Part 19 (Bara Dibebaskan)
Berdasarkan bukti rekaman CCTV dan hasil laboratorium sampel minuman, beserta saksi-saksi yang telah dikumpulkan oleh Pandu, pihak kepolisian akhirnya menyelidiki kembali kasus Bara. Setelah proses penyidikan beberapa hari, akhirnya diketahui bahwa semua keterangan yang Bara berikan di awal pemeriksaan memang benar dan di dinyatakan tidak bersalah. Pemuda itu akan segera dibebaskan dari penjara. Sedangkan Kevin, pengunjung klub malam yang berkelahi dengannya akan kembali diperiksa atas dugaan penggunaan narkotika.
"Bara!" Seorang sipir penjara memanggilnya dan membuka sel tahanan.
Pemuda yang sedang duduk di sudut ruang tahanan sambil membaca buku tuntunan salat itu pun menoleh seraya menutup bukunya "Saya," ucapnya sambil berdiri menghampiri petugas.
"Keluar!"
"Ke mana, Pak?" tanyanya heran.
"Kamu dibebaskan."
Bara menatap tak percaya pada sipir penjara. "Saya bebas?" tanyanya memastikan.
"Benar. Cepat keluar!"
Pemuda itu segera keluar dari sel tahanan dan bersujud di depan pintu. Ia mengucap syukur atas kebebasan yang Allah berikan kepadanya, meski ia belum tahu mengapa tiba-tiba dirinya dibebaskan dari tempat itu. Bara benar-benar merasa Allah begitu menyayanginya. Ia berterima kasih kepada Tuhannya atas apa yang ia rasakan saat ini.
"Ya Allah … alhamdulillah," gumamnya dalam sujud.
Ia lantas bangkit dan menyalami petugas. "Terima kasih, Pak," ucapnya sebelum melangkah keluar. Senyum lebar terukir di wajahnya yang tampak cerah karena rasa bahagia yang tak terbendung di hatinya.
Di kejauhan, Pandu mengamati sikap pemuda yang baru saja dibebaskan itu. Berdasarkan pengamatannya selama ini, pemuda bernama Bara itu memang tidak pernah melakukan sesuatu yang mencurigakan selama berada di dalam penjara. Ia hanya termenung, membaca buku panduan salat dan zikir pagi petang, serta melakukan salat lima waktu di dalam sel. Laporan dari sesama rekan kepolisian yang bertugas sebagai sipir penjara juga mengatakan hal yang sama. Pemuda itu dinyatakan berkelakuan baik selama menjadi narapidana dan tidak ada satu pun hal mencurigakan dari gerak geriknya.
Kakak dari gadis bernama Rania itu masih tak dapat menyimpulkan, apakah Bara adalah orang yang sama dengan pemuda yang berdiri di samping Bandot dalam foto-foto yang ia lihat atau bukan. Semua dikarenakan Bara benar-benar terlihat seperti orang yang baru saja memeluk Islam dan belajar tentang agamanya itu. Ia jadi meragukan tuduhannya sendiri terhadap Bara. Namun, wajah Bara dengan pemuda yang ada di dalam foto bersama Bandot begitu mirip. Nyaris tidak ada perbedaan. Hanya saja, sikap Bara berdasarkan pengamatannya dan juga apa yang sampaikan Pak Amin, sama sekali tidak menunjukkan bahwa pemuda itu adalah seorang penjahat. Mungkinkah dia benar-benar bertobat? Atau hanya pura-pura saja? Pikir Pandu yang masih tidak tenang akan kebebasan Bara, yang sudah pasti akan kembali ke masjid An Nur.
Pandu menarik napas berat. "Kamu bisa bebas sekarang. Tapi aku akan selalu mengawasi gerak gerikmu," gumamnya.
***
Pemuda yang baru saja dibebaskan dari semua tuduhan itu berjalan menyusuri lorong penjara, menuju cahaya dari sinar matahari yang menghangatkan tubuh di depan sana. Bibirnya terus mengucap puji dan syukur atas kehendak Yang Maha Kuasa terhadap dirinya. Dalam hati ia bertekad akan menjadi seorang Muslim seutuhnya, akan terus belajar dan melaksanakan apa saja yang Allah perintahkan.
Bara kini berdiri di luar gedung. Ia menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan untuk menghirup udara segar di luar tahanan sebagai orang yang bebas. Satu tangannya memegang dua buku pemberian Rania, wanita yang selalu ada di hatinya, yang selalu ia rindukan.
Bara mengedarkan pandangan dari ujung kanan ke ujung kiri. Ia begitu merindukan pemandangan luar gedung tahanan. Jalan raya yang ramai akan kendaraan yang melintas, pohon-pohon sagu yang berjejer rapi di tengah trotoar, anak-anak sekolah dan para pekerja yang tampak saling berpacu di jalanan menuju tempat mereka menimba ilmu atau mencari rezeki. Ia
Bara menarik napas panjang, membuangnya perlahan. Ia nikmati udara segar di alam terbuka. Tak ada pengap maupun hawa dingin dari dinding dan lantai ruang tahanan. Ia telah bebas dari tuntutan.
Allah mengeluarkannya dari pekerjaan di klub malam dengan cara-Nya yang begitu indah. Memberinya pelajaran yang sangat berharga selama mendekam di balik jeruji besi. Bara jadi tahu bahwa masih ada orang-orang yang sangat baik dan peduli padanya, seperti Pak Amin dan Rania, yang tidak pernah meninggalkannya begitu saja meski ia melakukan kesalahan. Ia juga menyadari bahwa Allah selalu punya rencana indah untuk hamba-Nya yang bersabar dan bertekad kuat untuk menjadi hamba yang Dia cintai.
Kini, Bara akan memulai kehidupan yang sebenarnya. Akan terus berusaha dan belajar manusia yang berjalan dalam koridor-Nya.
"Ya Allah, tuntunlah aku selalu di jalan-Mu." Ia berdoa seraya melangkahkan kaki. Masjid An Nur menjadi tujuan. Tempat ia mendapatkan cahaya dan kasih sayang dari sesama hamba.
"Pak Amin, Rania, aku merindukan kalian," gumamnya sambil membayangkan wajah kedua orang yang membuatnya merasa dimanusiakan dan tak lagi merasa sendiri menjalani pahitnya hidup ini.
Tanpa Bara sadari, di dalam sebuah sel tahanan, ada sepasang mata yang menatapnya sinis saat ia melangkah keluar dari sel tahanan. Lelaki berwajah bengis itu menyeringai.
"Kau akan kembali ke tempatmu berasal, anak muda," gumam lelaki itu dengan seringainya jahatnya.
***
Masjid An Nur. Sebuah bangunan bercat putih dengan kubah berwarna hijau di bagian tengah atap, menyisakan banyak kisah dalam kehidupan baru Bara. Pemuda yang telah bebas dari segala tuntunan di kepolisian itu gegas melangkahkan kakinya ke pekarangan masjid. Ia segera mencari sosok orang tua yang begitu perhatian padanya. Bara tak sabar untuk memeluk lelaki yang sudah seperti seorang ayah baginya itu.
Bara mencari di sekitar pekarangan, lalu ke sarambi dan mengintip ke dalam masjid, tetapi pandangannya tak menemukan sosok yang dicari. Ia kemudian berjalan menuju tempat wudu. Barangkali Pak Amin sedang wudu, karena tak lama lagi waktu Zuhur tiba, pikirnya.
Dari balik tembok, Bara mendengar langkah kaki dari arah kamar mandi. Niat untuk memberikan kejutan pada orang tua itu pun muncul seketika di benaknya.
Bara lantas segera bersembunyi di balik sudut tembok yang akan dilewati Pak Amin, yang membatasi antara ruang inti masjid dengan serambi belakang menuju tempat wudu dan kamar mandi. Suara langkah kaki itu semakin dekat. Dan, saat suara langkah itu telah berada tepat di samping, Bara langsung menghambur ke arahnya, memeluk erat tubuh itu untuk menuntaskan rindu.
"Pak Amin, aku bebas!" teriak Bara sebelum menyadari, siapa sosok yang kini berada dalam dekapannya.
Bara memeluk sesosok tubuh mungil berbalut pakaian longgar, juga jilbab yang terulur panjang ke bawah. Ada sesuatu yang berbeda. Akal sehatnya pun segera memberi sinyal peringatan.
Ia lantas mendorong tubuh itu, lalu menatap wajah yang tertutup kain cadar dengan sorot mata yang penuh dengan rasa keterkejutan.
"Rania?"
***