BAB 12: SEKOLAH BARU

1561 Kata
“Mbak Novi” “Mbak Novi” suara itu datang bersama dengan tepukan di bahunya menyadarkan Novi dari lamunannya saat pertama kali bertemu alm. “Iya Pak Donny” dia melihat Donny menatapnya dengan kening berkerut “Apakah ada masalah Mbak Novi?” tanya Donny khawatir “Tidak Pak, maaf tadi saya teringat alm.” dia merunduk, dia takut Donny memarahinya karena bengong di waktu sibuk seperti ini. “Iya, tidak apa apa Mbak Novi. Saya hanya khawatir Mbak Novi mungkin sedang tidak sehat.” Donny mengulas senyum menenangkan. “Oh tidak Pak, saya sehat koq.. Ini sebentar saya ambil dus barang alm satunya lagi di kamar” dia langsung berbalik. Novi merasa wajahnya merona, dia tidak pernah disenyumi pria setampan Donny sebelumnya. Pria paling tampan yang pernah di lihat adalah Ucup, anak ketua RT di kampungnya yang menjadi idola gadis gadis di kampungnya sampai kampung tetangga. Tapi setelah melihat ketampanan Donny dari dekat, dia merasa wajah Ucup tidak tampan. Memang beda gantengnya orang kota dan orang kampung, apalagi blesteran. Tanpa dia sadari kalau ternyata level pria gantengnya sudah terupgrade. **** Mereka sampai kembali ke rumah baru sekitar jam enam sore. Mbok Dian sudah menyiapkan makan malam. Mereka semua membersihkan diri terlebih dahulu dan langsung menuju meja makan. Mereka sudah lapar, jadi semua langsung makan tanpa bicara lagi, tidak seperti hari hari sebelumnya saat mereka bisa makan sembari mengobrol. Butuh tenaga untuk bicara. Setelah selesai makan malam, Donny mengajak Morin ke ruang keluarga. Dia mau membahas mengenai sekolah baru untuk Morin. Morin antusias melihat lihat brosur sekolah yang ada, dia merasa sekolah sekolah itu sangat bagus. Gedungnya sekolahnya besar, fasilitasnya lengkap, beberapa bahkan memiliki kolam renang. Sekolah dia yang lama hanyalah sekolah biasa dengan fasilitas standar. Setelah timbang menimbang ala Morin, akhirnya dia memilih empat sekolahan untuk mereka survey besok. Malam itu Novi mencari Donny untuk memastikan status dirinya apakah sekarang masih akan bekerja untuk mengurus Morin atau tidak? Ternyata kekhawatrian Novi berlebihan, karena bukan memecatnya, Donny malah menambahkan gajinya karena menganggap waktu Novi sekarang akan lebih banyak untuk mengurus Morin. **** Setelah sarapan, Donny dan Morin berangkat menuju sekolah pertama yang mau disurvey. Sekolah itu memiliki gedung lima lantai, mereka dipandu berkeliling sekolah seorang wanita cantik yang merupakan Public Relation a.k.a PR sekolah itu. Sekolah itu memiliki fasilitas yang lengkap, dengan lapangan sepak bola dan kolam renang. Saat selesai melihat seluruh fasilitas yang ada, wanita cantik itu meminta nomor ponsel Donny untuk data sekolah. “Bisakah saya minta nomor ponsel Pak Donny untuk data kunjungan Bapak hari ini? Tanya sang PR. “Oh bo..” “TIDAK!” Morin yang menjawab dengan wajah juteknya. “Sekolah ini tidak ada lift. Morin tidak mau!” lanjutnya dengan pongah. Dia langsung menarik tangan Donny. “Maaf Bu Lis, saya permisi dulu.” pamit Donny tidak enak kepada wanita itu yang mengangguk dan mengulas senyum terpaksa. Setelah sampai di mobil, Donny berniat menasehati Morin, tidak boleh tidak sopan saat bicara dengan yang lebih tua. “Morin, apakah di sekolah kamu yang lama ada lift?” “Tidak” jawab Morin santai yang membuat Donny bingung. “Terus kenapa sekarang sekolahnya harus ada lift? Dan kamu tidak boleh tidak sopan seperti itu, kamu harus menghormati orang yang lebih tua” Donny menasehati Morin. “Siluman ular genit itu terus mengedip ngedipkan mata pada papa, ish sakit mata dia.. “ jawaban Morin membuat Donny melongo. Dia bukan tidak menyadari kalau PR itu mencoba menggodanya, tapi apa begitu kelihatan? atau Morin yang terlalu peka untuk anak seumurnya? “Sebentar lagi dia akan berlagak kepeleset atau pusing dan menjatuhkan dirinya ke pelukan papa” Morin melengos dengan gaya sok tahu. “Morin, bagaimana kamu bisa berpikir seperti itu?” tanya Donny takjub dengan cara kerja otak Morin. “Di sinetron sinetron yang biasa mama dan Mbak Novi tonton biasa begitu. Sama deh itu dari cara kedip kedip genit dan gelagatnya mau nempelin papa, tar dia minta nomor ponsel papa trus pura pura mau follow up ujung ujungnya ngajak jalan. Haiz.. susah ih jagain papa ganteng, baru pergi sekali aja dah ketemu siluman ular!” Donny terperangah, dia tidak bisa berkata apapun, dia berpikir benarkah usia Morin baru delapan tahun? Dan dia harus bertanya juga pada Novi, tontonan apa yang ditonton Morin sampai otaknya melenceng. Sedangkan Supri yang sedang menyetir sudah senyum senyum sendiri menahan tawa. Perjalanan menuju sekolah kedua memakan waktu sekitar lima belas menit yang diisi dengan keheningan karena keduanya sibuk dengan pikiran masing masing. Donny yang merasa tugas menjaga Morin ini sangat berat karena cara kerja otak Morin sepertinya melenceng dari anak seumurnya. Dan begitu juga Morin yang merasa tugas menjaga papa barunya sangat berat karena dia harus menghalau tante tante genit seperti wanita tadi, baru pergi sekali aja udah ketemu siluman ular. Dia harus belajar cara mengusir siluman ular, pasti nanti ketemu caranya di google . Dia tidak mau punya Ibu tiri, nanti papa barunya tidak akan sayang dan memperhatikannya lagi. Seperti di sinetron yang biasa ditonton Ibunya dan mbaknya, kalau punya istri baru terus punya anak baru, terus anak lama terabaikan. Tidak lama mereka sampai di sekolah kedua. PR sekolah ini pria, jadi Morin tidak berulah saat diajak berkeliling melihat fasilitas sekolah ini. Gedung sekolah ini tidak semegah sekolah yang pertama, tapi terlihat asri. Fasilitasnya juga tidak sebagus sekolah pertama dan juga tidak punya lift. Tapi Morin tidak terlihat keberatan, malahan dia sibuk memperhatikan anak anak yang sedang berlalu lalang karena sekarang jam istirahat. Saat mobil melaju kembali menuju sekolah ketiga, Donny mencoba meminta pendapat Morin, walau sepertinya Morin tidak akan suka dengan sekolah ini pikirnya, karena tidak ada lift. “Morin” “Iya papa” “Gimana menurut kamu sekolah yang barusan?” “Seragamnya bagus, mirip di anime” jawab Morin antusias. “Oh, tapi fasilitasnya lebih bagus sekolah pertama loh, dan sekolah ini juga tidak punya lift” Donny mencoba menjelaskan. Masa memilih sekolah hanya dari seragam? “Tidak masalah. Aku suka seragamnya papa. Aku tidak pernah melihat seragam sebagus itu” Morin masih dengan antusias menjelaskan. “Baiklah, kita coba lihat sekolah ketiga dan keempat dulu ya, nanti di rumah baru kita putuskan mau sekolah yang mana” “Ok papa” jawab Morin senang. Dia sudah melupakan kekesalannya dengan siluman ular. Sepuluh menit kemudian mereka sampai di sekolah ketiga. Mereka dibantu seorang PR wanita yang sudah paruh baya. PR tersebut menjelaskan bahwa sekolah ini adalah sekolah khusus anak perempuan. Jadi semua pendidik dan karyawan adalah perempuan, termasuk satpam, tukang kebun, tukang listrik, semua perempuan. Peraturan ini diberlakukan untuk mencegah hal hal yang tidak diinginkan. Fasilitas di sekolah ini pun sangat lengkap, juga ada lift seperti yang diinginkan Morin. Morin menatap sekeliling dan merasa aneh, benar benar tidak ada seorangpun pria disini, cuma papanya saja, dan tatapan beberapa orang yang mereka lewati tidak lepas dari papanya. Insting melawan siluman ularnya kembali. Donny Pun menyadari tatapan orang disekitarnya. Apakah sekolah khusus anak perempuan harus seperti ini? sampai tidak boleh ada karyawan pria disini. Bisa bisa nanti Morin menyimpang, malah lebih tertarik dengan perempuan daripada pria. Semakin masuk ke dalam sekolah, Donny semakin menjadi pusat perhatian. Dia merasa tidak nyaman, bulu kuduknya berdiri, keringat dingin muncul di pelipisnya. Dia merasa seperti kembali berada di restoran saat dia akan dijadikan brondong hadiah arisan, banyak mata mengawasi gerak geriknya. Mereka tidak mendekat, hanya mengawasi. Donny mulai memikirkan alasan untuk segera menyudahi survey di sekolah ketiga ini, padahal belum semua fasilitas ditunjukkan. Namun tiba tiba Morin mengeluh, dia mengatakan dia sudah sangat lelah dan mau langsung pulang saja, Donny langsung menyambar kesempatan ini, dia menggendong Morin dan langsung pamit kepada PR tersebut. Dia segera keluar dari sekolah itu dengan langkah tercepat yang dia bisa sembari menyeret kakinya yang di gips.. Semakin cepat keluar dari sini semakin baik. Begitu tiba di mobil, keduanya menghela napas panjang. Sang supir pun bingung melihat wajah Donny yang merah karena kehabisan tenaga dan kepanasan. Kenapa majikannya seperti baru dikejar binatang buas? Tidak ada pembicaraan lagi sampai tiba ke sekolah ke empat. Donny dan Morin masih murung, kenapa cari sekolah saja susah amat ya? Donny bahkan tidak menanyakan pendapat Morin mengenai sekolah ketiga tadi, dia tidak mau menginjakkan kaki lagi di tempat itu! Di sekolah ke empat, mereka dibantu oleh kepala sekolah, bukan PR. Bukan karena sekolah ini tidak punya PR, tetapi karena sekolah ini milik Pak Andreas, jadi saat kepala sekolah mengetahui kalau anak yang direkomendasikan oleh Pak Andreas akan datang hari ini, dia langsung mempersiapkan diri. Morin menatap lama sang kepala sekolah yang bernama Richard itu, wajah pria itu tidak terlalu tampan tapi dia hitam manis, saat tersenyum ada lesung pipit. Usianya pun belum tua, mungkin sama dengan usia papanya. Karena kali ini yang mengantar untuk keliling sekolahan adalah kepala sekolah, jadi mereka juga diajak menuju ruang guru. Disana Morin melihat beberapa guru tampan, walau hanya beberapa yang masih muda, mereka menyapa dan tersenyum padanya. Morin merasa seperti sedang berada di drama korea. Aish.. Oppa oppa ganteng! Padahal senyum itu karena mereka sekarang bersama Pak kepala sekolah! Mood Morin kembali membaik setelah kunjungan terakhir mereka. Saat di mobil pun dia tersenyum terus hingga Donny bingung. “Ada sesuatu yang membuatmu senang di sekolah itu?” “Iya pa, suasananya seperti di drakor pa” Donny yang notabene laki laki dan tidak pernah nonton drakor jadi bingung. Menurut dia, sekolah tadi dan sekolah yang pertama mirip, seperti apa ya sekolah di drakor? Bedakah dengan sekolah disini? ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN