Kini, aku dan Yuna telah berada di dalam gedung itu. Ya ampun, aku tidak percaya saat aku berada didalam gedung itu. Dari luar, terlihat seperti bangunan bobrok yang hampir ambruk, tapi dalamnya terlihat seperti lobby hotel bintang lima. Kali ini, si orang India itu berjalan didepan kami, untuk menuntun arah kami berjalan, sementara tiga orang mafia berjas tetap dibelakang kami sambil berjalan mengikuti kami. Akhirnya, kami sampai di sebuah ruangan besar, atau lebih tepatnya ballroom. Di tengah ruangan yang besar itu, terdapat dua kursi yang saling berhadapan, dengan jarak kira-kira 10 meter. Si orang India itu maju dan duduk di kursi yang menghadap kearah kami.
"Sit down, please. (Silakan duduk)" Kata orang India itu sambil mempersilakan aku duduk di kursi dihadapannya.
Aku pun maju, dan duduk. Yuna pun mengikutiku, yang langsung dibekap oleh salah satu dari mafia berjas itu ke lantai.
"Be nice on her! (Jangan kasar terhadap dia!)" Kata orang India itu. Langsung saja mafia berjas itu melepaskan Yuna.
"You may come here if you want. But I'm afraid there's no more seat for you to sit. (Kamu boleh datang kesini jika kamu mau. Tapi aku minta maaf karena tidak ada kursi lagi untuk kamu duduki.)" Kata orang India itu dengan nada yang pelan.
"I'm fine sitting on the floor. (Tidak masalah bagiku duduk di lantai.)" Kata Yuna sambil mendekat persis kesampingku, dan duduk di lantai.
Setelah Yuna duduk di lantai, aku dengan seksama memperhatikan orang India itu.
"So, are we in a court? Mr.... hmmm... (Jadi, apakah kami sedang disidang. Tuan... siapa ya...)" Kataku.
"Oh, please forgive my late introduction. You can call me Satyr. (Oh, maafkan saya karena terlambat memperkenalkan diri. Anda boleh memanggil saya Satyr)" Kata Satyr.
Satyr... makhluk mitologi yang berupa setengah manusia dan setengah kambing. Hmmm, organisasi mereka bernama Myth, jadi untuk kode nama yang mereka gunakan adalah makhluk-makhluk dalam mitologi ya.
"So, Mr. Satyr, how can I be your service? (Jadi, Pak Satyr. Bagaimana saya bisa membantu anda?" Tanyaku.
"Well, what we really want is simple. We want you to help us. Continue your research. Of course we will fund you for all of the neccesary research cost. And then after you complete your research, you will give us the result of your work. For the p*****t, you can ask anything. Money, Freedom, Service, etc.. And of course, it won't be a small p*****t. You say the amount to us. (Yah, apa yang kita inginkan simpel saja. Kami mau kamu menolong kita. Lanjutkan penelitianmu. Tentu saja kita akan membiayai seluruh biaya penelitian kamu. Dan setelah kamu selesai dengan penelitianmu, kamu akan memberikan hasil dari penelitianmu kepada kita. Untuk pembayarannya, kamu boleh minta apapun. Uang, kebebasan, service, dan lainnya. Dan tentu saja, pembayarannya tidak akan kecil. Katakan saja jumlah yang kamu inginkan.)" Kata Satyr.
"And what will you use that research for? (Dan apa yang akan kamu lakukan dengan penelitian tersebut?)" Tanyaku.
"Well, it's a long story. Let me explain. (Yah, ceritanya panjang. Biar saya jelaskan)" Kata Satyr.
"That's enough, Satyr! I'll take it from here. (Cukup Satyr! Sekarang bagianku.)" Kata seseorang dibelakangku. Suara ini... suara wanita yang sangat familiar, suara wanita yang aku dengar belum lama ini. Saking kagetnya aku, aku tidak bisa menoleh kebelakang. Aku tahu suara ini.
"Oh, you're being nice, Siren. Have it your way then. (Oh, baik sekali kamu, Siren. Lakukan sesukamu.)" Kata Satyr sambil berdiri dari kursinya, dan mempersilakan wanita yang bernama Siren itu duduk.
Seorang wanita berambut lurus panjang dan mengenakan gaun hitam terusan selutut berjalan melewatiku dan Yuna, kemudian berbalik dan duduk di tempat tadinya Satyr duduk. Kakinya yang panjang berwarna putih bersih, perutnya yang tidak terlalu ramping, badannya yang tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk, serta wajahnya yang sangat cantik. Aku tidak akan melupakan wajah cantik itu. Aku lihat Yuna pun hanya bermuka datar, entah ia berusaha menyembunyikan keterkejutannya atau ia memang tidak terkejut. Baru saja aku hendak berkata-kata, ia sudah mendahuluiku bicara.
"Terkejut?" Kata wanita itu yang adalah... Bu Novi.
"Now it all makes sense. (Sekarang semuanya masuk akal.)" Kataku.
"About what? (Tentang apa?)" Kata Bu Novi.
"Aku udah curiga, kenapa perusahaan mengutusku kepada calon client untuk tahap yang menurutku masih tahap depan, dimana bukan aku yang seharusnya maju. Tadinya, aku mencurigai perusahaan, tapi ternyata ibu pelakunya. Yang kedua, kenapa ada yang tahu aku hendak mengambil suatu instruksi di ballroom Park Hyatt Shanghai. Tadinya, aku mencurigai client yang berhubungan dengan perusahaan, tapi ternyata ibu pelakunya." Kataku.
"Cukup cermat pengamatan kamu, Jent. Sayang, hanya itulah pujian yang bisa kuberikan. Oh, kalian sudah datang? Silakan maju kesini, dan beri salam kepada Bapak Jent." Kata Bu Novi, berbicara dengan orang yang ada dibelakangku.
Hmmm, entah kenapa aku mengenal aura-aura ini. Aura-aura yang tidak asing bagiku. Aku melihat ada empat orang wanita dan seorang laki-laki yang berjalan melewatiku, sesampainya dibelakang Bu Novi, mereka semua membalikkan badannya. Ya ampun, aku betul-betul dibohongi. Mereka adalah keempat managerku, Abby, Lina, Diana, dan Fera. Mereka bermuka datar saat melihatku. Dan wanita yang keempat adalah... Erna! Si Erna! Hanya saja, tangannya terikat dibelakang. Lalu, Lina langsung mendorong pundak Erna, sehingga kini ia berlutut.
"Parade apa ini?" Tanyaku.
"Ah, keempat manager-mu ini dari awal merupakan anak buahku. Mereka bukan anggota organisasi ini, hanya terafiliasi saja denganku. Sedangkan untuk istrimu yang hina ini, aku hadiahkan dia untukmu, sebelum kamu mengucapkan perpisahan dengan duniamu." Kata Bu Novi.
"Perpisahan dengan duniaku? Jadi aku akan mati ya disini?" Tanyaku dengan tenang.
"Oh bukan. Tergantung Jent. Jika kamu setuju untuk membantu kami, berarti kamu mengucapkan selamat tinggal dengan dunia yang selama ini kamu ketahui, karena kamu harus memutuskan hubungan dengan apapun yang berhubungan denganmu jika kamu bergabung dengan kami. Sebaliknya jika kamu menolak, tentu saja kamu akan mati." Kata Bu Novi.
"Daripada membicarakan nasib saya, mendingan dimulai saja ceritamu, bu." Kataku.
"Baiklah. Kamu lihat, Jent. Dunia ini kacau, terlalu kacau. Sudah banyak kesedihan didalamnya, kemarahan, dendam, dan rasa benci. Orang, saling kehilangan orang yang dicintainya. Menjadi gila, menjadi pembawa kebencian bagi orang lain. Semuanya karena satu hal, yaitu perbedaan. Orang tidak bisa saling mengerti dan memahami terhadap orang lain. Satu maunya begini, satu maunya begitu. Semuanya karena perbedaan." Kata Bu Novi.
"I don't know that you're a poem reader (Aku tidak tahu bahwa ibu adalah seorang pembaca puisi.)" Kataku.
Bu Novi hanya tersenyum.
"Jent, penelitianmu itu sangat berguna bagi masa depan yang lebih cerah. Menggunakan suatu agen virtual yang memiliki otak seperti manusia, hanya saja dengan kemampuan yang beribu-ribu kali lipat. Kita akan menanamkan chip yang sudah terintegrasi dengan agen virtual buatanmu pada semua orang, sehingga semua orang akan tunduk terhadap perintah-perintah, atau tepatnya block-logic yang sudah diberikan oleh agen virtual buatanmu. Sehingga semua orang akan memiliki peran yang jelas dan pasti, dan tentunya tidak akan ada perpecahan atau perbedaan keinginan didalamnya." Kata Bu Novi.
"Sounds reasonable. How do you integrate the chip and the human brain? (Kelihatannya logis. Bagaimana ibu mengintegrasikan chip-nya dan otak manusia?)" Tanyaku.
"Decorator. (Dekorator.)" Kata Bu Novi.
Decorator... Tidak pernah terpikir bagiku untuk melakukannya. Sekedar pengetahuan, Decorator adalah suatu pola desain dalam pemrograman piranti lunak, dimana kita membuat suatu perangkat yang mengendalikan atau menambahkan properti pada suatu properti yang sudah ada. Jadi, yang dimaksudkan oleh Bu Novi disini adalah, mengimplementasikan suatu perangkat yang bergerak sebagai sinyal listrik yang dikirimkan oleh otak.
"Sounds good (sepertinya terdengar bagus). Tapi, apa gunanya hidup dalam perintah-perintah seperti itu. Memang, kesinambungan akan selalu terjaga jika seperti itu. Tapi bukannya itu yang membedakan kita dengan makhluk hidup lain? Kita ini manusia, kita punya akal budi dan punya pengertian tentang mana yang baik dan yang jahat." Kataku.
Bu Novi hanya menatapku dengan tajam.
"Jadi, kamu mengatakan bahwa perselingkuhan adalah sesuatu yang dilakukan orang karena itu baik? Atau sesuatu yang dilakukan orang karena itu jahat, tapi orang itu tetap melakukannya?" Kata Bu Novi.
"Apa maksud ibu?" Tanyaku.
Bu Novi kemudian berdiri, dan menghadap kearah Erna.
"Tahukah kamu? Suamimu main belakang denganku. Tepatnya dua hari lalu, sehari sebelum ia berangkat kesini? Kami bermain dengan sangat panas dan sangat menikmati satu sama lain. Boleh diakui, aku sangat puas dengan permainan suamimu." Kata Bu Novi.
Mendengar hal itu, Erna langsung terkejut.
"Benarkah itu?" Kata Erna, masih dalam posisi berlutut.
Aku hanya mengangguk pelan, tanpa perasaan.
"Tega-teganya kamu..." Kata si Erna b*****t itu.
Aku hanya menghela napas. Siapa sih sebetulnya yang lebih tega?
"Ya, aku emang tega. Lalu?" Tanyaku.
"Ternyata kamu tidak ubahnya seorang yang jahat, kurang ajar..." Kata Erna.
"Terus. Apa lagi?" Tanyaku.
"Apakah kamu nggak merasa bersalah sama sekali." Kata Erna, tapi dengan nada yang agak bingung. Aku mengerti, itu karena kamu berselingkuh juga, makanya kamu bicara dengan nada yang tidak yakin.
"Oke. Jahat, kurang ajar, tidak merasa bersalah sama sekali. Aku mau tanya nih. Misalkan, misalkan, sekali lagi misalkan. Misalkan, kamu yang memulai duluan, berarti kamu itu kan jahat, kurang ajar, tidak merasa bersalah sama sekali. Apa lagi? Soalnya yang mulai duluan harusnya ketimpaan makian lebih banyak nih." Kataku.
"Apa maksud kamu?" Tanya Erna.
"Mr. Satyr there, I was wondering if you can take my smartphone in my right pants pocket for me? Turn it on, and I will help you what to do after you turn it on. Or you can untie my hand, to make it easier for you. (Pak Satyr disana, Apakah kamu bisa mengambilkan smartphone-ku di kantong kanan celanaku? Nyalakan, dan aku akan membantumu apa yang harus dilakukan setelah kamu nyalakan. Atau kamu bisa membuka borgol ditanganku, agar tidak lebih merepotkanmu.)" Kataku kepada Satyr yang berdiri disamping Bu Novi.
"Sorry, that's impossible. (Maaf, tidak mungkin.)" Kata Satyr.
"Help him for me, please Satyr. (Tolonglah dia Satyr)" Kata Bu Novi.
Mendengar permintaan Bu Novi, Satyr mengangguk pelan sambil tersenyum, dan mendatangiku, kemudian mengambil smartphone-ku dari kantong kanan celanaku. Kemudian dia menyalakannya, dan memberikan smartphone itu kepadaku untuk membuka kuncinya karena dilindungi oleh sidik jari.
"C'mon, you're highly secret organization, and you cannot open that puny lock? (Ayolah, masa organisasi rahasia yang sangat rahasia tidak bisa membuka kunci kacangan begitu.)" Kataku.
"Well, regardless of whether I can open it or not, someone's privacy is the thing that I will surely not butt in. (Yah, entah aku bisa membukanya atau tidak, privasi seseorang adalah hal yang tidak akan pernah kuusik.)" Jawab Satyr sambil tersenyum.
Kemudian, aku mengulurkan jariku untuk membuka lock di smartphone-ku. Kemudian, ia menyerahkan smartphone itu kepadaku. Aku masih bisa mengoperasikannya, karena pergelangan tanganku masih bisa digerakkan. Aku me-navigasikan smartphone-ku, dan menunjukkan video-video yang telah direkam oleh Peter.
"Please give it to my lovely wife. (Tolong berikan pada istriku tercinta)" Kataku sambil menyerahkan smartphone-ku kepada Satyr. Satyr mengambilnya dari tanganku, dan memberikannya kepada si Erna tanpa melihat layar smartphoneku.
"Silakan diputar." Kataku kepada Erna.
Si Erna kemudian menekan layar smartphone-ku, dan video rekaman itu berputar. Erna tampak sangat kaget melihat rekaman itu.
"Ini... pertama kalinya..." Kata Erna.
"Ya. Dari awal perselingkuhanmu, hingga sampai kemarin malam, aku selalu tahu, Erna." Kataku dengan dingin.
"J.. Jent... aku..." Kata Erna sambil melihat video itu dengan bingung.
"Mungkin ada penjelasan dari kamu, sayang?" Kataku dengan wajah menyindir.
"Darimana kamu bisa dapat rekaman ini?" Tanya si Erna.
"Mana yang lebih penting? Jawabanku, atau penjelasanmu?" Tanyaku dengan dingin.
"Omong-omong, bagaimana dia bisa sampai kesini? Setahuku, semalam dia masih bergila-gila dengan selingkuhannya di hotel." Tanyaku kepada Bu Novi.
"Ya, semalam aku mendobrak kamar tempat mereka bercinta. Mulanya, selingkuhannya sok galak. Ketika ditodong pistol, nyalinya langsung ciut. Dan tidak usah khawatir, aku sudah membunuhnya. In case kamu selalu berkecil hati, tidak perlu berkecil hati Jent. Selingkuhannya itu hanya modal mulut dan badan saja. Menghindari peluru yang kuberitahu kapan akan kutembakkan saja tidak bisa. Dia hanya tahu bagaimana cara memuaskan istrimu saja." Kata Bu Novi.
"Serves him right, for meddling with someone's wife. (Yah sudah sepantasnya, karena sudah berurusan dengan istri seseorang)" Kataku.
"Jent, tunggu. Aku menyesal-" Kata Erna.
"Ya, kamu menyesal karena selingkuhanmu sudah mati, sehingga tidak ada yang bisa memuaskan kamu lagi seperti dia, yang bisa memberikan kenikmatan yang suaminya tidak bisa berikan." Kataku dengan dingin.
"Jent... bukan begitu..." Kata si Erna b*****t sambil menangis.
"Sudah, cukup. Atur dulu tangisan dan napasmu, baru kamu jelaskan ya. Silakan dilanjutkan bu." Kataku kepada Bu Novi.
"Aku tidak tahu apakah kamu sekarang ini sadis atau tenang. Tapi ya itu bukan permasalahan yang serius, Jent. Kamu lihat, Jent. Dunia ini memang penuh dengan hal yang jelek. Menjijikkan, memuakkan, dan menyedihkan. Itulah sebabnya mengapa organisasi kami ingin menerapkan sistem seperti itu. Kami akan menghancurkan ekuilibrium yang ada di dunia ini." Kata Bu Novi.
"Dan, kalian pun juga akan terjebak didalamnya?" Tanyaku.
Mendengar perkataanku, Bu Novi tersenyum, senyum yang sangat menyeramkan.
"Tidak, Jent. Kita akan menjadi fondasi yang mengatur agen virtual buatanmu. Kitalah yang menjadi organisasi yang mengatur semuanya. Ya, dengan kata lain, we will become God (kita akan menjadi Tuhan.)" Kata Bu Novi.
"Absurd. (Konyol.)" Kataku.
"And why is that? (Dan kenapa itu?)" Tanya Bu Novi.
"You want to play with God? Never will you success. (Ibu ingin mempermainkan Tuhan? Ibu tidak akan pernah berhasil)." Kataku.
"Oh, why don't you join us? Then I can prove it that you are wrong. We will unite everyone into one. No more sadness, no more hatred, and no more evil things in this world. That's the dream of my love, James. (Oh, kenapa kau tidak bergabung dengan kami? Maka, aku akan bisa membuktikan bahwa kamu salah. Kita akan menyatukan semua orang menjadi satu. Tidak ada kesedihan, tidak ada kebencian, dan tidak ada hal jahat lagi di dunia ini. Itulah yang selalu diimpikan oleh cintaku, Pak James.)" Kata Bu Novi.
"Pak James? Aku tidak percaya dia seperti itu." Kataku.
"Dia memang tidak seperti itu, Jent. Sampai akhirnya istri dan anaknya meninggal karena dibunuh oleh pemerintah." Kata Bu Novi.
Akhirnya aku mengerti, kata-kata yang selalu diucapkan Pak James kepadaku. Kata-kata yang tidak pernah kulupakan, yang selalu kuingat.
"Karena itulah, dia selalu bermimpi, dan akhirnya sampai pada kesimpulan ini. Ya, manusia tidak boleh musnah, nafsu dan emosi manusia lah yang harus dimusnahkan." Kata Bu Novi.
"Dan dengan pernyataan ibu, ibu ingin menjadi Tuhan bagi kami semua? Apakah Tuhan tidak memiliki emosi?" Tanyaku.
"Karena itulah, kitalah yang akan menjadi fondasi dari agen virtual itu. Hanya kita yang memiliki emosi, untuk mengatur seluruh orang yang berada didalam kekuasaan agen virtual itu." Kata Bu Novi.
"Iya, genosida yang efektif." Kataku.
"Itulah impian Pak James selama bertahun-tahun." Kata Bu Novi.
"Jadi, tentang keluarga yang bukan keluarga inti Pak James yang menghilang secara misterius itu..." Kataku.
"Tentu saja, skenario yang diatur oleh Myth." Kata Bu Novi.
"Dan kematian Pak James yang overdosis itu..." Kataku.
"Karena menemui jalan buntu dalam penerapan agen virtual ini." Kata Bu Novi.
"Aku yakin bukan seperti itu. Ada yang Bu Novi tidak ketahui." Kataku.
"Cukup. Aku tidak perlu berdebat dengan anak ingusan macam kamu. Jadi, intinya, apakah kamu mau bekerjasama dengan kami atau tidak?" Tanya Bu Novi.
"Kalau tidak?" Tanyaku.
"Tentu saja, berarti ini adalah akhir dari hidupmu. Tapi tenang saja, hidupmu tidak akan berakhir sebelum kamu melihat orang-orang yang kamu sayangi mati secara mengenaskan." Kata Bu Novi.
Hmmm, begitu ya? Aku berpikir sejenak. Aku memikirkan tentang kejadian-kejadian yang sudah lalu, mengumpulkan semua fakta dan ucapan orang-orang yang terlintas baru-baru ini, dan menyatukannya menjadi satu pernyataan.
"Kapan ide proyek ini muncul bu?" Tanyaku.
"Apa pentingnya kamu tahu mengenai hal itu? Tentunya sebelum kamu masuk ke perusahaan tempatmu bekerja sekarang." Kata Bu Novi.
Jadi begitu ya. Aku sekarang mengerti apa yang sesungguhnya dialami oleh Pak James. Aku memantapkan hatiku, dan menatap Bu Novi dengan pandangan yakin.
"Sampai matipun, aku tidak akan pernah bekerjasama dengan ibu. Itulah yang akan dikatakan oleh orang-orang terdekatku, karena aku mengenal mereka. Tentunya itu juga yang akan dikatakan olehku." Kataku.
Walau enggan, aku melihat kearah Erna. Dia tampak tersenyum kecil, dengan masih menangis. Aku melihat kearah Yuna yang duduk di lantai disebelah kananku. Yuna pun tersenyum.
"Hmmm, begitu ya?" Kata Bu Novi sambil berdiri.
Ia berjalan kearahku, dan berhenti tepat didepanku.
"Aku rasa, aku mulai dari manusia cilik ini." Kata Bu Novi sambil mengacungkan pistol kearah Yuna.
Tidak lama kemudian, suara pistol berdentum. Tapi Yuna berhasil menghindar. Untung saja kakinya tidak diikat, jadi masih bebas bergerak. Refleks yang bagus, begitu aura membunuh yang dipancarkan Bu Novi naik, Yuna langsung menghindar kekanan. Setelah menghindar, masih dalam posisi duduk, ia menggunakan tangannya yang masih diborgol sebagai tumpuan, pengganti kaki, dan melancarkan tendangan kaki kanan kearah Bu Novi. Baru saja aku hendak berdiri mau membantu Yuna, tiba-tiba sebuah peluru disertai dentuman suara pistol melesat tepat disebelah kiri wajahku, hanya beda beberapa jarak saja. Aku melihat kearah peluru itu datang, dan ternyata Fera sudah siap dengan pistolnya. Hmmm, aku harus tetap duduk ya? Tendangan kaki kanan Yuna ditepis dengan mudah oleh Bu Novi menggunakan tangan kirinya. Menggunakan tangan kiri Bu Novi sebagai tumpuan kaki kanannya, Yuna langsung melancarkan tusukan kaki kiri ke wajah Bu Novi. Sayangnya tusukan kaki itu terlalu mudah untuk dihindari, Bu Novi hanya melompat kebelakang beberapa langkah. Tusukan kaki kiri yang hanya mengenai udara, langsung digunakan oleh Yuna sebagai tenaga untuk berdiri. Kemudian, Yuna langsung berlari kearah Bu Novi, memutar tubuhnya hendak melancarkan gerakan kaki lain, sampai akhirnya aku melihat Diana berlari dengan cepat kearah Yuna, dan menangkap tendangan berputar keatas yang dilancarkan oleh Yuna. Pergelangan kaki Yuna yang kini digenggam oleh Diana, langsung diputar sehingga tubuh Yuna langsung terpelanting dan kini Yuna sudah terjerembab di lantai. Ini sih sangat susah memang. Pertama, dari segi tenaga, kita jelas kalah jumlah. Kalaupun aku dan Yuna bisa mengatasi Diana dan Bu Novi, masih ada Fera yang sudah siap dengan pistolnya. Abby, Lina, dan Satyr pun belum bergerak daritadi. Belum lagi mafia-mafia berjas dibelakangku. Kedua, tanganku dan tangan Yuna dalam kondisi terborgol, otomatis kekuatan kami berkurang hampir sepertiga nya. Kali ini, Diana telah mengunci tubuh Yuna dengan menggenggam kedua pergelangan kakinya dan menekan penggung Yuna kelantai, sehingga Yuna betul-betul tidak bisa bergerak.
"Tindakan yang tidak berguna." Kata Bu Novi, sambil mendekati Yuna.
"Begitulah, sama bodohnya seperti atasannya." Kata suara seseorang dari belakang Bu Novi, yang ternyata adalah Lina.
"Apa lagi maumu kali ini?" Tanyaku dengan ketus.
"Ini semua karena bapak, lihat kan pak. Bapak selalu menolakku, dengan alasan sok cinta kepada istri bapak. Lihatlah, lihat sekarang. Apakah bapak punya alasan lagi untuk sok cinta-cintaan kepada istri bapak?? Bapak berusaha sekuat mungkin mempertahankan istri bapak, eh nggak taunya malah selingkuh. Mending sama aku kan?" Kata Lina.
Hmmm, sebetulnya aku cukup suka juga kata-kata Lina, karena itu membuat wajah si Erna makin kaget.
"Oh iya? Apa jaminannya bahwa kamu ga akan selingkuh?" Tanyaku.
"Dengar ya... bapak yang bodoh, bapak lemah, dan bapak yang payah. Tentu saja aku akan selalu setia, karena martabatku jauh lebih tinggi daripada istrimu yang hina itu." Kata Lina sambil menunjuk Erna.
"Oohh betul, poin plus untukmu, karena baru saja kamu mengkhianatiku dengan berpihak pada Bu Novi dan organisasi rahasianya." Kataku.
"Maaf ya pak. Aku sudah capek bekerja dibawah wakil direktur yang bodoh dan payah seperti bapak. Berhubung aku ditawari posisi wakil direktur menggantikan bapak, ya kenapa tidak kuambil saja?" Jawab Lina.
Oh oke. Aku bingung apa bedanya dia dengan Erna. Mengkhianati karena tergiur dengan sesuatu yang lebih hebat. Dimana setianya? Yaah, betul sih kata-katanya. Aku memang bodoh. Tapi untuk hal ini, bodoh karena sudah mempunyai manager yang gila seperti ini. Untung saja anak-anak bawahannya tidak ikut gila seperti dia.
"Yah, harusnya kali ini tidak akan meleset." Kata Bu Novi, sambil mengarahkan moncong pistol ke kepala Yuna.
Aku melihat Yuna menutup matanya, tapi ekspresinya tetap tenang. Aku tahu Yuna, kamu tidak takut mati. Aku melihat bibir Yuna berbicara, tanpa mengeluarkan suara. Aku berusaha membaca gerak bibirnya untuk mengetahui apa yang sedang ia bicarakan.
"Are you still dying to know why right now? Well, in that case, I'll answer it right now. It's because I love you.
(Apakah bapak masih sebegitu ingin tahu? Baiklah, kalau begitu akan kujawab sekarang. Karena aku mencintai bapak.)"
Apa? Yuna? Wanita sebaik ini, mencintaiku yang begitu rendah, yang sudah berselingkuh dibelakang istriku? Pikiranku tiba-tiba menjadi kacau, aku benar-benar tidak boleh membiarkan dia mati. Tapi apa daya, belum sempat berdiri, tiba-tiba terdengar suara dentuman pistol. DOORR... Daammnn! Tunggu Yuna, jangan pergi dulu! Pikiranku betul-betul menjadi kosong. Tapi untungnya, kepanikan tidak membuat diriku hilang kendali, aku merasakan aura membunuh yang sangat besar, dari arah tempat Fera, Abby, dan Satyr berdiri. Tapi, aura membunuh itu lama-kelamaan mulai menurun, tapi tetap stabil. Aku tidak bisa melihat apa yang terjadi, saking penuhnya pikiranku oleh rasa panik. Perlahan-lahan, pikiran dan penglihatanku mulai kembali, aku melihat Yuna yang masih dikunci oleh Diana, ia melihat kedepan dengan tatapan yang sedikit bingung. Eh? Yuna masih hidup? Aku berhalusinasi kah? Aku berusaha sekuat tenaga untuk mengembalikan seluruh pikiranku.
Akhirnya, pikiranku sudah kembali seutuhnya. Dan aku memang melihat bahwa Yuna betul masih hidup. Wajahnya yang cantik dengan matanya yang masih terbuka menandakan bahwa ia memang masih hidup. Dan aku tiba-tiba mendengar suara orang terjatuh. Langsung saja kulihat kearah suara itu berasal, dan aku melihat bahwa Bu Novi sudah jatuh tersungkur dilantai dengan darah mulai mengalir ke lantai. Kulihat kedepan, ternyata Fera yang menembaknya, karena pistolnya masih terarah ke tempat Bu Novi. Diana yang tadinya mengunci Yuna, langsung melepaskan Yuna dengan segera, dan berlari kearah belakang kami. Aku melihat kearah dia berlari. Di tengah berlari, Diana langsung melompat, dan mendaratkan tendangan cangkul dengan sangat cepat, menghajar salah satu mafia berjas dibelakangku. Kemudian, satu mafia berjas lagi yang berdiri di samping mafia berjas yang tadi dilumpuhkan oleh Diana, langsung sigap mengarahkan pistol ke Diana. Tapi, Diana dengan cepat menunduk sambil melakukan tendangan sapuan ke kaki si mafia berjas itu, sehingga mafia berjas itu terjatuh. Tanpa membuang-buang waktu, tinjunya Diana langsung menghantam mafia berjas yang terjatuh itu. Mafia berjas satu lagi, cukup jauh posisinya dari Diana, sudah mengarahkan pistol nya kearah Diana. DOOORRR... Terdengar suara letusan pistol, dan mafia itu langsung jatuh. Aku melihat kearah suara tembakan itu berasal, dan ternyata dari Fera. Apa yang sebetulnya terjadi? Aku sendiri sangat bingung. Kulihat, Fera pun berlari kearah Yuna. Ia langsung membuka ikatan borgol ditangan Yuna dengan pistolnya.
"Bantu kita. Kita sama-sama punya tujuan yang sama." Kata Fera kepada Yuna.
Yuna pun mengangguk. Diana pun sudah berkumpul ditempat mereka. Hmmm, kulihat didepanku tinggal ada Lina, Abby, dan Satyr. Tapi, aku sendiri pun masih bingung apa yang sebetulnya terjadi. Dari pintu yang ada di kanan dan kiri kami, tiba-tiba keluar lebih banyak lagi mafia berjas. Mungkin kira-kira jumlahnya ada sekitar delapan orang. Mafia-mafia itu mengeluarkan senjata mereka masing-masing. Beberapa menggunakan pisau, beberapa menggunakan nunchaku, dan beberapa menggunakan senjata semacam clurit. Diana memberikan sebuah pistol kepada Yuna, rasanya dia mengambilnya dari dua mafia yang dilumpuhkan tadi.
Kini, Diana, Fera, dan Yuna berdekatan, menghadap ke arah sekitar delapan mafia berjas yang ada didepan mereka. Wah, ini seperti Charlie's Angels. Atau seperti YuRiPa dari Final Fantasy X-2.
"Hei, tolong lepasin ikatan borgol saya juga." Kataku kepada mereka bertiga.
"Bapak duduk anteng saja disitu." Kata Yuna.
Yah, terserahlah kalau dia memang tidak membutuhkan bantuanku. Aku duduk santai saja disini. Akhirnya, Diana mulai berlari kearah para mafia berjas itu. Dua mafia berjas yang menggunakan clurit dan pisau menghadang Diana, dan langsung menyabetkan senjata mereka lewat atas dan bawah. Tapi apa yang dilakukan Diana betul-betul brilian, dia melompat berputar dan merotasikan tubuhnya, sehingga tubuhnya melewati batas tengah antara sabetan pisau dan clurit dua mafia berjas itu, dan langsung menumpukan kedua tangannya di lantai dan melancarkan tusukan kaki ke leher kedua mafia itu. Ouch, kalau tidak mati, mereka pasti minimal pingsan. Sayangnya, gerakan Diana itu dimanfaatkan oleh salah satu mafia berjas itu. Saat kedua kaki Diana masih mengudara, salah satu mafia berjas yang bersenjatakan nunchaku maju. Ia berusaha untuk memukul Diana yang masih dalam posisi sulit dengan senjatanya, namun Yuna langsung maju dan menangkap hantaman senjata mafia itu, dan langsung menyikut leher si mafia berjas itu. Saat lawan banyak, memang harus secepat mungkin melumpuhkan satu demi satu, maka dari itu daritadi Diana dan Yuna selalu mengincar titik vital. Fera pun tidak mau kalah. Ia mulai berlari kearah salah satu mafia berjas yang bersenjatakan pisau, dan melempar pisau kearahnya sambil tetap berlari. Kecepatan lemparan pisaunya cukup kencang, namun ternyata si mafia berjas berpisau itu tidak kalah hebat. Ia menepis lemparan pisau Fera dengan menggunakan pisaunya. Sayang sekali, ia terlalu banyak mengayunkan tubuhnya saat menepis pisau, sehingga ia terlambat menyadari akan jaraknya dan Fera yang sudah sangat dekat. Fera memanfaatkan kelengahan si mafia itu dan langsung menangkap leher si mafia itu, dan... mematahkannya dengan memuntir kearah kanan. Eww, bukan pertama kalinya aku melihat orang mati dibunuh sepanjang karirku, tapi ini pertama kalinya aku melihat Fera membunuh orang dengan tangan kosongnya.
Sekarang, mafia berjas itu tinggal empat. Tiga diantara mereka berlari menghadapi Diana, Yuna, dan Fera. Kali ini mereka melakukan pertarungan jarak dekat. Hmmh... Jika melakukan pertarungan jarak dekat, kenapa tidak maju empat-empatnya sekaligus ya. Bersamaan dengan aku menyadari apa maksud dari formasi para mafia itu, mafia berjas yang terakhir itu berlari kearahku. Abby pun juga ikut berlari kearahku. Damn, kalau satu mafia berjas saja, aku masih bisa mengalahkannya walau dengan tangan terborgol. Tapi kalau ditambah Abby, aku bisa agak repot nih. Aku lihat, Diana, Yuna, dan Fera masih sibuk dengan lawan mereka masing-masing. Saat si mafia berjas itu dan Abby hanya tinggal sekitar tujuh meter lagi dariku, Yuna barulah menyadari kondisiku. Ia langsung menyiapkan pistolnya, dan bersiap-siap menembak. Sayang, persiapannya agak butuh waktu.
"Heh, lihatlah akibatnya kalau kamu ga melepas borgol-" Belum sempat aku selesai bicara, tiba-tiba mafia itu berhenti berlari. Ia pun memasang ekspresi yang sangat hampa, sebelum akhirnya terjatuh. Dibalik tubuh mafia yang jatuh itu, tampaklah Abby sedang memajukan telapak tangannya.
"Udah fokus aja. Si bapak bos ini aman di tangan gua." Kata Abby kepada tiga wanita itu.
Mereka pun memandang Abby dengan tatapan bingung. Tetapi dalam sekejap, tiga wanita itu pun menyelesaikan pertarungan mereka. Entahlah, saking bingungnya aku, aku sampai tidak lihat bagaimana lawan mereka sudah terkapar semua.
"Ba... bagaimana mung...kiin?" Tanya suara yang terengah-engah, yang ternyata adalah Bu Novi yang sudah terkapar di lantai.
"Ceritanya memang agak panjang. Tapi saya dari awal ga pernah menjadi sekutu ibu. Saya selalu berpihak pada Pak Jent, bu. Maaf." Kata Abby.
"Kalian... dari awal menipu saya?" Tanya Bu Novi.
"Saya sih iya. Ga tau mereka bu." Kata Abby Sambil menunjuk Fera dan Diana.
"Same here. (Aku juga sama)" Kata Diana.
Fera pun hanya mengangguk untuk mengiyakan.
Bu Novi pun memejamkan matanya. "Mengapa kalian begitu peduli padanya?" Tanya Bu Novi kemudian.
"Yaah. Bapak bos ini selalu baik pada kita-kita. Well, kita-kita itu adalah semua orang di kantor dan di masyarakat. Entah manager, supervisor, staff, OB, maupun siapapun juga. Beliau ini juga mentor yang baik. Selalu ngangkat kita-kita disaat kita jatuh. Selalu ngebantu kita disaat kita susah. Dan juga, dia selalu ngelindungin kita, baik dari customer-customer perusahaan yang bertemperamen rendah, maupun dari para petinggi perusahaan, terutama Bu Novi sih." Kata Abby.
Semua orang, termasuk aku, hanya bisa terkekeh-kekeh mendengar jawabannya. Dia ini memang kalo bicara agak-agak sialan sih. Tapi, aku sendiri masih heran dengan situasi sekarang ini walaupun sudah mendapatkan penjelasannya. Semuanya terjadi secara tiba-tiba.
"Aku juga punya alasan yang sama. Pokoknya apapun yang terjadi, aku nggak akan pernah meninggalkan Pak Jent, walaupun harus mati sekalipun." Kata Fera.