Malamnya Zafira sama sekali tidak membahas apapun, juga bicara apapun pada Arya, hanya sekali Arya mengucap terima kasih pada Zafira atas tiket bulan madu yang Zafira berikan untuknya juga Nadia. Bahkan Zafira tidak turun untuk makan malam malam itu karena dia sedang memikirkan jalan yang harus di ambil sebagai langkah yang akan menentukan segala takdirnya , juga takdir Arya dan Nadia.
Malam itu, Zafira mengirim pesan pada Vega, untuk meminta bantuan pada sahabatnya itu, juga memesan tiket penerbangan untuk dirinya sendiri, setelah itu membuat surat pengunduran dirinya dari kantor tempat dia bekerja. Setelah selesai dengan semua yang Zafira butuhkan Zafira kembali ke atas ranjangnya setelah mengisi sedikit perutnya dengan makanan yang tadi asisten rumah tangganya antar ke kamarnya.
Malam semakin larut, jam sudah menunjukan angka sebelas lebih tapi sampai jam itu Arya masih belum kembali ke kamar mereka. Zafira juga tidak mencarinya atau memintanya untuk lekas tidur karena, Zafira sudah benar-benar bertekad untuk melepas Arya secara utuh di hati, juga pikirannya, maka langkah awal yang harus Zafira ambil adalah bersikap tenang dan membiasakan diri tanpa ingin tau apa dan di mana Arya. Usai meminum obatnya, Zafira malam itu terlelap dengan sangat baik, entah jam berapa Arya kembali ke kamar mereka, atau mungkin semalaman Arya berada di kamar Nadia, Zafira sudah tidak lagi peduli.
Zafira bangun lebih awal, dan merasa jika tubuhnya sudah lebih baik dari kemarin. Demam yang Zafira rasakan juga sudah menurun, maka pagi itu Zafira mandi dengan air hangat juga mencuci rambutnya bersih. Arya terbangun dan buru-buru membersihkan tubuhnya kemudian berganti pakaian.
"Bukankah dari awal aku tidak pernah keberatan jika mas ingin kembali menikah. Aku ikhlas. Aku harap rencana pernikahan kalian bisa berjalan tanpa ada kendala apapun!" Ucap Zafira dengan sangat mantap tanpa ada raut sedih atau kecewa di wajahnya. Senyumnya tulus setulus cintanya yang sudah terpendam begitu lama pada, sosok Arya Katon Fujiparingga, suaminya.
Arya langsung terdiam sejenak menatap wajah istrinya lewat pantulan cermin di depannya. Dia bisa melihat senyum tulus itu dan ada kelegaan yang turut serta di hatinya saat Zafira , istrinya lagi-lagi dengan sangat mantap mengatakan kerelaannya untuk mengijinkannya kembali menikah dengan adik perempuannya, Nadia Harta Gunawan. "Amin. Terima kasih, sayang. Tapi apa ini sungguh dari hati terdalammu? Karena jika kau meragu, mas juga akan memikirkan lagi rencana kita ini?" Tanya Arya dengan rasa yang begitu besar, rasa syukur, juga rasa lega di hatinya karena dari kemarin Arya merasa jika Zafira berubah pikiran dan tidak mau di madu, lebih tepatnya saat Zafira mengatakan jika dia diam bukan berarti dia menyukai segala yang dia lakukan dengan Nadia, karena sejak saat itu, Zafira memang cenderung mendiaminya. Kini dia, Arya sudah membalik tubuhnya dan berhadapan dengan Zafira, istrinya. Zafira langsung mengangguk dengan tetap menyematkan senyum di wajah cantiknya.
Tidak pernah ada keraguan di hati Zafira jika Arya, suaminya memang mencintai, Nadia . Bahkan Zafira percaya seratus persen jika Arya memang sangat mencintai Nadia. "Tentu saja. Apa aku pernah berkata bohong pada mas, selama ini? Dari awal aku tau jika mas sangat mencintai Nadia, dan aku sama sekali tidak ingin mempertahankan egoku, hanya untuk memiliki mas Arya untuk diriku sendiri! Jika ini bisa membuat hati mas Arya bahagia, maka sebisa mungkin aku juga akan berbahagia. Bahkan aku sangat yakin jika ini adalah keputusan terbaik yang memang harus aku lakukan untuk mas Arya, agar mas Arya bisa secepatnya memiliki keturunan. Aku tidak bisa tetap mempertahankan keegoisanku dengan menghalangi keinginan mas untuk kembali menikah dengan Nadia, karena disini aku juga yakin jika Nadia pasti bisa memberikan mas anak dalam waktu cepat. Dia masih muda, dan aku yakin jika mas juga akan bisa dengan mudah membuatnya hamil, aku yakin itu!" Jelas Zafira sembari mengerlingkan matanya untuk menggoda suaminya yang terlihat serius saat menyimak semua yang dia ucapkan tadi dan saat itu juga Arya tersenyum tipis dan langsung berdiri untuk memeluk Zafira, sebagai wujud terima kasihnya pada istrinya karena telah mengijinkannya menikah lagi.
"Mas tidak tau bagaimana mas bisa membalas semua pengertian juga perhatian yang telah kau berikan pada mas selama ini. Mas janji akan bersikap adil pada kalian. Mas janji." Ucap Arya lagi dan jujur Zafira tidak pernah meragukan semua itu pada diri suaminya. Jika dengan kedua saudaranya saja dia, Arya bisa bersikap sangat adil, Zafira yakin jika Arya juga akan bisa berlaku adil untuk nya dan Nadia, tapi ternyata hati Zafira yang tidak bisa untuk berdamai dengan perasaannya sendiri. Zafira memang wanita egois, saat bibirnya mengucap rela dan ikhlas, tapi hatinya justru memberonta juga menolak. Bukan karena Zafira plin plan, tapi akan ada duri tak kasat mata yang akan melukai mereka bertiga nantinya, dan Zafira yakin jika dirinya lah yang akan menjadi duri dari hubungan itu, maka sebelum dia melukai orang lain juga dirinya sendiri, Zafira pilih menyingkir untuk meredam gejolak di kemudian hari.
"Aku percaya. Sangat percaya. Tapi maaf jika aku juga bukan wanita sempurna seperti yang mas selalu ucapakan. Hatiku tidak setangguh itu, jiwaku tidak setegar itu. Aku hanya manusia biasa, terlebih gelar ku hanya seorang wanita dan istri. Jika selama ini aku selalu tersenyum manis di hadapan mas, bukan berarti aku juga tidak pernah merasa tersakiti. Aku memang kecewa, tapi bukan kecewa padamu, mas, melainkan kecewa pada diriku sendiri, karena sampai saat ini aku masih belum juga bisa memberikan mas anak. Bahkan aku tidak ingat kapan terakhir kali aku mendoakan diriku sendiri, karena selama kita menikah, aku hanya fokus mendoakan segala kebaikan untuk dirimu mas, kebahagiaan untuk dirimu, kesuksesan untuk dirimu, juga mendoakan agar kita bisa secepatnya mendapatkan keturunan, seperti yang selama ini mas impikan. Tapi apa? Sampai saat ini yang kuasa tetap belum memberikan kita kesempatan itu, dan saat aku pikir dia, Nadia mungkin bisa memberikan mas anak, maka mustahil rasanya jika aku juga akan mencegah semua itu, karena aku juga yakin jika itu akan bisa menyempurnakan kebahagian di hidupmu, mas. Bukankah selama ini memang itu yang aku selalu doakan untukmu? Maka anggap saja ini adalah jawaban atas segala doa ku selama dua tahun terakhir ini. Aku ikhlas, meskipun rasanya memang agak sakit, tapi ini jauh lebih baik dari pada harus menyaksikan kebohongan juga kedekatan kalian yang justru hanya akan menjadi racun di hati ku, yang secara tidak langsung telah membuat aku sakit." Batin Zafira saat Arya berkali-kali mendaratkan kecupan di ujung kepalanya, sembari menghirup aroma rambut Zafira yang masih lembab dan harum.
"Aku harap kalian bisa mendapatkan kabar baik saat pulang bulan madu nanti. Aku akan kembali bicara dengan ayah juga meyakinkan ayah dan papamu agar kalian bisa segera resmi menjadi suami istri, juga agar hati ayah dan ibu bisa lebih tenang." Balas Zafira saat mengurai pelukan di tubuh suaminya dan merapikan dasi juga jas suaminya karena Arya memang sedang bersiap untuk berangkat ke kantor, dan sudah rapi. "Aku yakin jika Nadia juga pasti bisa menjadi istri yang baik untuk mas Arya. Sekarang dia sudah lebih dewasa dan aku yakin dia juga pasti bisa belajar dari kesalahannya dulu, dan akan bisa mencintai mas Arya seperti mas Arya yang selalu menjaga perasaan mas untuknya, juga mencintainya dari dulu hingga saat ini." Sambung Zafira dan Arya langsung mengangguk membenarkan setiap kata yang Zafira ucapkan yang mungkin kata-kata itu juga mengandung doa dari istrinya. Doa tulus akan lebih di dengar dan Arya yakin jika Zafira memang wanita yang tulus dalam segala hal. Tapi percayalah anggukan Arya tadi juga seolah menjadi jawaban pasti untuk Zafira, jika selama ini dirinya hanya Arya jadikan sebagai rumah singgah, dan bukan untuk menetap. Saat Arya sudah mendapatkan apa yang dia nantikan, maka dia juga tidak akan melewatkan kesempatan itu, tanpa pernah berpikir jika Zafira semakin merasa buruk karena kini Zafira juga sangat sadar jika hadirnya pun tak kan pernah mengisi ke hamparan yang Arya rasa dalam hatinya selama ini.
"Mas juga mencintaimu, Zafira. Sama seperti perasaan mas padanya, Nadia." Ucap Arya dan Zafira kembali mengangguk karena kata-kata itu memang selalu Arya ucapkan setiap saat, tapi tentu kali ini Zafira juga mulai sadar jika cinta memang kadang bisa mendatangkan kebahagiaan, tapi juga bisa mendatangkan kedukaan. Rasa suka bisa di buat-buat, dan kita seolah percaya jika dia benar-benar mencintai kita, tapi saat kenyataan menyadarkan kita, maka berpikirlah untuk terus melangkah. Tidak ada cinta yang sungguh-sungguh, jika pada akhirnya akan berbagi hati, karena kini Zafira juga sadar jika mencintai seseorang yang belum selesai dengan masa lalunya, ibarat berjalan di jembatan goyah. Saat bibirnya berkata cinta, percayalah, itu hanya dusta. Dan saat kau ingin berpegangan pada janjinya, kau juga pasti akan runtuh, karena janji tetaplah janji yang yang bisa saja lengah dari hati. Ketahuilah, Zafira sudah merasakan duka karena perasaan cinta itu hampir sepuluh tahun, dan rasanya Zafira akan mulai terbiasa saat kedukaan itu lebih mendominasi kisah asmaranya kali ini. Dia terbiasa menyembuhkan lukanya sendiri, juga terbiasa menenangkan badai di hatinya tanpa ingin memberatkan siapapun, tidak dengan Arya , tidak juga pada orang tuanya. Ini hanya luka kecil, dan Zafira yakin jika cepat atau lambat dia juga pasti akan sembuh dari luka itu, lalu bangkit untuk kembali berdiri tegak. Ini hanya perkara waktu, dan waktu akan menyembuhkan segalanya.
Senyum itu masih senantiasa terbit dari kedua sudut bibir tipis Zafira saat melepas suaminya untuk berangkat ke kantornya, sementara dia juga langsung bersiap untuk berangkat ke tempat kerjanya. Mereka sama-sama bekerja tapi di kantor berbeda-beda. Arya adalah pimpinan salah satu perusahaan di Denpasar Bali, sementara Zafira bekerja di perusahaan lain yang juga merupakan kolega bisnis dari perusahaan milik Arya , dan kali ini Zafira juga sudah menyiapkan surat pengunduran diri dari tempat kerjanya karena untuk saat ini Zafira sedang tidak tau akan bisa konsentrasi bekerja atau tidak dan Zafira tidak ingin hanya karena masalah rumah tangganya, pekerjaan kantor juga akan ikut tidak benar, maka dari itu, Zafira akan mengajukan surat pengunduran diri dari kantor, kantor yang lebih dari lima tahun telah mempercayai dirinya sebagai orang yang cukup berperan di perusahaan besar itu.
Zafira masih berdiri di teras depan rumahnya dan melihat suaminya yang semakin menjauh dan keluar dari gerbang rumah besar itu saat tiba-tiba Nadia juga menyapa Zafira yang hanya menatap bayangan Arya di kejauhan dan baru keluar dari gerbang rumah besar itu.
"Apa kakak sudah tidak lagi demam? Dan apa kakak tidak akan ke kantor hari ini?" Sapa Nadia di belakang punggung Zafira, dan Zafira langsung tersenyum sambil menggandeng tangan adik perempuannya untuk masuk ke rumah besar yang saat ini masih masih menjadi rumah untuknya.
"Sudah lebih baik. Dan sebentar lagi kakak akan berangkat!" Jawab Zafira lembut. "Apa kau tidak punya kegiatan hari ini? Jika tidak ikutlah bersama kakak, karena kakak ada rencana untuk berkunjung ke rumah ibu hari ini, untuk membantu menyiapkan segala keperluan pernikahan kalian!" Imbuh Zafira dan Nadia terlibat berpikir sebentar sebelum akhirnya menolak ajakan kakak perempuannya, karena merasa itu tidak lah penting, karena Nadia berpikir jika itu bukan lah hal yang harus ikut dia pikirkan. Dia dan Arya akan tetap menikah, meskipun kedua orang tua mereka menentang, dan seperti biasanya, Nadia akan selalu mendapatkan apa yang dia inginkan, termasuk memilliki Arya hanya untuk dirinya sendiri.
"Hari ini aku ada janji dengan teman-teman kampusku dulu, dan sepertinya aku tidak bisa ikut bersama kakak!" Jawab Nadia dan Zafira langsung tersenyum tipis. Karena tau jika Nadia pasti akan menolak ikut. entah kenapa Zafira merasa jika Nadia memang lebih senang melihatnya tidak berada di rumah ini, karena itu artinya mereka, Arya dan Nadia, bebas melakukan apa saja, tanpa harus merasa canggung dengan keberatan Zafira di rumah itu.
Sungguh, Zafira tidak tau sudah sejauh mana hubungan Arya, suaminya dan adik perempuannya itu tapi satu yang Zafira yakini jika, dia memang harus merelakan Arya untuk bersama wanita yang memang Arya cintai, karena Zafira yakin jika hubungan mereka memang sudah terlampau jauh, dan untuk menghindari segala kemungkinan terburuknya, Zafira memang harus menyingkir dari keadaan ini , entah untuk berapa lama, mungkin sampai hatinya benar-benar bisa sembuh dari rasa sakitnya saat ini, atau tidak perlu kembali jika hanya untuk mengusik keyakinannya saat ini.
Dia harus kuat. Harus. Karena di sini Zafira harus bisa menyembunyikan lukanya dengan sangat rapi. Dia harus bisa menenangkan kekecewaannya dengan cara yang indah. Zafira sadar jika dia memang egois, namun kali ini takdir juga semakin menyadarkan Zafira jika cinta memang tidak musti harus memiliki, dan Zafira juga mengakui jika dia bukankah peran utama dalam kisah cinta ini. Dia hanya seorang tokoh pigura, dan persinggahan untuk seorang Arya. Dia bukan siapa-siapa dalam kisah ini, kisah cinta seorang Arya Katon Fujiparingga .
Tidak ada kebohongan yang terjadi karena cinta. Kebohongan tetaplah kebohongan dan cinta bukanlah alasan untuk melakukan kebohongan itu, maka dari itu Zafira juga sudah meyakinkan dirinya berkali-kali untuk benar-benar merelakan Arya suaminya hidup bersama wanita yang memang Arya cintai, lebih tepatnya masih sangat Arya cintai. Selesai. Tanpa bisa di ganggu gugat lagi.