Bab 2. Menikahlah Denganku, Atami!

1033 Kata
"Sialan!" Kahfi yang marah semakin mendekat. Mengundang teman tongkrongan segera meninggalkan kursi mereka dengan panik. Tangan Kahfi dicekal untuk tidak menyakiti Atami. Sementara mata Atami menatap dengan berkaca-kaca. Tangan mengepal erat, berusaha menahan emosi. Berani sekali Kahfi mencuri ciumannya hanya karena mabuk. "Silakan telepon asisten Rian dan meminta dia untuk mengantar Anda!" Atami meletakkan tas, jas serta ponsel milik Kahfi di atas meja. Kaki Atami langsung berjalan cepat meninggalkan mereka. "Wah gila! Sekretaris mana yang berani menampar wajah atasannya." "Jangankan 100 juta, kayaknya dikasih 1 miliyar juga Atami bakal nolak Kahfi." Suara tawa pun terdengar bersahutan. Kahfi nampak tak terima hingga menunjukkan raut emosi. Dia merasa terinjak dengan perkataan mereka. "Apanya yang 1 miliyar? Tidak dibayar juga Atami akan takluk di kakiku!" seru Kahfi dengan angkuh. "Oh ya benarkah? Buktinya kamu tadi ditampar, Fi. Memangnya ada wanita yang pernah melakukannya padamu? Tuh si Atami yang pertama sepertinya." Tangan Kahfi mengepal erat. Salah satu teman Kahfi menepuk pundak dengan tersenyum mengejek. "Lucu sekali, Kahfi hanya senilai 100 juta. Sudah gitu ditolak pula." Tawa mengejek kembali bersahutan membuat Kahfi benar-benar emosi. Hingga maju dengan tangan bersiap meninju, namun teman yang lain langsung mencegah. "Cepat antar Kahfi pulang!" Pada akhirnya Kahfi diantar pulang oleh teman tongkrongan dengan raut masih kesal. Gara-gara wanita bernama Atami, Kahfi jadi bahan ejekan teman-teman. "Aku akan mendapatkan Atami, bahkan aku jamin dia akan bertekuk lutut padaku," ujar Kahfi dengan nada angkuh. Teman yang bernama Yuda ini menarik napas. Pria tersebut mengemudi untuk Kahfi karena tidak ikut minum dengan yang lain. "Bukan Atami yang bertekuk lutut, tapi kamu, Fi." Kahfi menyeringai. "Hati wanita itu lemah." "Salah. Hati wanita malah rumit dan terkadang kamu akan tersesat di dalamnya, jika sudah memasukinya." Kahfi melirik dan kembali menunjukkan senyuman sinis. Dia harus dapatkan Atami, lalu meninggalkan Atami bagai sampah yang patut dibuang. Intan terlihat keluar dari rumah dengan cemas. Kahfi yang dibantu keluar dari mobil oleh Yuda, langsung menolak saat melihat Intan mendekat. "Aku bisa jalan sendiri!" tolak Kahfi dengan ketus. Kahfi berjalan sedikit terhuyung ke dalam rumah. Mata bisa menemukan ibu dan kakak ipar di ruang tamu. Intan segera masuk dan menutup pintu rumah. Hendak wanita tersebut meraih lengan Kahfi, namun sang suami menarik tangan dengan kasar. "Jangan sentuh aku!" Kahfi sampai menyeru, karena tidak suka disentuh oleh Intan. Kemudian, mata Kahfi menatap pada Intan. Bibir dia mengulas senyum sinis. Dia ingin lihat, bagaimana reaksi wanita ini ketika mendengar keputusannya? Wanita yang menawarkan suami pada yang lain dengan harga receh. "Sesuai keinginanmu, Intan. Aku akan menikahi Atami." Ibu Kahfi dan sang kakak ipar saling lirik begitu mendengar ucapan dari Kahfi. Mereka mengenal Kahfi dengan baik. Semabuk apa pun, Kahfi tidak akan bicara sembarangan. Intan melirik pada ibu Kahfi, berharap rencana rela dimadu hanya diketahui oleh Kahfi dan Atami saja. "Apa maksud kamu, Fi? Kamu mau menikah lagi?" tanya ibu Kahfi dengan heran. Kahfi melirik sang ibu. "Ya." Sinta langsung meraih lengan ibu mertua, mata saling memandang dengan cukup serius. "Keluarga ini harus punya penerus, Bu," bisik Sinta sangat pelan. "Siapa wanita itu? Sosok yang membuat kamu tertarik untuk menikah?" tanya Maria sangat penasaran. Sang anak dulu butuh dibujuk beratus kali hanya untuk menikahi Intan, sekali pun dengan terpaksa. Namun, hari ini ada wanita yang membuat Kahfi langsung ingin menikah. Bahkan tanpa ada paksaan sedikit pun. "Sekretarisku," sahut Kahfi. Intan segera menarik Kahfi untuk menaiki anak tangga. Kahfi yang merasa mereka berdua memang harus bicara, dia membiarkan Intan berbuat sesuka hati. Begitu tiba di depan kamar, Kahfi langsung menarik tangan dari genggaman Intan. Mata Intan menatap Kahfi dengan sedikit kesal. Padahal biasanya wanita ini selalu terlihat santai dan lemah lembut. "Kenapa membicarakan masalah ini di hadapan ibu dan kakak ipar?" tanya Intan. Kahfi menatap istri dengan raut malas. "Bukannya kamu yang menyuruhku menikah lagi? Kamu juga ingin aku menghamili sekretarisku sendiri." Intan kali tersebut terang-terangan menarik napas. "Aku memang menyuruh kamu, Mas. Tapi, bicaralah denganku saja. Jangan di depan keluargamu." Kahfi membuka pintu kamar dan mulai memasukinya. Intan segera mengikuti langkah kaki suami. "Atami hanya wanita kedua, dia hanya pengganti rahim untukku saja, Mas." Kahfi melirik dengan sengit. "Wanita yang aku nikahi, bukanlah seorang selingkuhan. Tapi, wanita yang ditawarkan oleh istri sendiri. Dunia harus tahu betapa dermawannya hati kamu, Intan." Intan mengepalkan tangan dengan emosi. Niat hati ingin mengakui anak yang nantinya lahir dari rahim Atami, kemudian menyuap Atami dengan uang besar. Kahfi malah mengacaukan segalanya. *** Atami meletakkan dua cangkir kopi di atas meja. Lantas, tubuh mulai berjalan mundur. Namun, Atami tidak pergi dari ruangan. Hanya memberi jarak dengan Kahfi yang sedang membahas kontrak bersama kolega. Mata Kahfi melirik kopi milik kolega bisnis yang asapnya masih mengepul. Sementara milik sendiri nampak sudah dingin. Kahfi menyeringai dengan pandangan tertuju pada Atami. "Kamu menyimpan dendam padaku, Atami?" Kepala Atami terangkat dengan mata menatap tajam pada Kahfi. "Tidak, Pak." Kahfi menyandarkan punggung pada sofa. Dia yang mulai bosan dengan pembicaraan kontrak, sepenuhnya memperhatikan Atami yang menarik juga untuk dijadikan hiburan. "Kamu benci padaku, Atami?" tanya Kahfi lagi. "Tidak, Pak." Mustahil jika Atami mengakui. Bisa-bisa Atami kena depak dari perusahaan. "Lantas, kenapa caramu menatap atasan, seperti sedang melayangkan senjata di medan perang?" "Itu tidak benar, Pak," sangkal Atami lagi. Kahfi menyeringai. Hanya Atami yang selalu menjawab, setiap kali Kahfi bicara. Dia sedari dulu memang menyadari kelancangan sifat Atami. Kemudian, mata Kahfi melirik pada kolega bisnis. "Pak Anto tahu? Saya mendadak trauma mencium wanita," adu Kahfi. Tangan Atami mendadak meremas roknya begitu mendengar ucapan dari Kahfi. Namun, ia berusaha untuk bersikap sewajarnya. "Apa ada cerita di baliknya?" tanya kolega bernama Anto. Mata Kahfi meliriknya. "Saya ditampar hanya karena mencicipi bibirnya. Bahkan saya digigit juga." Anto mengerutkan dahi, kemudian menebak dengan hati-hati. "Maaf, apakah Pak Kahfi membicarakan ibu Intan?" Kahfi masih meliriknya. "Hanya seorang wanita gila." Ketika mata Anto ikut meliriknya. Atami langsung mendekat untuk mengambil kopi milik Kahfi. "Sepertinya kopi Bapak sudah dingin, saya akan menggantinya." Atami langsung keluar dari ruang kerja, ia melampiaskan amarah dengan meremas kuat gagang cangkir. Persetan dengan permukaannya yang akan pecah dan isinya berceceran di lantai. Tiba-tiba saja pintu ruangan Kahfi terbuka. Terlihat Kahfi berdiri di ambang pintu dengan mata menatap punggung Atami yang mulai berjalan jauh. "Atami." Tahu namanya dipanggil oleh Kahfi. Atami langsung berhenti melangkah dan tubuh berbalik. "Menikahlah denganku!" ajak Kahfi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN