EPISODE 2 : Perkenalan

3601 Kata
Seminggu telah berlalu setelah kejadian itu. Aku terbangun di suatu pagi hari. Istriku masih tidur disampingku. Aku langsung bangun tanpa membangunkan istriku. Sarapan kubuat sendiri, mandi dengan cepat, sikat gigi, dan langsung berangkat ke kantor. Di kantor pun aku tidak begitu konsentrasi dengan pekerjaanku. Kantor tempatku bekerja bergerak dibidang technology provider untuk underground business, ya... bisnis illegal. Usaha bisnis kantorku dilindungi oleh tampak depan kantor utamaku yang bergerak dibidang technology provider untuk banking dan security. Eh ternyata kantor utama itu melebarkan sayapnya ke technology provider untuk underground business, dan aku terjebak didalamnya. Nasib hahaha. Setiap karyawan, termasuk aku tentunya, diwajibkan untuk merahasiakan posisi kami masing-masing di perusahaan ini, termasuk merahasiakannya dari kerabat maupun keluarga terdekat, jadi tentu saja istri dan orang tuaku tidak tahu apa yang kukerjakan sebetulnya. Mereka tahunya aku bekerja sebagai Vice-Director Technology di perusahaan kantor utama, padahal aku adalah Vice-Director Technology di underground business ini. Seluruh underground business disediakan sebuah sistem dan teknologi oleh kantorku. Gembong-gembong narkoba, prostitusi terselubung dari suatu perusahaan yang ternama, jasa pembunuh bayaran, obat ilegal, penjual senjata api, pemilik pasar gelap, dan masih banyak lagi yang kami handle di perusahaan ini. Tentu saja rahasia client kami dan juga perusahaan kami harus kami jaga seketat mungkin, bahkan nyawa taruhannya. Ya, suatu pekerjaan yang berat dan bertekanan tinggi. Gaji para karyawan disini kira-kira dua puluh kali lipat karyawan pada umumnya. Tentu saja perusahaan sudah meng-cover up gaji kami. Sejumlah uang yang normal ditransfer ke rekening bank personal kami, kira-kira besarnya dua kali lipat gaji karyawan normal, sedangkan delapan belas kali lipatnya dibayarkan menggunakan bitcoin. Yah sekilas tentang perusahaan tempatku bekerja. Bekerja ditempat seperti ini melatihku untuk menjadi seorang psikopat, dan tepat sekali, aku sedang mencari cara untuk membalas dendam kepada si Erna b*****t itu. Ya... Namanya sudah berubah menjadi Erna b*****t, sama dengan si Adi b*****t itu. Sudah setengah jam aku duduk di ruanganku sambil memikirkan rencana balas dendam. Tiba-tiba, salah satu bawahanku, Lina, mengetuk ruanganku. "Masuk Lin." Kataku. "Selamat pagi pak. Saya mau lapor nih pak." Jawab Lina, yang hari ini ia mengenakan kaos hijau dan celana jeans pendek. Kaos hijau yang ia kenakan cukup ngepress, sehingga memperlihatkan buah d**a nya yang kencang, dan perutnya yang sedikit berlemak, paha bagian bawahnya yang putih bersih sedikit terlihat akibat ia memakai celana jeans yang pendek. Ia sangat cantik mengenakan pakaian itu. Ngomong-ngomong, kantor tempatku bekerja memang tidak harus formal. Bosku lebih mementingkan hasil kinerja, bukan penampilan. Asal kerjaan selesai, mao ke kantor telanjang pun juga tidak apa-apa. "Gimana Lin?" Tanyaku sambil meletakkan kedua telapak tanganku di kepala belakang. "Gini pak. Itu untuk project SIN-MADNESS, resource database kita tidak mencukupi, karena harddisk yang kita gunakan itu di-share untuk project lain. Paling kita harus melakukan migrasi ke harddisk lain, yang notabene nya juga belum ada di perusahaan kita karena belum ada harddisk yang space-nya besar." Kata Lina. "Masa sih? Kamu kebanyakan pakai index mungkin. Masa harddisk 500GB tidak cukup?" Tanyaku. "Design specification nya seperti yang kita bahas kemarin pak." Kata Lina. "Oh... betul-betul. Ya-ya, ingat aku. Maaf ya Lin, lagi banyak pikiran, jadi ga connect hahaha" Kataku. "Ada apa pak? Mungkin aku bisa bantu?" Tanya Lina dengan senyumnya yang genit. Lina ini memang cukup genit. Yah aku akui saja, para bawahanku yang wanita, maupun divisi lain banyak yang menaruh hati padaku. Bukan karena aku ganteng atau apa, tapi karena posisiku yang cukup tinggi mengingat usiaku baru 33 tahun, sepertinya sih ya. Oh iya, aku belum memperkenalkan diri secara lebih jauh, dari segi penampilan fisik. Wajahku tergolong tidak terlalu ganteng, tapi ada gantengnya sedikit (kataku saja sih). Badanku pun tidak atletis, tapi tidak jelek juga. Kulitku berwarna coklat sedikit mengarah ke putih. Ukuran penisku, standar-standar saja... panjang 14cm dan diameter 5cm. Kembali ke dunia nyata. Si Lina ini pernah mengajakku bareng ke kondangan saudaranya. Saat aku bilang tidak ikut karena takut kemalaman, dia bilang nanti kita tinggal check-in saja berdua. Buset, itu sih apalagi kalo bukan namanya genit. Tapi aku sekarang cenderung lebih cuek, akibat perbuatan si Erna b*****t itu. Tapi aku juga tidak mau sampai jatuh ke dalam pelukan si Lina ini. Kurang greget pembalasan seperti itu sih. Aku akan buat si Erna itu betul-betul menyesal, sampai ia menyesal sudah melakukan perbuatan itu, sampai ia tidak memiliki harapan sama sekali, dan sampai bahkan ia menyesal sudah dilahirkan di dunia ini... Betul-betul psikopat aku ini. "Urusan pribadi Lin. Tenang saja, kamu fokus saja ama pekerjaan kamu, ga usah khawatirin saya." Kataku. "Ada masalah ya pak sama istri bapak?" Tanya Lina dengan senyum genit. "Mungkin saja." Jawabku dengan senyum misterius. "Udahlah pak, bapak gak usah pulang malam ini. Pulang ke rumahku saja pak, semalaman ini aku gantiin istri bapak deh untuk melayani bapak." Kata Lina dengan genit. Boleh juga sih ide-nya, mengingat tubuh Lina yang sebetulnya cukup indah, tapi tidak deh. Kalau pembalasanku terhadap istriku hanya begini sih, keenakan si Erna b*****t itu. "Tidak terima kasih, Lin. Kamu kembali ke meja kamu sekarang dan kerja, tidak usah banyak bicara. Ini perintah!" Kataku dengan tegas. "O..oke pak. Permisi pa.. pak." Jawab Lina dengan ekspresi ketakutan. Begitu Lina keluar, gantian bawahanku yang lain, Diana, masuk. Hari ini Diana mengenakan terusan batik putih bercorak hitam. Kulitnya putih bersih, rambutnya lurus panjang. Karena batiknya cukup ketat, aku bisa mengira-ngira ukuran buah dadanya sekitar 32B. Menurutku, tubuhnya tidak ramping, tapi proporsional, sehingga perutnya pun terlihat tidak kurus, namun kencang tanpa lemak. Pahanya pun sepertinya cukup menggoda jika kutebak dari bentuk kakinya. Tinggi badannya sekitar 172cm. "Selamat pagi pak. Maaf mengganggu pak." Kata Diana. "Skip aja formalitasnya Din,ada apa?" Tanyaku. Aku dengan Diana cenderung agak dingin, tapi bukan yang kearah negatif, mungkin sama-sama jaim kali ya. Diana ini orangnya kalem, sangat berkebalikan dengan Lina. Tapi kalo boleh ge-er, aku tahu bahwa Diana juga diam-diam tertarik denganku. Saat sedang meeting atau makan siang bareng, aku tahu bahwa dia sering sekali melihat kearahku dari atas sampai bawah. Aku memang pura-pura tidak melihat, namun sebetulnya melihat. Dan aku sebetulnya beranggapan bahwa wanita kalem itu memang susah untuk diajak bercinta, tapi kalau sudah naik birahinya, mungkin sedikit yang bisa mengalahkannya. "Tim saya tadi sudah UAT pak dengan pihak Duo Hitman, dan hasilnya mereka belum puas dengan sistem yang kita provide, karena masih memiliki fitur kirim email, yang setelah ditelusuri, masih bisa dilakukan sniffing dengan suatu algoritma." Kata Diana. "Algoritma apa?" Tanyaku heran. "Mereka sepertinya memiliki daftar algoritma rumit yang digunakan untuk sniffing request." Kata Diana. "Oh begitu. Sudah kamu integrasikan dengan Thor project kan ya?" Tanyaku. "Sudah pak." Kata Diana. "Oke gak papa Diana, a very job well done for you and your team (Pekerjaan kamu dan tim sangat bagus). Kita sepertinya harus mengkaji ulang tentang keamanan sistem untuk mereka. Nanti aku akan atur meeting dengan tim kriptografer di perusahaan kita, kalau perlu mengundang konsultan kriptografer." Kataku. "Baik pak, terima kasih pak." Kata Diana dengan kalem. "Masih ada bug dari hasil UAT tadi?" Tanyaku. "Masih pak. 2 bug mayor, dan 14 bug minor." Kata Diana. "Oke. Meanwhile, kamu dan tim tolong fix bugs yang telah ditemukan. Setelah itu, lakukan integration testing sepenuhnya lagi dengan tim quality assurance." Kataku. "Iya pak." Kata Diana. "Oke. Ada lagi yang mau disampaikan?" Tanyaku. "Sudah, itu saja pak." Kataku. "Oke. Dismiss (bubar)." Kataku. "Copy that, sir (laksanakan, pak)." Kata Diana. Oh iya, sedikit pengenalan mungkin bagi yang tidak mengerti Software Engineering. Karena perusahaan kita bergerak di bidang Software Engineering, maka kita membuatkan sistem/program/software untuk client-client kita, yang sudah saya sebutkan diatas. UAT adalah suatu fase dimana kita sudah menyelesaikan suatu tahapan tertentu atau bahkan keseluruhan sistem, dan sistem tersebut akan kita demonstrasikan kepada client untuk dilakukan pengecekan bersama. Bug adalah system defect, dengan kata lain program tidak berjalan sebagaimana mestinya, bisa dikategorikan dari yang paling minor (terdapat kesalahan pada kata-kata, typo, tampilan yang tidak rapi, dan lain-lain.), sampai yang mayor (gagal melakukan suatu fungsi tertentu, program nge-hang/crash, pokoknya yang bahaya-bahaya deh). Lina dan Diana masing-masing adalah manager untuk tim terkait. Lina adalah manager untuk sistem internal, yaitu sistem/program yang dibuat untuk kebutuhan internal perusahaan. Diana adalah manager untuk sistem eksternal, yaitu sistem/program yang dibuat atas permintaan client/customer. Di kantorku, ada 4 manager Technology. 2 Manager lagi adalah manager di bidang riset teknologi, dan manager di bidang quality assurance. Orang yang menjabat manager di bidang riset teknologi adalah Abby. Seharian, kerjanya di depan komputer terus, ngetik-ngetik terus, dan punya dunianya sendiri. Maklum sih, peranannya sangat penting dalam kemajuan teknologi perusahaan. Dia yang selalu mengenalkan teknologi baru yang merupakan campuran dari teknologi buatan orang lain dan buatannya sendiri. Oh iya, dia itu laki-laki, jadi tidak penting untuk membicarakan penampilan fisiknya hahaha. Manager di bidang quality assurance bernama Fera. Ia berambut pendek bergelombang, berkulit coklat sedikit kearah putih, sama sepertiku. Ukuran dadanya kutaksir sekitar 34B, pinggul dan pantatnya pun sepertinya cukup berisi, tingginya kurang lebih 162cm. Saat datang ke kantor, tadi pagi kulihat ia mengenakan kemeja putih, yang sepertinya cukup menerawang, sehinggal memperlihatkan tanktop putih di dalamnya, dan celana panjang hitam, seperti orang kantoran. Dia yang lagi kutunggu untuk laporan project yang sedang dikerjakan oleh Diana. Akhirnya, Fera datang juga setelah 10 menit. Aku langsung melambaikan tangan, meminta dia untuk masuk. "Sela-" Fera berucap. "Sela-sela apa Fer?" Tanyaku memotongnya sebelum dia sempat menyelesaikan salamnya. "Kok sela-sela pak? Aku mau bilang sela-" Kata Fera. "Oohh bukan sela-sela? Sela apa ya maksudnya?" Tanyaku, kembali memotongnya sebelum dia sempat menyelesaikan salamnya. "Iiihh bapak nyebelin deeh..." Kata Fera dengan muka sedikit manja. Fera ini memiliki karakteristik sedikit kalem, namun seperti anak kecil. Karena sifatnya yang mirip anak kecil, aku suka sekali menggodanya. Dan kalau sudah kalah, biasanya dia pasang ekspresi ngambek, yah padahal sebetulnya tidak ngambek juga sih. "Lah... katanya tadi sela... aku nanya sela apa maksudnya, kamu malah ngatain aku nyebelin. Piye toh?" Kataku. "Bukaann.. Aku mau bilang sela-" Kata Fera. "Tuh kan sela lagi. Sela-sela kali maksudnya. Ato selang?" Godaku. "Iiihh bapak jorok nih..." Kata Fera dengan ngambek. Jorok apa ya? Selang kok dibilang jorok? Tunggu, apakah si Fera berpikir maksudnya s**********n? "Kok jorok? Emang selang kenapa?" Tanyaku. "Iiihh... itu kan jorok." Kata Fera. "Selang... bisa selang air, selang waktu. Jorok dimana ya?" Tanyaku. "Ehh.. oh iya ya pak. Betul-betul." Kata Fera dengan gelagapan. "Kamu mikirnya pasti s**********n ya Fer?" Godaku. "Tadinya sih gitu... Eehh... ma...maksudd saya bukann pakk." Kata Fera. Haduuh, anak-anak yang terlalu cepat dewasa ini sih. "Haduh speechless saya nih. Muka polos, tapi otak m***m. Fera, Feraa..." Kataku. "Iiihh Fera ga m***m paak. Habisnya bapak pake ngomong selang segala. Kepikiran bapak orangnya m***m, jadinya aku ikut kepikiran yang m***m-mesum." Kata Fera. "Jah, orang m***m teriak m***m ke orang lain. Lagian apa dasarnya saya itu m***m? Jelas-jelas disini kamu yang m***m, Fer." Kataku. "Iya sih bener, aku m***m duluan." Kata Fera. "Nah tuh ngaku." Kataku. "Eeehh... nggak pak, maksudnya bukan gituuuu..." Kata Fera dengan gelagapan. Yah memang seperti anak kecil sih dia, polosnya kelewatan. Tapi di depanku saja sih dia seperti itu, di depan orang lain pembawaannya tenang dan dewasa. Kenapa yah?? Aku juga baru menyadari hal itu sekarang. "Yaudah, cukup deh becandanya. Gimana Fer? Aku mau dengar laporan dari tim kamu untuk UAT dengan Duo Hitman. Aku dengar tadi bahwa mereka masih kurang puas dengan fitur email kita yang keamanannya dinilai kurang oleh pihak mereka, dan juga bahwa ada total 16 bug, 2 mayor dan 14 minor, yang ditemukan oleh tim kamu. Selain itu apa lagi?" Kataku. "Ternyata, untuk project scope kita harus ditambahkan pak. Karena di dalam sistem yang kita buat itu ada fitur kirim email dan p********n, berarti web untuk end-user dari sistem kita hanya bisa dibuka di Thor-browser, kecuali jika Pak Abby sudah menemukan cara untuk mengenkripsi dengan kuat tentang request yang dikirim dari client ke server kita melalui browser komersial." Kata Fera. Project scope itu adalah batasan proyek, didalamnya dimuat tentang apa yang bisa dilakukan dalam sistem dan apa yang tidak bisa dilakukan dalam sistem. Client adalah end-user yang mengakses langsung sistem, sebagai contoh jika anda sedang membaca cerita ini, maka anda adalah client dari server forum ini. Server adalah suatu media yang digunakan untuk menampung permintaan dari Client, dan mengembalikan respon yang diharapkan oleh Client, atau bisa saja tidak mengembalikan sama sekali hanya melakukan proses di belakang saja. "Kenapa itu dari awal tidak di-state Fer, kenapa baru sekarang?" Tanyaku. "Sebabnya begini pak, karena diawal persetujuan kita dengan Duo Hitman, fitur kirim email dan p********n itu tidak ada. Mereka baru meminta fitur tersebut seminggu sebelum UAT, itu pun dijanjikan dengan sebuah demo terlebih dahulu, dan perlu pengkajian ulang." Kata Fera. "Siapa yang menjanjikan?" Tanyaku. "Tim Pak Budi pak, dari divisi Business Solution Planning and Design." Kata Fera. "Oh dia toh. Ya sudah, toh dia ngomongnya dengan perlu pengkajian ulang. Biar itu menjadi urusan tim mereka dan Duo Hitman saja. Kamu gak usah ikut campur ya Fer, tau sendiri kan siapa Duo Hitman itu." Kataku. "Iya pak. Ngeri banget tadi pas UAT pak, tampangnya serem-serem semua. Untung mereka gak bawa senjata." Kata Fera. "Yah kamu kan manager, masa takut sama mereka Fer." Kataku. Di perusahaanku, selain keahlian yang diperlukan untuk divisi yang kami tangani, harus ada satu kemampuan yang kami miliki, yaitu bela diri. Seiring promosi jabatan, peraturan perusahaan mengharuskan ilmu bela diri kami harus semakin diasah. Hal itu karena customer/client kami adalah orang yang bergerak di bidang underground business, sehingga kami juga harus siap untuk mempertahankan diri seandainya terjadi baku tembak. Fera menguasai ilmu menembak dan melempar, dia sangat ahli melempar pisau tepat sasaran, dan juga menggunakan pistol. Polos-polos gitu, tapi sekalinya sudah melempar pisau, bagaikan pembunuh profesional dia. "Yaah... tetep aja kan pak." Kata Fera. "Sudah-sudah... yang penting kamu gak usah ikut campur dengan urusan perjanjian itu. Tenang aja Fer, ada apa-apa, kita pasti maju bareng. We're friends, right? (kita teman, bukan?)" Kataku. "Iya pak, terima kasih pak." Kata Fera. "Udah ga usah mikir yang ga perlu, pikirin s**********n aja." Kataku. "Iiihh bapaak jorrookk..." Kata Fera. "Yaudah Fer, kalau sudah tidak ada lagi, dismiss." Kataku. "Oke pak." Kata Fera sambil membuat tanda oke dengan tangan kanannya dan keluar dari ruanganku. Setelah selesai mendapatkan laporan dari ketiga manager itu, aku melihat jadwalku, dan mendapati bahwa jam 11 aku ada rapat dengan para direktur dan wakilnya, which means aku juga ikut. Entah apa sih yang mao dibahas. Pikiranku kembali dikacaukan akibat si Erna b*****t dan Adi b*****t itu. Gila, sepertinya aku harus segera menemukan rencana balas dendam yang jitu dan secepat mungkin, kalau tidak akibatnya aku bisa berkutat pada masalah ini terus. Aku mengerti bahwa mungkin Erna b*****t itu merindukan pelukan laki-laki yang hangat dan membara. Kenapa dia tidak pernah mau membahasnya denganku tapi? Semua sih sebetulnya berawal dari sifat dia yang menyebalkan, dan selalu menyebalkan, sehingga begitu sampai di tempat tidur, aku sudah kehilangan lebih dari separuh mood-ku, dan tentu saja menyebabkan kehilangan gairah. Tapi setiap kali aku mau membahasnya, dia selalu tidak mau mendengarkan, sekalinya mendengarkan, dia selalu melemparkan kesalahan kepadaku. Hanya dia yang benar 100%, dan hanya aku yang salah 100%. Padahal dalam suatu masalah, tentunya tidak ada yang benar 100% dan salah 100%. Capek lah aku lama-lama, ditambah dengan dia selingkuh kemarin itu. Benar-benar rasanya dunia ini ingin kuhancurkan. Saat sedang menyusun rencana balas dendam, tiba-tiba ada yang menggebrak mejaku. "Heii!" Bentak seorang wanita yang ada didepanku yang membuatku kaget dan langsung tersadar dari lamunanku. Ya, dia adalah Bu Novi, Director of Technology a.k.a. atasanku langsung. Wanita paling outstanding di kantor ini, outstanding dari penampilan fisik ya. Muka lonjong, rambut lurus panjang berwarna hitam sedikit kecoklatan, kulit putih bersih mulus, buah d**a 34/36B, pinggul dan p****t seksi, kaki betul-betul bersih, mata sedikit sipit, tidak terlalu kurus, pokoknya almost perfect. Keindahan tubuhnya mungkin menyamai atau dibawah satu level dengan si Erna b*****t. Kalau boleh jujur, di seluruh kantor, aku paling ingin bersetubuh dengannya, aku paling penasaran dengan apa yang ada dibalik pakaiannya. Tapi yah aku cuma bisa berharap, secara dia atasanku. Bisa gawat aku kalau memperkosa atasanku hahaha. "Ya bu. Ada apa?" Tanyaku. "Ada apa lagi! Waktunya meeting sekarang, Jent." Kata Bu Novi. "Hah? Oh baik bu." Kataku sambil terkaget dan melihat jam menunjukkan pukul 11.15. Ya ampun sudah 40 menit lebih aku melamun dan aku sampai lupa waktu. "Daritadi sudah kupanggilin, tapi blank aja kamu mukanya." Kata Bu Novi. "Iya maaf bu, saya lagi melamun mengenai sesuatu." Kataku. "Istri selingkuh?" Tanya Bu Novi, yang langsung membuatku kaget setengah mati. "Ta.. tahu darimana bu?" Tanyaku dengan sangat heran. "Tahu dari kamu barusan. Terlihat jelas dari ekspresi muka kamu saat aku tanya." Kata Bu Novi. Sialan, rupanya aku dijebak toh. Aku segera bersiap-siap, dan menuju ruang meeting bersama Bu Novi. "Ekspresi kamu tadi saat melamun, itu merupakan campuran dari amarah, kelicikan, dan suatu perasaan yang sangat jahat. Perasaan sejahat itu cuma bisa timbul akibat dari dikhianati oleh seseorang yang amat dekat, kelicikan menandakan kamu sedang memikirkan rencana jahat terhadap seseorang, yang berarti adalah balas dendam. Kamu sudah dewasa, Jent, sehingga sangat kecil kemungkinan kalau masalahnya disebabkan oleh orang tua atau mertua kamu, karena kecil kemungkinan kamu mempunyai masalah yang sebegitu berat dengan mereka, lain halnya kalau kamu masih anak-anak yang pola pikirnya masih sangat sempit. Yah kalau bukan dengan mereka, apalagi kalau bukan dengan istri. Pengkhianatan apa yang terbesar yang bisa dilakukan oleh seorang istri atau suami? Ya selingkuh lah." Jelas Bu Novi. Wew, dari dulu dia memang tajam sih pikirannya, bukan cuma penglihatannya. Dia juga super teliti, dan bisa menemukan masalah atau pemecahan masalah yang betul-betul tidak terpikir oleh kita semua, saking telitinya. Itulah sebabnya kenapa dia menjadi Direktur divisi Teknologi, yang mulai sekarang akan kusebut Technology Provider untuk divisi Teknologi tempat aku menjabat sebagai wakil direktur. Padahal dilihat dari kemampuan, skillnya lebih rendah dari aku, bahkan juga lebih rendah dari Diana, Lina, Fera, maupun Abby. Tapi yah begitulah, untuk menjadi posisi tertinggi, bukan hanya skill teknis yang diperlukan, tapi soft skill lah yang lebih penting. "Habis meeting, kita makan siang bareng ya, Jent. Ada yang mau kubicarakan." Kata Bu Novi. "Oke bu." Jawabku singkat. Meeting pun dimulai. Dalam meeting itu, hadir perwakilan direktur dan wakilnya dari divisi Technology Provider, Business Solution Planning and Design, dan Product Bundling. Business Solution Planning and Design dipimpin oleh Pak Ariyasa, dan wakilnya Pak Sutrisno. Adapun, divisi Product Bundling dipimpin oleh Ibu Nina, dan wakilnya Ibu Sera. Ibu Nina berkulit coklat muda, memiliki wajah yang cantik, buah dadanya pun tampak mencuat, dan berambut panjang lurus. Sedangkan Bu Sera memiliki kulit berwarna coklat tua, rambut pendek pirang, tubuh seksi, dan berwajah mirip orang Arab yang cantik. Gila dah, pokoknya aku tidak pernah bosan melihat para wanita di kantor ini. Tidak ada yang jelek penampilan fisiknya. Bahkan asisten rumah tangga kantor pun cantik. Dengan kejadian si Erna b*****t itu selingkuh kemarin, aku baru menyadari bahwa wanita kantor tidak ada yang jelek penampilan fisiknya. Sebelumnya mah, aku jarang lihat sana-sini. Dalam meeting ini, dibahas hal yang membuatku bosan, yaitu perencanaan bisnis ke depannya. Kalau boleh jujur, aku tidak mendengarkan sama sekali. Sama seperti Bu Novi, yang daritadi hanya memainkan smartphone miliknya. Akhirnya, meeting selesai, dan waktunya makan siang. Aku keluar bersama Bu Novi seperti yang tadi telah dijanjikan. Aku pergi keluar kantor untuk makan di suatu restoran yang sangat private. Sesampainya disana, kami langsung memesan menu. Setelah memesan menu, Bu Novi membuka blazer yang ia kenakan. Dan pada saat membuka blazernya, ia mencondongkan badannya ke depan, sehingga buah dadanya begitu mencuat. Dari sela-sela kancing kemejanya, aku bisa melihat BH hijau yang ia kenakan. "Kalau sudah puas lihat dadaku, sekarang lihat mataku, saatnya kita membahas sesuatu." Kata Bu Novi, yang sangat mengejutkanku. "Maaf bu... bukan maksud saya untuk-". "Udah, ga usah minta maaf segala. Wajar, namanya juga laki-laki." Kata Bu Novi. "Apa yang hendak ibu bahas denganku?" Tanyaku. "Jadi gini Jent. Kita sudah akan memasuki akhir tahun 2015. Dan pada tahun 2016, kita berupaya untuk memperlebar sayap perusahaan kita ke negara-negara di Asia Timur. Jepang, Korea, Cina, itulah tiga sasaran utama kita. Karena underground business cukup ada di tiga negara itu. Untuk itu, mungkin kamu, dan wakil direktur yang lainnya akan banyak bertugas dinas keluar negeri untuk bertemu dengan calon customer kita di tiga negara tersebut. Kamu yang sebelumnya begitu memikirkan istrimu di rumah, sekarang dengan kejadian bahwa istrimu selingkuh, aku pikir kamu tidak akan peduli dengan istrimu, dan bersedia untuk sering dinas keluar negeri, untuk sekitar setengah tahun saja. Betul?" Tanya Bu Novi. "Baik, saya bersedia bu." Kataku. Bolehlah, sedikit refreshing. "Tapi satu bu kendalaku. Aku tidak bisa bahasa mandarin, korea, ataupun jepang." Kataku. "Tidak usah khawatir. Aku akan menyediakan satu Elite Secretary untuk kamu." Kata Bu Novi. "Elite Secretary? Apa itu bu?" Tanyaku. "Dia bertugas sebagai sekretaris pribadimu. Bahkan aku harus meminta izin darimu jika ingin meminjam tenaganya, walaupun secara teknis aku adalah atasanmu. Dia akan membantu membuat perencanaanmu, bertindak sebagai penerjemah kamu, dan memenuhi segala kebutuhan kamu. Baik itu keamanan maupun kenyamanan. Bahkan memenuhi hasrat seksual kamu adalah tugasnya." Kata Bu Novi. "Wew? Memenuhi hasrat seksual, ga salah bu?" Tanyaku. "Ga salah. Dan kamu ga usah khawatir. Orang yang akan bekerja sebagai Elite Secretary kamu adalah orang yang sangat terlatih dan profesional. Ia sudah mendapatkan pendidikan khusus untuk menjadi seorang Elite Secretary. Yang pasti kamu akan puas. Gimana?" Tanya Bu Novi. "Aku sih setuju-setuju saja bu." Kataku. "Oke. Kriteria fisik seperti apa yang kamu inginkan?" Tanya Bu Novi. "Aku sih terserah saja deh bu. Siapapun tidak masalah." Kataku. "Jangan terserah. Karena jawaban kamu bisa menjadi hal paling buruk atau paling menguntungkan yang pernah kamu inginkan. Mungkin yang serupa dengan seseorang?" Tanyaku. "Yang serupa dengan seseorang..." Kataku. "Mungkin seperti Diana, Fera, atau Lina? Tidak usah khawatir, apa yang kita bicarakan disini, tidak akan keluar dari sini." Tanya Bu Novi. Aku menarik napas dalam-dalam, dan menghembuskannya, bersiap untuk menghadapi yang terburuk. "Yang seperti Bu Novi aja." Kataku dengan yakin. Bu Novi menatapku dengan serius dan cukup lama. Kemudian ia mengangguk sambil tersenyum kecil, entah apa arti dari senyumnya itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN