3

2246 Kata
Nieve keluar dari kamar mandi setelah mencuci wajahnya. Dia berjalan mendekat ke arah sofa dan melipat mantel serta pakaiannya. Setelah merapikan barang-barang miliknya, Nieve meletakkannya di atas sebuah meja sofa karena tidak ingin membuat sofa mahal itu basah karena pakaiannya. Tatapan Nieve memperhatikan sekeliling kamar yang nampak sepi. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Dirinya pun merasa lelah karena menunggu seorang Enzo di tengah derasnya hujan. Nieve mendekat ke arah sofa, berniat ingin meluruskan otot-otot kakinya yang terasa tegang. Namun saat dirinya hendak duduk di sofa, dia dikejutkan oleh kedatangan Enzo. Nieve pun menahan niatnya untuk duduk dan lebih memilih berdiri menatap Enzo yang menutup pintu sebelum menghampiri dirinya. "Mr. Gio—" "Enzo. Aku lebih nyaman dipanggil nama depan," potong Enzo. "Sa-saya..." Enzo tertawa mendengar nada gugup Nieve. Tawanya terdengar seolah mengolok-olok Nieve membuat wanita itu menahan ucapannya. "Apa dengan berbicara formal akan membuatmu terlihat lebih baik? Aku tidak suka caramu. Aku lebih suka kau berbicara nakal untuk menunjukkan kepelacuran dirimu." Nieve tercengang mendengar ucapan Enzo. Ini sudah dua kalinya pria itu melontarkan kata p*****r padanya. Nieve menggigit bibir bagian dalam untuk menahan emosi yang mulai menggerayangi hatinya. Dirinya harus bisa bersikap seperti ibunya, meskipun rasanya sangat berat. "Tentang pembayarannya... aku ingin dibayar sekarang," ucap Nieve. "Berapa yang kau minta?" "Lima juta Euro," jawab Nieve tegas. Dirinya membuang keraguannya jauh-jauh. Hanya ini jalan yang bisa membantunya membayar hutang Janira. Dia tidak ingin ibunya terus tinggal di rumah bordil dan menjalankan bisnis prostitusi lebih lama lagi. Nieve ingin ibunya berhenti melakukan pekerjaan tersebut. "Menakjubkan. Aku jadi penasaran, hal apa saja yang membuat hargamu setinggi itu," gumam Enzo dengan senyum miringnya. "Aku rasa hargaku tidak terlalu tinggi untuk orang seperti Anda," balas Nieve. Tatapan Nieve terpaku pada sosok Enzo yang mendekat. Tatapan tajam dari bola mata hitam pekat milik Enzo menembus ke dalam mata Nieve. Seolah mampu menghipnotis Nieve, dia tak sadar jika Enzo sudah berada tepat di hadapannya. "Aku akan mencobanya dulu sebelum membayarmu dengan harga yang kau ajukan," bisik Enzo tepat di depan wajah Nieve. Enzo memperhatikan bibir Nieve yang sedikit terbuka. Dia semakin mendekatkan wajahnya hingga mampu merasakan deru napas hangat wanitanya. Jemari tangan kanannya mulai bergerak, mengelus lembut kulit pipi Nieve. Dia tersenyum miring melihat Nieve menutup matanya. Wanita itu terlihat menikmati sentuhannya pada kulit pipinya yang lembut. Sentuhan Enzo semakin bergerak ke belakang tengkuk Nieve. Semakin menarik wajah wanita itu untuk lebih dekat dengannya. Sedang tangannya yang lain menarik paksa pinggang Nieve hingga tubuhnya sedikit bertabrakan dengan tubuh wanita itu. Enzo memiringkan kepalanya. Indra penciumnya mulai menghirup aroma tubuh Nieve lalu mencium tulang rahang kiri wanitanya. Dia mendekatkan bibirnya pada daun telinga Nieve. "Aku menyukai aroma tubuhmu," bisik Enzo dengan helaan napas di telinga Nieve. Dia yakin jika perbuatannya tersebut mampu merangsang Nieve karena merasa tubuh wanita itu menjadi tegang dalam pelukannya. "Kau tahu... aku lebih suka kau memberi warna merah mencolok pada bibirmu," Enzo mencium daun telinga Nieve, lalu menjilatnya tipis. Dirinya tersenyum saat mendengar erangan tertahan dari bibir Nieve. "Aku akan mulai," lanjutnya lalu menggigit singkat ujung daun telinga Nieve sebelum menjauhkan wajahnya dari bagian itu. Enzo mendongakkan wajah Nieve. Sejenak keduanya saling menatap satu sama lain. Namun mereka kembali memejamkan mata saat Enzo menempelkan bibirnya pada bibir wanitanya. Seolah tidak ingin melewatkan satu senti dari bibir Nieve, Enzo tidak berhenti melumatnya. Sesekali dia menghisap kuat-kuat bibir atas dan bawah hingga membuat Nieve mengerang menahan rasa sakit bercampur nikmat. Tak sampai di situ, Enzo juga menggigit bibir Nieve lalu memasukkan lidahnya ke dalam rongga mulut wanitanya. Mengabsen seisi mulut Nieve membuat saliva keduanya saling bertukar. Nieve pun tak hanya diam. Dia ingin membalas ciuman panas itu meskipun tak yakin mampu mengimbangi Enzo. Nieve mulai memainkan lidahnya, membalas eksplorasi lidah Enzo pada mulutnya. Namun belum sampai niatnya terwujud, Enzo justru menjadikan lidah Nieve dalam rongga mulutnya sebagai kesempatan untuk menghisapnya. Erangan Nieve terdengar jelas di sela-sela ciuman panas mereka. Membuat Enzo merasa senang mendengar suara seksi wanita itu. Enzo mengangkat tubuh Nieve hingga kedua tangan Nieve memeluk pundaknya. Tanpa melepaskan ciuman mereka, Enzo menggendong Nieve menuju ranjang yang letaknya tepat tiga meter di depannya. Tubuh Enzo membungkuk ketika membaringkan Nieve di atas ranjang. Ciuman mereka pun terlepas untuk sesaat. Merasa belum puas menikmati bibir Nieve yang sudah terlihat sedikit bengkak akibat ulahnya, Enzo kembali menciumnya. Tubuhnya sedikit menindih tubuh Nieve yang berada di bawah. Tangan kanan Enzo bergerak merayap di tubuh Nieve. Mulai dari paha hingga berhenti di perut rampingnya. Kedua tangan Enzo melepas barisan kancing lalu menjauhkan piyama itu dari tubuh Nieve, begitupun dengan celananya. Dalam hati Enzo meruntuki Agusto karena memberikan pakaian ganti tidak sesuai dengan keinginannya. Enzo mundur ke belakang membuat Nieve menatapnya bingung. Nieve sedikit terkejut saat Enzo mendekatkan wajahnya di s**********n. Dia menggigit bibirnya ketika Enzo mulai menyusuri paha bagian dalam menggunakan lidahnya. Bahkan tak jarang pria itu menghisapnya, meninggalkan bekas merah di sana. Kedua tangan Nieve menggenggam erat kain sprei. Kepalanya terasa pening merasakan kenikmatan bercampur rasa geli di bagian kaki dan s**********n. "Jangan berhenti mengerang, pelacurku," bisik Enzo ketika menjilati s**********n Nieve. Bisikan Enzo seolah menjadi mantra untuk menghilangkan keraguan yang masih tersisa dalam benaknya. Kini Nieve tak bisa lagi menahan lebih lama untuk tidak benar-benar menikmati permainan pria itu. Tubuhnya merespon lebih baik dibanding otaknya. Bahkan Nieve mampu merasakan kenikmatan di setiap sentuhan pria itu. Sudah tidak ada kesempatan untuknya mundur. Ini adalah jalan yang dipilih. Oleh sebab itu, dirinya pun harus bisa bertingkah layaknya seorang p*****r sungguhan. Meskipun sebentar lagi Nieve yakin jika Enzo akan tahu bahwa dirinya masih perawan. "Kau sudah basah," Enzo berbisik kembali. Namun entah kenapa nada suara Enzo seolah kembali mengejek Nieve membuat wanita itu hanya mampu memejamkan kedua matanya sembari terus menikmati perlakuan Enzo. Enzo melepas celana dalam Nieve lalu menjatuhkannya ke lantai. Kini tubuh Nieve hanya tertutupi oleh bra berwarna merah muda. Jemari tangan Enzo mengelus permukaan bra sebelum melepas pengaitnya. "Tidak kusangka tubuhmu cukup bagus," ucap Enzo ketika meremas p******a kiri Nieve yang masih terasa kencang. Sontak Nieve kembali mengerang membuat Enzo tidak berhenti tersenyum. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Enzo mulai menjilati permukaan p******a kiri Nieve sedang tangan kirinya meremas bagian kanan. Lidahnya memutari p****g yang mulai menegang lalu menghisapnya. Enzo menghisapnya secara perlahan-lahan. Beberapa detik kemudian dia menggigit p****g p******a itu membuat tubuh Nieve terlonjak kaget. "Tenanglah," ucap Enzo mencoba membuat Nieve kembali rileks. Ketika merasa Nieve kembali terhanyut dalam kenikmatan permainannya, Enzo melakukan hal yang sama pada p******a Nieve yang lain. Dia juga menghisap kulit p******a Nieve beberapa kali untuk meninggalkan jejak merah di sana. Kedua tangan Nieve berpindah, memeluk kepala Enzo yang sedang menyusu layaknya bayi. Sesekali dia meremas rambut hitam Enzo membuat pria itu semakin bersemangat untuk menikmati kedua p******a Nieve yang terasa kencang. Bibir Enzo merayap ke atas lalu berhenti di tulang rahang Nieve. Tidak ingin melewatkan sedikit saja bagian tubuh Nieve, Enzo mulai mencium di sepanjang garis rahang wanita itu. Menelusup di balik daun telinga Nieve, Enzo merasa senang melihat tubuh Nieve bergerak gusar. Pria itu tidak mempedulikan Nieve yang mengerang seperti kehilangan akal akibat bermain dengan telinganya. Nieve menggigit bibirnya sendiri. Dia tidak pernah merasakan kenikmatan seperti ini sebelumnya. Sehingga dirinya benar-benar merasa frustasi dengan perlakuan Enzo. "Kau menyukainya?" bisikan Enzo terdengar menggoda. Bahkan dirinya sengaja bernapas di telinga Nieve membuat bulu kuduknya meremang. "I... ya," jawab Nieve dengan suara yang menahan erangan. Lidah Enzo bergerak menuju leher jenjang Nieve. Dia menikmati leher itu hingga tidak bisa dihitung berapa kali dirinya menggigit dan menghisapnya. Dalam hati Enzo merasa puas karena mendapatkan seorang p*****r yang memiliki tubuh layaknya gadis perawan. Setiap jengkal dari tubuh Nieve begitu manis dan menggoda. Terlebih p******a miliknya yang terasa sangat pas dan kencang dalam genggaman. Nieve menjerit kaget, matanya melotot saat merasakan sesuatu menerobos masuk ke dalam liang senggamanya. Namun dirinya kembali rileks ketika pandangannya bertemu dengan bola mata Enzo yang menggelap tertutup kabut gairah. "Sempit sekali milikmu," ucap Enzo tepat di depan wajah Nieve. Dia menambahkan jarinya masuk ke dalam l**************n Nieve perlahan, lalu menggerakkannya maju mundur dua jari di dalam sana. "A-aku... Aaahhh," Nieve tidak dapat melanjutkan ucapannya. Erangannya keluar saat Enzo menggosok pusat keintiman Nieve menggunakan ibu jarinya. "Pilihan Jack memang tepat. Dia berhutang padamu karena tidak kehilangan salah satu bola matanya." Ucapan Enzo tidak dapat di dengar jelas oleh Nieve. Dia lebih memilih menikmati pergerakan jari-jari Enzo dalam miliknya. Namun aktivitas jemari Enzo tidak berlangsung lama. Pria itu menarik jarinya dari dalam liang senggama lalu menjilat jari-jarinya yang basah oleh cairan bening. Sedang Nieve hanya diam memperhatikan Enzo. Enzo tersenyum miring. Dia mendekatkan wajahnya ke arah Nieve. Lalu mencium bibir Nieve, menelusupkan lidahnya ke dalam mulut wanita itu. Enzo menyalurkan salivanya yang sudah bercampur dengan cairan bening milik Nieve. Ciuman itu tidak berlangsung lama seperti sebelumnya. Enzo langsung menjauhkan wajahnya. Dia bangkit berdiri membuat Nieve ikut bergerak bangkit. Nieve duduk di tepi ranjang sedang Enzo berdiri di hadapannya. "Sekarang giliranmu. Aku ingin tahu sejauh mana kehebatanmu dalam melayaniku," titah Enzo. Nieve diam sejenak. Dirinya bingung harus melakukan apa untuk pertama kali. Apakah dia harus membuka pakaian pria itu atau bagaimana? "Kenapa? Kau menolak perintahku?" nada bicara Enzo berubah membuat Nieve terkejut. Enzo mulai emosi karena Nieve tidak juga melakukannya. Nieve bangkit berdiri. Dia sedikit menundukkan wajahnya karena malu melihat keadaannya yang sudah telanjang bulat. Tangannya bergerak melepaskan jas milik Enzo lalu meletakkannya di atas ranjang. Berlalu dengan dasi yang melingkar di kerah kemeja putih yang menutupi tubuh pria itu. Jemari Nieve sedikit bergetar, antara ragu bercampur gugup. Untung saja tinggi badannya hanya mencapai pundak pria itu sehingga dirinya dapat menyembunyikan rona merah di wajahnya. Nieve berhasil membuka kancing kerah kemeja Enzo, turun ke bawah untuk membuka kancing selanjutnya. Namun di kancing nomer tiga, Nieve menahan jarinya untuk melanjutkan membuka kancing ke empat. Perhatiannya terpusatkan oleh bekas luka operasi di d**a Enzo. Namun bekas operasi itu setengahnya tertutupi oleh tato yang tergambar di sana. "Sepertinya kau terkejut melihatnya. Bukalah, kau akan melihat yang lebih mengejutkan dari hanya bekas operasi itu," tutur Enzo. Nieve kembali melanjutkan aktivitasnya. Benar saja yang dikatakan Enzo, dia membelalakkan kedua matanya saat melihat banyak bekas luka di tubuh pria itu. Dan sebagian dari tubuhnya dipenuhi oleh tato. Ini adalah pertama kali untuk Nieve melihat bekas luka tembak dan luka tusukan. Bahkan di bagian kiri perut Enzo, Nieve melihat bekas jahitan yang memanjang hingga ke belakang punggungnya. Dalam sekejap, sebuah pertanyaan langsung menyelimuti otak Nieve. Apa pekerjaan Enzo hingga memiliki banyak bekas luka di tubuhnya? Enzo melepas kemejanya saat Nieve lebih memilih mematung melihat tubuhnya yang penuh dengan coretan bekas luka dan tato. "Ini bukan saatnya untukmu melamun, pelacurku," ucap Enzo lalu melepas ikat pinggangnya. Pria itu menarik tangan Nieve untuk menyentuh miliknya yang sudah menegang sejak tadi. Nieve pun kembali terkejut menyadari bahwa milik Enzo sudah mengeras di balik celananya. Jemarinya mulai melepas pengait celana Enzo lalu menarik risletingnya. Jemari Nieve menyusup ke dalam celana Enzo untuk mengeluarkan kejantanan pria itu. Kedua mata Nieve membelalak terkejut melihat ukuran milik Enzo. Tiba-tiba saja dirinya merasa takut jika akan sakit ketika Enzo memasukkan benda keras itu ke dalam miliknya. "Kau harus pandai memainkan oral seks. Karena aku sangat menyukainya," ucap Enzo dan mendorong pundak Nieve untuk berjongkok di depannya. Nieve hanya mengikuti perintah Enzo. Dia berjongkok di depan pria itu. Mulutnya terbuka lebar ketika Enzo memasukkan miliknya untuk merasakan kehangatan dalam mulut Nieve. Benar saja, karena ini pertama kalinya untuk Nieve, dirinya tersedak bahkan terbatuk-batuk saat merasakan Enzo terlalu dalam memasukkan miliknya. Enzo memegang kepala Nieve, lalu memaju mundur kan miliknya di dalam mulut Nieve. Erangannya terus terdengar seiring suara dari mulut Nieve. Sesekali dia mendorong miliknya dalam-dalam di mulut Nieve dan menahan kepala wanitanya hingga membuat Nieve sulit bernapas. Enzo menarik miliknya dari dalam mulut Nieve. Dia menarik Nieve yang sedang terbatuk-batuk akibat ulahnya, untuk berbaring di ranjang. Nieve pun kembali mengikuti perintah Enzo. Dia berbaring di atas ranjang dengan menekuk kedua kakinya. Sedang Enzo mulai menindih tubuh Nieve dan kembali mencium bibirnya. Dua jari Enzo menelusup ke dalam liang senggama Nieve, seolah memberikan rangsangan di sana, dirinya tidak berhenti mencium dan bermain dengan telinga Nieve untuk membuat wanita itu semakin terangsang. Setelah merasa milik Nieve siap untuk dimasuki olehnya, Enzo pun menempatkan miliknya tepat di depan bibir kewanitaan Nieve. Pria itu nampak kesusahan memasukkan miliknya ke dalam tubuh Nieve. Tiba-tiba saja pikiran jika Nieve masih perawan mengganggu kepalanya, namun dirinya langsung menepis pemikiran tersebut. Sampai akhirnya, Enzo mendorong paksa miliknya hingga berhasil masuk, meskipun hanya setengah dari miliknya yang tertanam di sana. Sontak Nieve menjerit kecil merasakan perih dan sakit di sekitar selangkangannya. Bahkan sebulir airmata menetes keluar membuat Enzo cukup terkejut. Enzo hanya mematung melihat Nieve merintih kesakitan, bahkan miliknya tak bergerak sedikit pun di dalam sana. "Cazzo! Seharusnya kau mengatakan padaku lebih awal kalau kau masih perawan," desis Enzo, "Aku akan menghukummu karena berani membohongiku," sambungnya membuat Nieve tercengang. Tiba-tiba saja pikiran buruk menghantui Nieve. Rasa takut mulai menjalar di sekujur tubuhnya ketika mendengar nada ancaman Enzo. Satu hal yang bisa Nieve pastikan adalah Enzo berubah menyeramkan ketika sedang marah. "Aaakkkhhh," Nieve merintih kesakitan saat Enzo meremas kedua payudaranya bersamaan. Lalu menggigit salah satu putingnya cukup keras membuat Nieve kembali menjerit kesakitan. "Hentikan! En ... Aaakkkkhhh," Nieve mendorong kepala Enzo untuk tidak menggigit putingnya keras-keras. Bersamaan dengan permainannya pada p******a Nieve, Enzo menggerakkan pinggangnya. Mendorong miliknya untuk masuk ke dalam milik Nieve seutuhnya. Rasa sakit yang dialami Nieve bercampur jadi satu hingga membuat wanita itu tak berhenti menjerit dan mendorong Enzo dari tubuhnya. Bahkan kedua kakinya sesekali merapat untuk menghentikan Enzo yang memompa miliknya di dalam liang senggama Nieve dengan paksa dan kasar. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN