EPISODE 1 : Pengkhianatan
Perkenalkan, namaku Jent. Well, namaku seperti nama wanita, but trust me, I'm a man. Umurku sudah 33 tahun, dan sudah menikah selama 7 tahun. Istriku bernama Erna, berumur 30 tahun. Kami belum dikaruniai anak, mungkin karena kesalahan kami. Kami menunda memiliki anak sampai aku berumur 31 tahun, dengan alasan yang tidak akan kujabarkan disini. Dan sekarang, lihatlah kami, begitu sulit memiliki anak. Selain itu, mungkin juga disebabkan karena kami saling stress satu sama lain. Di kantor kami masing-masing, kami sudah memiliki permasalahan masing-masing, yang cukup menguras tenaga dan pikiran. Di rumah pun, karena kami dibesarkan dari keluarga yang adat-istiadatnya berbeda. Seringkali kami bertengkar, karena aku maunya tahu beres saja, sedangkan istriku suka membuat masalah kecil menjadi besar. Aku orangnya cukup toleran, sedangkan istriku cukup tidak toleran. Haduh, serba berkebalikan. Tapi mungkin perbedaan itulah yang menyatukan kami pada awalnya. Yah begitulah pernikahan, banyak lika-liku suka-dukanya. Erna memiliki tubuh yang cukup bagus. Badan yang ramping, terutama perutnya. Kulitnya putih bersih, buah dadanya cukup bulat dan berukuran 34B, pantatnya cukup bulat dan berisi, pahanya pun begitu menggoda. Ia masih sangat merawat tubuhnya. Ia tergabung dalam suatu klub fitness, dan menjadi instruktur berbagai macam kelas di klub itu.
Dalam permainan kami di ranjang, kami cenderung hambar. Mungkin dikarenakan pikiranku yang selalu lelah, dan ada saja yang dipertengkarkan antara aku dan istriku. Akibatnya, di ranjang, aku cenderung asal-asalan mainnya, dan alhasil hanya 2 menit saja aku bertahan. Sungguh, tidak seperti usia awal pernikahan kami. Mungkin ini juga bisa menjadi saran bagi pembaca, jangan suka memendam-mendam sesuatu, apalagi yang berhubungan dengan orang-orang terdekat kita.
Pada suatu hari sabtu, istriku minta izin untuk ke rumah temannya untuk menyelesaikan lembur pada hari Minggu. Aku harus bisa memahaminya, karena pekerjaan kantor pun memiliki peran yang penting terhadap masa depan. Maka, aku mengizinkannya. Dan hari minggu itu pun tiba, dan istriku berangkat pagi-pagi subuh. Aku menjadi curiga, kenapa harus berangkat pagi-pagi subuh. Maka, diam-diam kuikuti dari belakang dengan menggunakan taksi. Akhirnya, istriku sampai ke suatu rumah di daerah Jakarta Barat. Istriku memarkir kendaraannya di depan rumah tersebut, dan turun lalu membunyikan bel. Dan dari rumah itu keluarlah sesosok orang yang sangat familiar. Itu kan si Adi, mahasiswa yang sedang praktek industri di tempat kerja istriku. Ngapain istriku ke rumah dia? Bukannya dia saja yang ke rumahku. Kulihat dari dalam taksi, mereka mengobrol, tetapi aku tidak tahu apa yang mereka perbincangkan. Tidak lama kemudian, datanglah mobil kijang innova dan parkir dibelakang mobil istriku. Dari mobil itu, turunlah sepasang laki-laki dan perempuan, yang umurnya kira-kira sama dengan si Adi itu. Kok semakin aneh ya ini? Istriku terlihat marah kepada si Adi ini, namun aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Ingin sekali rasanya aku turun, dan mengumpat dibalik semak-semak untuk mendengarkan pembicaraan mereka, tapi nanti malah ketahuan lagi. Akhirnya, istriku terlihat mengalah, dan akhirnya pergi bersama Adi dan kedua temannya menaiki mobil kijang innova itu. Maka, kuminta supir taksi yang kunaiki untuk mengikuti mobil mereka.
Tidak terasa, matahari sudah terbit, dan taksi yang kunaiki masih mengikuti mobil mereka. Kita sudah ada di area Bogor. Mau kemana sih sebetulnya mereka? Dari Bogor, mereka terus melaju keatas menuju Puncak. Akhirnya, mobil mereka berhenti di kebun teh, dan mereka berempat pun turun dan berjalan-jalan di kebun teh, sambil berfoto-foto. Walaupun tadinya tidak bermaksud, tapi kebetulan jaket yang kupakai adalah hooded jacket, dan kebetulan aku membawa masker, jadinya bisa menyamar. Maka kukenakan hood di jaketku dan juga masker yang kubawa. Lalu, aku turun dari taksi, dan pergi kearah mereka.
"Yen! Sini Yen, disini bagus nih buat spot foto!" Kata teman si Adi yang laki-laki.
"Siip. Bu, ayo kita kesana." Kata temannya si Adi yang perempuan.
Istriku hendak melangkah, tapi tiba-tiba si Adi menggandeng tangan istriku, dan menuntunnya ke spot yang ditunjukkan teman Adi itu. Astaga si Adi itu, kurang ajar sekali dia! Ingin rasanya kudorong ke jurang yang ada di dekat situ. Tapi sabar, aku tidak boleh bertindak gegabah. Ini satu-satunya kesempatan untuk membuktikan kesetiaan istriku. Jika memang istriku setia, seperti yang sudah-sudah sebelumnya, paling tidak ada semakin banyak hal yang bisa kubanggakan darinya. Setelah dua jam berlalu, mereka kembali ke mobil, aku pun kembali ke taksi. Dari pembicaraan yang kudengar, tidak ada sesuatu yang berbau aneh sih, normal-normal saja. Paling si Adi b*****t itu tadi berani-raninya menggandeng tangan istriku.
Kali ini, mobil mereka berjalan kearah bawah, menuruni Puncak. Mereka sudah hendak pulang, pikirku. Akan tetapi, tiba-tiba mobil mereka memasuki suatu gang. Aku meminta supir taksi untuk tetap mengikuti mereka. Dan mereka berhenti di sebuah... losmen. Disinilah pikiranku menjadi sangat tidak enak. Aku harus mendahului mereka, ya harus begitu. Aku langsung turun, dan menyuruh supir taksi ku untuk menunggu, terlebih dahulu dengan membayar argo yang sebelumnya, dan juga membayar DP 100 ribu, biar dia sedikit sabar menunggu. Aku langsung ke jalur belakang, dan mendapatkan apa yang kucari, yaitu petugas sapu. Aku mengatakan kepada dia bahwa aku harus masuk, dan mau meminjam seragamnya. Tentu saja dia tidak memberikannya kepadaku. Terpaksa deh, keluarkan lembar merah 3 lembar, dan dia langsung mau. Aku mengenakan seragam losmen itu diluar jaketku, sehingga hood dari jaket tetap bisa kupakai, sementara seragam losmen juga terlihat dari luar. Aku langsung ke resepsionis dengan berpura-pura lewat, dan mereka berempat sudah sampai di depan resepsionis. Kedua temannya Adi langsung menuju ke sebuah kamar, dan pintunya langsung ditutup. Aku melihat bahwa resepsionis sudah menuliskan nama Adi untuk satu kamar. Istriku melihat-lihat brosur kamar, aku menduga ia mau memesan kamar sendiri, yang membuatku sedikit lega, sedikit saja.
"Ngapain boros-boros bu? Tuh bed-nya ada dua." Kata Adi.
Deeggg! Yang benar saja, si Adi mau mengajak istriku berduaan dalam satu kamar. Sabar Jent... Sabaaarr. Inilah saatnya melihat apakah istriku setia atau tidak. Sabaarr... sabaaarrr...
"Satu kamar? Yang benar saja Di. Gak ah... Aku pesan kamar sendiri aja." Kata istriku.
"Udah gapapa bu. Kita juga pisah bed kan. Ngapain sendirian? Berdua enak, ada teman ngobrol." Kata Adi.
"Gak lah Di. Gak pantes kita berduaan satu kamar. Aku sudah punya suami." Kata Istriku.
Hmmm... hebat juga dia. Salut aku.
"Sekarang gini aja bu. Aku udah pesan satu kamar yang muat berdua. Ngapain ibu pesan kamar lagi? Kalo kita ngomong akuntansi, paling ga kita mengurangi beban bu. Lagian suami ibu gak ada, kalo suami ibu ada baru masalah. Toh kita gak ngapa-ngapain." Kata Adi.
Sialan, suami Erna ada disini, Adi b*****t! Kita gak ngapa-ngapain? Siapa yang percaya??
"Oke lah Di, atur aja. Capek ibu berdebat." Kata istriku.
Jegeeerrr! Istriku mau berduaan sama dia satu kamar begitu! Aku harus mencari tahu apa yang mereka lakukan di dalam kamar. Aku kembali keluar, dan mengembalikan seragam losmen kepada petugas sapu yang tadi. Lalu aku masuk ke resepsionis, dan memesan satu kamar disebelah kamar Adi dan istriku. Saat aku memasuki kamar, aku mendengar bahwa istriku sedang tertawa cekikikan bersama Adi.
"Hihihi. Temen kamu tuh ya Di, masuk kamar langsung ga tahan. Sampe mendesah-desah gitu." Kata istriku samar-samar.
"Tau tuh bu. Langsung h***y aja, lagi bersetubuh tuh kayanya." Kata Adi samar-samar.
Aku mengetuk-ngetuk langit-langit ruanganku ini. Yak, persis seperti bayanganku. Ada bagian yang hanya triplek saja, dan ada bagian yang solid, sepertinya untuk pijakan jika harus naik ke atap. Aku membuka bagian yang triplek itu, dan naik keatap. Lalu aku berjalan kearah kamar istriku dan Adi di atap, dan aku menemukan... triplek yang bisa dibuka. Maka, kubuka sedikit triplek itu, sehingga bisa melihat kebawah. Saat aku melihat kebawah, aku tidak percaya dengan apa yang kulihat. Adi sedang merangkul pinggang istriku di tepi kasur, sementara istriku duduk dipangkuannya, dan mulut mereka sedang... berciuman. Adi tampak bernafsu menciumi bibir istriku. Amarahku membara sekali, sebelum akhirnya tiba-tiba istriku mendorong tubuh Adi, sehingga Adi melepaskan ciumannya di bibir istriku.
"Jangan Di, ini gak pantas kita lakukan." Kata istriku dengan terbata-bata.
Bagus istriku, lawan terus.
"Emang gak pantas? Toh suami ibu gak bisa muasin ibu. Aku akan muasin Bu Erna, aku janji." Kata Adi dengan nafas yang mulai terdengar memburu.
Hah? Oohh, jadi kamu menceritakan tentang hubungan kita di ranjang toh Erna? Padahal aku berusaha keras untuk menutupi kekurangan kamu, aku selalu membangga-banggakan kamu di depan teman-teman kantorku.
Lalu, si Adi b*****t itu kembali mendaratkan ciuman-ciuman, kali ini ke seluruh wajah istriku, sampai ke daun telinga dan lehernya. Aku melihat bahwa birahi istriku mulai naik. Istriku mulai mendesis-desis mendapatkan rangsangan yang diberikan si Adi b*****t itu. Oh iya, aku melupakan sesuatu. Adegan ini harus kurekam untuk menjadi bukti. Maka aku kembali ke kamarku melalui atap, untuk mengambil HP-ku. Aku segera men-silent hp-ku dan mengatur mode untuk rekaman. Setelah selesai, aku kembali naik ke atap, dan berjalan ke kamar kedua b*****t itu. Terlebih dahulu aku memposisikan HP-ku di lantai atap, agar aku tidak perlu memegangi HP-ku, aku melihat di layar HP-ku gambar sudah terpancar kearah mereka, dan Astagaaa... aku melihat di layar HP-ku, istriku sudah terlentang di kasur dengan telanjang d**a, ya tanpa terlindungi apapun sehingga aku bisa melihat dengan jelas buah dadanya yang indah dan putih. Sementara, si Adi b*****t itu sedang mengulum dan meremas-remas buah d**a istriku.
"Buu... da... dadamu puutihh dan... indaah se.. sekalii... a...akuu makiin ga tahaan, sayaang." Kata Adi dengan terputus-putus.
HP-ku sudah terpasang dengan sempurna, posisi zoom nya pun sudah pas, sehingga wajah dan seluruh tubuh mereka terlihat jelas. Sekarang tinggal menunggu mereka selesai, dan bukti rekaman pun akan kudapatkan. Setelah puas dengan buah d**a istriku, Adi b*****t itu mulai menuruni kepalanya, menuju perut dan pusar istriku untuk menciuminya, sementara kedua tangannya masih meremas-remas buah d**a istriku. Istriku yang mendapat rangsangan di perut dan pusarnya, langsung kembali mendesis-desis. Aku tahu, bahwa perut itu adalah salah satu titik rangsang hebat pada istriku. Kalau boleh jujur, lama-lama aku ikut terangsang juga. Wajar saja, sebetulnya aku ingin sekali turun dan membunuh si Adi b*****t itu. Tetapi, aku itu orangnya memang licik, aku selalu berpura-pura bodoh dan polos di depan siapapun, sehingga seluruh kawan dan lawanku akan lengah. Kalau aku keluar sekarang, mungkin masalah yang ini akan selesai, tetapi istriku akan lebih hati-hati lain kali. Kita bisa lihat sih daritadi istriku juga memberikan perlawanan, tapi dari awal mula istriku saja sudah membohongiku dengan mengatakan bahwa ia mau menyelesaikan lemburan, eh malah pergi ke tempat ini bersama b*****t-b*****t itu. Apalagi itu namanya kalau bukan mau tapi malu-malu? Karena alamiku seperti itu, mau tidak mau aku hanya bisa menonton mereka sampai selesai. Karena hanya bisa menonton, lama-lama aku pun mulai terangsang, yah semoga birahiku yang mulai naik ini bisa mengalahkan amarah yang sedang naik juga ini, sehingga aku tidak berbuat bodoh karena didorong amarah. Si Adi b*****t itu kemudian menarik celana dan celana istriku dalam satu tarikan, sehingga sekarang tubuh istriku benar-benar tanpa pelindung sama sekali di hadapan si b*****t itu. Aku pun juga ikut melihat tubuh istriku, yang memang kuakui sangat indah. Buah dadanya yang putih dan bulat padat, dilengkapi dengan p****g merah muda yang tidak kecil, namun tidak oversize juga. Perut dan pusarnya yang menawan dan ramping, pahanya yang menggoda, dan rambut k*********a yang tidak tipis, sedikit lebat namun tidak acak-acakan, dan gundukan v****a yang indah. Sialnya, saat ini yang paling menikmati pemandangan itu adalah si b*****t itu. Tanpa kuduga, istriku langsung meringkuk diatas kasur untuk menutupi buah d**a dan k*********a.
"Cukup Di, aku tidak ingin merusak keutuhan perkawinanku." Kata istriku dengan terbata-bata.
Hmmm, rupanya dia masih memikirkan perkawinanku. Aku cukup salut dengan hal ini. Akan kupertimbangkan nanti untuk meringankan hukumanmu, istriku sayang.
"Bu, apa ibu nggak kasihan padaku sayang? Aku udah terlanjur terbakar nih. Pleasee... kumohon sayang." Kata Adi b*****t dengan memelas.
Si Adi b*****t kembali menggarap tubuh istriku, dan istriku menurut saja. Ya ampun, baru saja aku pikir bahwa dia memang memikirkan perkawinan kita, tapi ternyata dia luluh semudah itu oleh permintaan Adi b*****t yang memelas itu. Haah, itu sih istriku hanya berusaha terlihat baik saja, padahal sebenarnya mau juga. Dasar munafik!
Si Adi b*****t itu kembali mengulum dan meremas-remas kedua buah d**a istriku, sedangkan tangan kanannya mengelus-elus paha dan s**********n istriku. Istriku mulai mendesah, matanya mulai merem-melek. Bukan main syurnya adegan yang sedang kulihat ini. Tidak lama kemudian, si Adi b*****t itu melepaskan istriku dan berdiri di tempat tidur, dan melepaskan seluruh pakaiannya. Kini mereka sama-sama telanjang. Aku melihat istriku begitu terpesona oleh tubuh si b*****t itu. Memang tubuhnya kuakui lebih kekar daripada aku, dan tititnya pun juga lebih panjang dan lebih besar daripada aku. Tapi please, akankah istriku terbuai hanya karena itu saja? Come on, man... Setelah itu, si b*****t itu mendekap tubuh istriku, meremas-remas kedua buah d**a istriku, dan menciumi sekujur tubuh istriku, dari leher, menuju d**a, perut, dan paha. Badanku betul-betul panas melihat adegan itu, entah karena birahi atau amarah, semoga saja karena birahi ya. Si Adi b*****t itu mulai memasukkan jari tangannya ke dalam kemaluan istriku. Istriku hanya bisa megap-megap, dan menggoyang pantatnya.
"Cu... cukupp Di... jangan sampai dimasukkan jarinya... cukup diluaran sajaa..." Kata istriku sambil terengah-engah.
Heh? Kalau diluaran aja boleh gitu maksudnya? Sialan!
Adi b*****t itu tampak tidak menggubris permintaan istriku, dan terus saja memainkan jarinya di dalam lubang kemaluan istriku. Istriku makin lama makin terengah-engah. Setelah itu, si b*****t itu melepaskan jarinya dan menelusupkan kepalanya ke s**********n istriku. Tidak terlihat jelas karena aku melihat dari atas, tapi aku tahu bahwa si b*****t itu mengulum dan menjilati kemaluan istriku, tampak dari istriku yang kejang-kejang lumayan hebat dan mulai menjambaki rambut si b*****t itu. Badanku semakin panas saja melihat adegan itu, aku menduganya karena birahi karena tititku sekarang tegang sekali. Cukup lama mereka pada posisi itu, sampai akhirnya aku melihat istriku semakin kejang hebat, dan sepertinya akan mendapatkan o*****e nya. Akan tetapi, disaat istriku selangkah lagi mendapatkan o*****e nya, si b*****t itu langsung berdiri dan mengocok-ngocok tititnya.
"Bu... udah hampir setengah jam nih, daritadi aku terus yang aktif. Gantian dong Bu Erna yang aktif sekarang." Kata si b*****t itu.
Anjrriiittt! Pintar sekali si b*****t itu menghentikan istriku yang hampir o*****e, sehingga istriku akan lebih bernafsu pastinya.
"Aku ga bisa Di, aku masih takut." Jawab istriku.
Masih punya kesadaran toh istriku, tapi maaf, kamu bukannya punya kesadaran, tapi memang sudah bernafsu, karena kalau kamu masih punya kesadaran, kamu pasti akan menghentikan semua itu. Siapapun bisa melihat permainanmu, Erna istriku.
"Yaudah, pegang iniku saja sayang." Kata si b*****t itu sambil berbaring disebelah istriku dan menunjuk tititnya.
Istriku pun bangun dari posisi telentangnya dan duduk disamping paha si b*****t itu. Tangan kanannya mulai menggenggam titit si b*****t itu.
"Besaran mana sama punya suami ibu?" Tanya si b*****t itu.
Sialan! b*****t! Berani-raninya si b*****t itu menggoda istriku dengan cara seperti itu.
Istriku tidak menjawab pertanyaannya.
"Diapain nih Di? Sumpah ibu gak bisa apa-apa." Kata istriku.
Udahlah, gak usah pura-pura, Erna. Kamu sebetulnya ingin mengocok tititnya kan, tapi malu-malu aja.
"Yaudah. Dikocok aja sayang, bisa kan?" Kata si b*****t.
Istriku perlahan-lahan mulai mengocok titit si b*****t itu. Si b*****t itu cuma bisa merem keenakan. Iyalah, kocokan istriku itu memang mantap, aku akui itu. Lama-kelamaan, kocokan istriku semakin kencang, sementara si b*****t itu mulai membuka mulutnya sedikit karena keenakan. Lalu, si b*****t itu memutar tubuhnya, dan mengatur tubuh istriku sedemikian rupa sehingga istriku sedang berlutut menghadap titit si b*****t, sedangkan si b*****t itu ada diantara kedua kaki istriku menghadap kemaluan istriku. Dengan posisi mereka itu, aku bisa melihat si b*****t itu melumat kemaluan istriku dengan lahap. Cukup lama mereka ada dalam posisi itu. Aku bisa mendengar dengusan istriku semakin lama semakin hebat, dan kocokannya pada titit si b*****t itu juga makin hebat.
Setelah sekian lama mereka saling bermain-main dengan kemaluan lawan mereka masing-masing, si b*****t itu melepaskan istriku dan membaringkannya di tempat tidur. Si b*****t itu pun langsung menindih tubuh istriku, sedangkan kepalanya menutupi kepala istriku. Aku tidak tahu apa yang mereka lakukan karena aku melihat mereka dari atas. Akan tetapi, aku mendengar suara yang cukup familiar, seperti suara mulut yang sedang mengecap-ngecap. Akhirnya aku menyadari bahwa mereka sedang berciuman satu sama lain. Ya, istriku pun juga ikut membalas ciuman si b*****t itu, karena jika hanya satu yang berciuman, suaranya tidak mungkin seperti ini. b*****t! Rupanya istriku pun sudah jatuh dalam birahinya sendiri. Badanku semakin panas, pikiranku semakin kabur, dan tititku juga semakin mengeras. Aku bisa melihat sekujur tubuh belakang si b*****t itu mulai mengkilap karena berkeringat, begitu juga dengan tubuh istriku yang sedikit terlihat. Di tengah hebatnya mereka berciuman, aku melihat si b*****t itu menggerakan pantatnya melewati perut istriku, hingga akhirnya posisi pantatnya sudah berada di s**********n istriku.
"Dii... jangaann dimasukkaann..." Desah istriku.
"Yaudah... ka.. kalaau nggak boleh dimasukkiin... aku gesek-gesekkan di bibirnya aja yaa sayaangg..." Desah si b*****t.
Istriku diam saja, tanda setuju. Aku tidak bisa melihat bagaimana posisi titit dan kemaluan si b*****t dan istriku, tapi aku melihat p****t si b*****t itu melakukan gerakan-gerakan kecil. Entahlah apa yang dilakukan si b*****t itu, sampai akhirnya ada reaksi kaget dari tubuh istriku. Sekarang, p****t si b*****t itu berubah menjadi maju-mundur dengan kecil. Aku tahu bahwa titit si b*****t itu sedang menggesek-gesek bibir kemaluan istriku, karena jika sudah masuk, gerakan maju mundurnya tidak mungkin sependek itu. p****t is b*****t itu terus melakukan gerakan maju mundur kecil, sedangkan aku bisa melihat lidah istriku dan si b*****t itu sedang bermain-main, karena posisi kepala mereka sekarang menyamping.
"Ayyooohh... ngomooongg sayaangg... gi... gimanaa rasaanyaahhh..." Desah si b*****t.
"Teruss Dii... teruussss..." Desah istriku.
Kalau begini, sudah tidak mungkin bagi istriku untuk menghentikan semuanya. Mungkin sebentar lagi istriku akan meminta dientot sepenuhnya. Dan tiba-tiba, p****t si b*****t itu maju dengan keras dan dalam. Aku yakin bahwa tititnya sudah masuk sepenuhnya ke dalam kemaluan istriku.
"Loohh Diii... dimasukkan semuaa yaaahh..." Desah istriku.
Benar saja kan?
"Tanggung sayaangg.. aku gak tahaannn..." Desah si b*****t sambil memaju-mundurkan perlahan pantatnya.
Aku mendengar istriku dan si b*****t semakin mendesah-desah, sementara p****t si b*****t itu makin kencang maju-mundurnya. Aku melihat tubuh istriku terkadang timbul tenggelam dibawah gencetan si b*****t itu, tanda bahwa istriku sedang menggoyang-goyang pantatnya untuk mengimbangi genjotan si b*****t.
"Teruuss Diii... Akuu gaakk kuaaattt..." Erang istriku.
Si b*****t itu menggoyang p****t dan menusuk-nusukkannya dengan semakin kuat.
"Terruusss Diii... Akuu gaakk kuaaattt..." Istriku kembali mengerang.
Diminta terus, si b*****t itu makin cepat lagi.
Tidak lama kemudian, aku melihat kedua tangan istriku muncul dari bawah gencetan tubuh si b*****t, kemudian memeluk punggung si b*****t itu dengan cukup kuat. Sementara paha nya menggoyang-goyang semakin kuat, akibat goyangan dari pantatnya, dan seluruh tubuhnya bergetar hebat.
"Dii... aku hampiirr orgassmeee..." Erang istriku.
Melihat istriku hampir o*****e, si b*****t itu semakin hebat menusuk-nusukkan pantatnya ke kemaluan istriku.
"Kalauu udaah orgasmee ngomooongg sayaanngg, biar aakkuu ikutt puasss..." Desah si b*****t.
"Oooohhh... oooohhhh... aku orgaassmeee Diii..." Erang istriku, sambil menjambak rambut si b*****t dan menaikkan pantatnya sekuat tenaga. Aku melihat bagian kasur di area tempat s**********n mereka bertemu menjadi sedikit basah. Ya ampun, istriku sebegitu menikmatinya sampai o*****e pipis begitu, denganku saja tidak pernah.
Istriku tampak kelelahan sekali, dan mukanya tampak sangat puas dengan genjotan si b*****t itu. Si b*****t itu pun juga menghentikan genjotannya.
"Aku belum keluar sayang... Aku lanjutin dulu, tahan sebentar ya sayaang." Kata si b*****t sambil mencium pipi istriku.
Kemudian, si b*****t itu kembali menggenjot kemaluan istriku dengan cukup perlahan. Kali ini, tubuh istriku benar-benar tenggelam dibawah gencetan si b*****t, hanya kepalanya dan wajahnya saja yang terlihat, karena posisi kepala istriku dan si b*****t itu menyamping. Ekspresi wajah istriku tampak kesakitan, tetapi si b*****t itu tetap saja menggenjot kemaluan istriku. Lama-kelamaan, genjotannya semakin kencang. Bibir si b*****t pun mulai menciumi pipi dan bibir istriku. Akhirnya, tubuh istriku mulai timbul dari bawah gencetan si b*****t itu, tanda pantatnya mulai bergoyang lagi, sementara bibir istriku mulai membalas ciuman si b*****t itu.
"Ibuu... ingiin laggiiihh?" Desah si b*****t.
"Iyaaahhh..." Desah istriku.
Mereka masih dalam posisi yang stabil, dengan si b*****t menggenjot pantatnya dengan kecepatan sedikit tinggi, sementara istriku masih menggelepar-gelepar menggoyang-goyangkan pantatnya. Tiba-tiba, si b*****t memeluk tubuh istriku, dan berguling kesamping, sehingga kini istriku diatas dan si b*****t dibawah.
"Ayooohhh ganttiiii... Sekarangg ibuu diataaass.." Desah si b*****t.
Kali ini, aku melihat p****t istriku bergoyang-goyang, sedangkan lidah istriku sedang menjilat-jilat p****g dan d**a si b*****t itu. Tentu saja si b*****t itu cuma bisa merem melek bego begitu, goyangan p****t istriku memang sadis.
"Tuuhhh... bisaaa kaaannn... tadi katanyaa gak bisaaaa..." Desah si b*****t, sambil meremas-meremas buah d**a istriku.
Semakin lama, genjotan istriku di s**********n si b*****t itu semakin kuat. Bibirnya pun menciumi bibir si b*****t itu, lidahnya masuk ke dalam mulut si b*****t itu dan saling beradu, tubuh belakang istriku sudah benar-benar mengkilap karena keringat.
"Diii... aku haampiirr orgaassmee laggii sayaaaannggg..." Erang istriku.
Mendengar itu, si b*****t itu kembali memeluk tubuh istriku, dan berguling ke posisi semula, sehingga kini posisinya berbalik lagi. Si b*****t itu terus menggenjot pantatnya dengan cepat, lebih cepat dari yang sebelumnya. Sementara, goyangan p****t istriku semakin gila, dan seluruh tubuhnya bergetar.
"Kalaauu udaah maaooo orgassmee ngomooongg sayaaanngg... biar lepaass..." Erang si b*****t.
"Ooohhh... teruss Diii... aku orgaassmeeee..." Erang istriku, seluruh tubuhnya bergetar hebat.
Belum berhenti getaran tubuh istriku, si b*****t itu menambah kecepatan genjotannya. Bibir dan lidahnya terus menciumi bibir dan lidah istriku. Kali ini, tubuh si b*****t itu bergetar hebat.
"Buuu... aku mauu keluaarr sayaaanngg..." Erang si b*****t.
Istriku memeluk tubuh si b*****t itu dengan kuat, goyangan pantatnya semakin dipercepat, sementara bibirnya menciumi bibir si b*****t. Kemudian p****t si b*****t itu maju dengan kuat, dan berhenti pada satu titik.
"Huuhhh... haaaaahhhhh.... huaaaaahhhh...." Erang si b*****t itu.
"Uuuuhhh... Aaaaahhhhh..." Erang istriku.
"Ooooooooohhhhhhhhh..." Erang si b*****t itu.
Kini mereka berdua berhenti. Dan aku melihat dari sela-sela pertemuan s**********n mereka, mengalir cairan putih melalui paha istriku. Ya ampun! Jangan-jangan si b*****t itu mengeluarkan spermanya di dalam kemaluan istriku. Untuk sementara waktu, mereka saling mengatur napas mereka, dengan tubuh si b*****t masih menindih tubuh istriku. Kemudian si b*****t itu menarik pantatnya, dan berguling kesebelah istriku. Aku melihat lubang kemaluan dan rambut kemaluan istriku dipenuhi dengan s****a si b*****t itu.
"Maafin aku ya bu. Aku udah khilaf dan memaksa ibu melakukan perbuatan ini." Kata si b*****t itu.
Istriku tidak menjawab apa-apa, hanya melihat ke langit-langit, ya melihat kearahku. Akan tetapi, aku yakin istriku terlalu terbuai oleh kenikmatan yang baru saja ia dapat, sehingga ia tidak sadar bahwa mata kami bertemu. Istriku, kau betul-betul sudah kotor sekarang. Tidak ada artinya aku mempertahankan kamu lagi. Di rumah, aku harus cukup bersabar karena ketidak-jelasanmu sebagai sifat dasar wanita, hatimu yang terlalu amat mudah sensitif, sikap egoismu, dan masih banyak hal lain. Salah satu hal alasan paling besar aku mempertahankanmu adalah karena kesetiaanmu. Tetapi sekarang, kamu sudah tidak setia. Baiklah! Rekaman sudah kudapat, tunggu saja tanggal mainnya, dan jangan berharap kamu akan mendapatkan keringanan apapun Erna. Aku kembali ke kamarku, turun dari atap, dan bersiap-siap untuk checkout. Saat aku ke resepsionis untuk membayar kamar, aku melihat kedua teman si b*****t itu keluar dan mengetuk pintu tempat si b*****t dan istriku itu berbuat maksiat. Setelah itu, aku tidak menunggu mereka, dan langsung pergi dengan taksi yang untungnya masih menungguku. Sesampainya di rumah, aku langsung tidur, tanpa menunggu istriku.