Denial

1355 Kata
I tried to change. "Kak Erika, gue masuk kamar yah. Mau minta lotion." Ia mengetuk pintu walau tau kakaknya sedang sibuk didapur, kemudian duduk di meja rias sembari memandang dirinya sendiri di pantulan cermin berbentuk oval,  sembari menyentuh wajah dan ujung rambutnya berulang kali sambil menggigit bawah bibirnya, kemudian menunduk untuk memperhatikan peralatan makeup milik kak Erika yang tersusun rapi.  Terakhir ia mencoba mempercantik diri, daun telinga kirinya berakhir dijahit. Tapi, bayangan Karen dengan segala pesonanya untuk mendekati Ando, jauh dalam hati yang tak ingin diketahui, sangat mengganggunya. Salah satu lipstick merk terkenal berwarna coral milik kak Erika menggoda untuk dicoba saat mengambil dari tempatnya, lalu menggeleng sambil meletakkan kembali.  Ia tak mungkin berdandan hanya karena kehadiran Karen, kan? Tapi,  cara Ando tersenyum, perhatiannya yang menenangkan hati, tatapan mata hitam kelam yang tak pernah gagal membuatnya terhipnotis, kini menjadi bayangan indah sebelum tidur. Menghilangkan sedikit demi sedikit mimpi buruknya, membuatnya kali ini bisa merasakan arti tidur pulas.  Tidak ingin mencoba, Lista? Tried to be softer, be prettier. Seolah ada peri yang melintas dan menyihir dirinya begitu saja, ia mengambil kembali lipstick tersebut  dan mengolesnya perlahan ke bibir, dilanjut blush on sangat samar untuk menghasilkan rona pada pipinya, serta tangannya sigap mengepang sisi panjang pada rambut pendeknya yang mulai memanjang, kemudian dibuat melingkar hingga membentuk bandana dan menjepitnya. Merasa puas dengan hasil karya kecilnya, ia tersenyum sendiri. Visualisasi gaya makeup natural  dan kepang rambut Elista. Ya Tuhan.. dia rindu akan sensasi puas seperti ini.  Gimana reaksi Ando kalau liat gue begini, yah?  Erika terdiam ketika membuka pintu kamar,  melihat Lista baru saja selesai mempercantik diri dengan peralatannya sambil menampar pelan pipinya sendiri.  Saat tersadar akan kehadirannya dan menoleh penuh ragu, ia tak tahu harus berkata apa karena yang diotaknya saat ini adalah kalimat penuh pujian akan keberanian luar biasa Lista dalam melakukan ini, tanpa berakhir melukai diri seperti insiden anting. Tapi, Lista butuh effort.  Ia tersenyum sambil berdehem untuk menghilangkan mati gaya. "Kakak suka dengan gaya kepang rambut lo. Nanti ajarin yah." "Siap, Kak." "Ando udah datang sama Lily, tapi ditahan Mama sama Papah di ruang makan, disuruh sarapan dulu." Semenjak ia bercerita tentang Ando beserta rahasia kelam yang mengiringi, keluarganya secara tak langsung menganggap Ando dan Lily bagian  dari mereka dan  memberi perhatian yang mungkin  diinginkan  cowok itu sejak lama. "Alamat telat ke sekolah gue, kak." Erika mengangkat bahu dengan senyum terkulum. Mungkin hanya perasaannya saja, tapi Lista kini terlihat hidup bahkan saat kebingungan. "Yasudah, turun sana dan sarapan." Lista mencium pipi kanan kakaknya sambil setengah berlari menuruni tangga. *** "Wajah gue gak ada resep nasi goreng yang dibikin Mama tadi pagi, jadi percuma saja dipandang mulu." Bagaimana ia tak bisa melepaskan pandangan kepada Lista, serta perubahan yang mengejutkan tanpa insiden sesudahnya? "Nikmatin aja perhatian receh gue, gak bikin lo mati, kan?" "Apaan coba." Melihat Ando menatapnya kembali tanpa kedip, spontan ia mendorong sisi wajah kiri Ando yang kini tertawa kecil. "Ando, Ih!" Tawanya menghilang tepat saat Karen muncul di samping Ando dengan senyum lebar, membuat selera makannya mendadak musnah. "Halo, Karen." "Gue gabung, yah." Tak peduli dengan tatapan kesal Lista, ia membuka kotak bekalnya dan menyodorkannya kearah Ando. "Gue bawa roti manis kesukaan lo, nih. Tadi pagi bikin. Mau?" Ia ingin mengambil sendiri, namun Karen keburu menyuapi sepotong roti manis itu kemulutnya. "Enak banget," sambil menerima dengan senang hati sebotol air mineral yang disodorkan Karen.  "Enakkan mana ama yang kemaren?" "Hari ini, sih. Lebih empuk serta menteganya lumer dimulut." Lista memperhatikan Karen menghabiskan air mineral yang diberikannya kepada Ando. Sadar bahwa mereka melakukan ciuman tak langsung melalui itu, membuatnya merasa ingin muntah. "Jadi, lo suka masak?" "Banget. Apalagi kalau cowok yang gue suka juga demen ama hasil masakan gue. Itu jauh lebih romantis ketimbang makan bersama dikafee mahal." Ia tetap tersenyum seolah tak peka. "Gimana kalau lo?" "Gue suka masak, tapi kayaknya gak freak kayak lo." "Kalau gitu, apa yang lo suka? especially, saat lo bersama Ando?" "Banyak dan bikin lo ngantuk saking bosannya."  *Visualisasi Karenina  Ia bertopang dagu sambil memiringkan kepalanya sedikit, berusaha mengintimidasi sorot mata unik yang terlihat tak terganggu. "Try me." "Next time." Ia menatap Karen sambil tersenyum. "Gue cabut dulu." "Mau kemana? Melihat Ando memilih menghabiskan roti pemberian Karen, ketimbang bekal buatan Mamanya, membuatnya kesal. "Mengerjakan tugas kemaren." "Bukannya sudah lo kerjakan sama gue?" Ia angkat bahu agar tak terlihat salah tingkah akan tatapan hitam kelam Ando yang mengintimidasi. "See ya." *** Bego! Kenapa gue malah kabur?! Kan lo pacarnya! Kontrak! Tetap aja lo pacar Ando, Lista! Lo harusnya bisa usir Karen jauh - jauh, kalau perlu lo sembur dia pake air garam sekalian biar jera! Lista mengacak rambutnya sendiri sambil memandang beberapa teman sekelasnya sedang bermain bola. Pertengkaran batin membuatnya tambah stres - ketimbang terhibur. Dasar bodoh! "Lista," Ia tersentak saat mendengar ada yang memanggilnya, perlahan bergeser ketika salah satu dari mereka memilih duduk disamping. "Lo kok sendiri aja disini?" "Lagi kepengen aja." Ia tersenyum kecil agar tak dikira sombong, perlahan menelan ludah ketika beberapa temannya kini beristirahat dan memilih duduk mengitarinya. "Gue duluan, yah." "Kok buru - buru, Lis? Santai aja ama kami."  Lista menatap horor pergelangan tangan kanannya yang dipegang cowok yang diingatnya bukan teman sekelasnya, belum lagi genggamannya mengetat hingga ia merasa lupa bernapas dengan normal. "Gue mau ke Toilet dulu." "Duduk dulu bareng kami sebentar, gimana?" "Lista, Dicari dari tadi malah nongkrong disini." Cindy  melihat sahabatnya hampir pingsan karena dikepung di Taman Sekolah, tanpa pikir panjang setengah berlari menyeberang lapangan Bola demi  merangsek maju dan menarik lengan Lista sebelum berakhir pingsan. "Ayo temenin gue ke kantin." Ia langsung menggenggam tangan Cindy dengan sangat erat, lebih dari takut kalau sahabatnya menghilang seperti debu tertiup angin atau penyelamatan ini hanyalah khayalan. "Lo emang bener - bener pahlawan gue, Cind." *** *Jayden Wijaya. "Gue tadi liat Lista dikepung cowok kelas sebelah."  Ucapan sambil lalu Jayden, sahabatnya membuat buku yang dibacanya kini tak menarik lagi. "Dikepung?" "Mereka ngajak ngobrol pas cewek lo lagi duduk sendiri di Taman." Sumpah demi apapun, bila teringat kejadian siang tadi membuatnya naik darah tanpa alasan. "Pas gue pengen nolong dia karena tak tahan liat ekspresi ketakutannya, ada seorang cewek langsung narik dia keluar dari kerumunan." Pantas saja sesudah itu, Cindy menatapnya penuh permusuhan sangat kentara, dan Lista kembali pada tahap awal sebelum bertemu dengannya. "Gue tak tahu." Mungkin kedua telinganya terlalu banyak disumpal oleh Earphone, hingga mendengar sedikit nada penyesalan dari seorang Ando. "Gue jadi penasaran mengapa dia ketakutan kayak gitu. Maksudnya, kita berada di Lingkungan Sekolah dan terjadinya di tempat umum. Lagipula gue yakin mereka cuman ingin ajak Lista ngobrol. Bukan melakukan hal yang tak pantas." "Yuk pulang." Tatapan penuh hati - hati itu membuatnya menahan diri untuk tidak menghembuskan napas lelah. "Yuk." "Gue sama Cindy aja kali ini." Ia ingin meraih lengan Lista yang terayun seperti biasa, namun cerita Jayden tentang ekspresi ketakutan Lista yang muncul karena perlakuan serupa, membuatnya urung. "Gue gak mau sendiri hari ini." "Lo punya Karen yang bisa nemenin kemanapun, loh." Lista menyumpahi diri mati - matian karena mengucapkan isi kepalanya. "Intinya gue lagi males liat sama lo." "Yaudah, gue nyetirnya sambil pasang Topeng aja gimana?" "Tetep males kalau denger suara lo." "Gue akan diem kalau gitu." Ia menahan diri untuk tidak tersenyum, saat Lista terlihat ingin menahan tawa. "Gue ingin pulang bareng lo. Bukan Karen." "Lo lebih dekat dengan dia ketimbang gue, loh." Sudah basah, tenggelam saja sekalian. Batinnya saat melihat wajah bingung Ando yang membuatnya gemas. "Bahkan sampai minum di botol minum yang sama, saling suapin roti sambil memuji habis - habisan, bahkan tahu kesalahannya dimana. Luar biasa sekali Ekspresi salah tingkah serta rutukan sangat pelan dari Lista, membuatnya tersenyum sangat lebar - nyaris tertawa sebenarnya saat tahu permasalahannya. "Cemburu?" "Cuman pengen keluarin uneg - uneg." Ia melirik kearah lain untuk melarikan diri. "Lo pulang sendiri atau dengan Karen saja, gue sama Cindy. Bye." "Lista..." "Gue bukan bocah dalam pengasuhan lo, Ando." Ia mendekat perlahan sambil melipat kedua tangan di belakang, tak berkedip menatap Lista yang memperhatikan tindakannya. "Mau gue traktir Eskrim gak sebagai permintaan maaf?" "Cuman Eskrim doang?" Melihat Lista sambil menggigit bawah bibirnya, membuatnya tergoda sesaat untuk mengecup bibir tipis kemerahan tersebut. Fokus, Ando. Fokus. "Anything for you, Lista."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN