “Siapa yang bertindak konyol.”gerutunya. ** Aku berdiri bawah pancuran, air meluncur mengenai tubuhku, kedua tanganku terulur menyentuh dinding. Pikiranku kembali teringat akan kejadian semalam. Mataku terpejam ketika mengingat sentuhan tangan Ana di bahuku, mencengkram rambut bagian belakangku dan erangan lirihnya yang semakin membuatku tenggelam, aku masih bisa merasakan ketika bibirku menyapu permukaan bibir Ana. Bibirnya terasa sangat lembut, menangis membuatnya semakin lembut, aroma tubuhnya masih sangat terasa segar di dalam kepalaku, aku tak akan pernah melupakannya. Tubuhku bergetar ketika mengingat sentuhannya, belaian tangannya di bahuku bergerak turun menelusuri lengan dan dadaku. Saat bibirku bergerak turun menelusuri lehernya, erangannya menyulut api dalam diriku, membakar hasratku, sudah lama aku tidak tidur dengan seseorang dan Ana menarikku untuk menginginkan hal itu lagi. Aku kehilangan akal sehat, kehilangan pertahanan diri, tersesat di dalam gairah haus s****l. Ketika aku tersadar, ia sudah berada di bawahku dengan tali gaun yang hampir terbuka. Sialan. Tristan kendalikan dirimu. Nafasku memburu ketika membayangkannya, aku hampir melakukan sesuatu yang buruk pada Ana. Kendalikan pikiranmu Tristan, kini aku membayangkan apa yang akan aku lakukan padanya. Aku langsung berdiri dan memangil pelayan untuk menggantikan pakaian Ana, jika aku yang melakukannya maka pagi ini Ana akan terbangun dengan tangisan dan dia tidak akan mau melihat wajahku lagi. Aku hampir saja membuat kesalahan. Setelah aku selesai mandi Ana selanjutnya yang pergi untuk membersihkan diri. Saat keluar dari toilet aku tak bisa melihat wajahnya, merasa malu baru saja membayangkan hal yang tidak pantas padanya. Ana tidak seperti wanita lain, aku terlihat seperti b******n sekarang. Aku menunggunya di sofa seraya memerksa ponselku, datanya belum masuk ke dalam emailku, aku memintanya secara menyeluruh tak boleh ada yang terlewat.  Kami berdua pergi menuju taman belakang untuk sarapan. “kau seharusnya berkata padaku jika kau memiliki adik.”gerutunya. Saat berada di taman kakek berbicara mengenai bisnisnya dan pembicaraan tadi malam yang membuatku tak fokus karena terus memerhatikan Ana yang tengah bersama dengan Jessica. Seharusnya aku merasa antusias tapi Ana adalah prioritas, tunggu sejak kapan aku jadi seperti ini. Pandanganku teralih pada Ana, ia tengah tertawa ketika mendengar cerita dari Alice dan nenek, mereka bertiga tampak akrab, Ana ikut berkomentar. Dia tak terlihat canggung sama sekali membuatku senang melihatnya nyaman di sana. Alice terlihat sangat menyukai Ana, bahkan nenek. “aku serius bertanya Tristan, jika hubungan kalian serius cepat nikahi dia.”Mataku melirik kakek, hampir saja memutar kedua bola mataku menanggapi perkataannya. Kami pergi dari sana menuju Bandara, melakukan perjalanan pulang menggunakan jet yang sama ketika kami pergi. Ana duduk di hadapanku, aku bisa merasakan tatapannya. Pandanganku tertuju pada laporan kemarin yang mengangguku. Tiba-tiba saja Ana berkata sesuatu yang menggangguku.   "Kau tahu Tristan. Menurutku Jessica sangat cantik seharusnya kau menikah saja dengannya." "Kau membuatnya kesal tadi malam kau tahu apa yang kau lakukan!."Aku berkata masih dengan mata tertuju pada tabletku, aku masih bagaimana ekspresi Jessica, belum pernah ada yang melawan ucapannya dan Ana menantangnya tanpa menunjukkan ekpresi takut sedikitpun. "Dia juga membuatku kesal. Tapi dia terlihat sangat menyukaimu. Aku ingat dia bilang gosip ini beredar luas apakah tidak apa-apa?,"Ana mencondongkan tubuhnya ke arahku untuk membisikan sesuatu. "Kita sudah membohongi sesisi kota. Jika ketahuan maka.. kita dalam bahaya besar." Aku meliriknya dan mendapati bibirnya menarik perhatianku. Mataku kembali pada layar laptop mencoba untuk mengalihkan perhatianku. Ana tidak boleh berada terlalu dekat denganku. "Tidak usah memikirkannya."hanya kalimat itu yang bisa keluar dari bibirku. "Bagaimana tidak ku pikirkan. Ini bisa gawat untuk ku. Mereka akan mengabaikanmu karena tahu siapa kau, tapi aku tidak akan selamat. Akan sulit bagiku untuk mencari kekasih nantinya." "Akh benar,"Tiba-tiba ia kembali menatapku, nada suaranya yang mengejutkan membuatku menatapnya bingung. "Kenapa kau mencium bibirku huh!." Pertanyaan itu benar-benar mengejutkanku, ciuman mana yang dia maksud? Apa dia ingat apa yang ku lakukan semalam ?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN