EPISODE 13 : Diana

3903 Kata
Kulihat kiri dan kananku. Pepohonan semua. Di tanah dekatku berpijak sudah tergeletak dua robot prototipe yang sudah kubelah dua dengan pedang nodachi-ku. Aku ingat sekali, sewaktu aku masih bergelantungan dengan parasutku, dua robot prototipe langsung menungguku dibawah. Untungnya mereka tidak memakai senjata api, karena akan sulit bagiku untuk mengatasi senjata api jika aku masih mengudara. Dan lagi, setelah aku mendarat pun, mereka masih diam saja mengamatiku untuk waktu yang agak lama. Sepertinya memang robot-robot ini belum sempurna. Tidak sulit bagiku untuk mengalahkan mereka sama sekali. Haah, jadi lawanku di pulau ini adalah para robot ya? Tetapi, menyeramkan juga organisasi ini. Kukira selama ini, robot tempur hanya ada di film-film science fiction. Ternyata mereka sudah ada di dunia ini, walau tidak terekspos sama sekali oleh dunia. Betul saja kata Profesor Wang, dalam hal IT dan militer perang, organisasi ini beberapa langkah di depan dunia. Baiklah, sekarang aku terdampar di suatu pulau terpencil, yang katanya adalah salah satu markas Myth. Aku sempat memperhatikan geografis pulau ini saat aku masih mengudara tadi. Pulau ini berbentuk elips, dengan ada bangunan-bangunan model reaktor nuklir di tengah-tengahnya. Yang mengelilingi bangunan-bangunan itu adalah hutan yang sangat lebat. Hmmm, bagaimana bisa pulau ini tidak terdeteksi oleh pemerintah ya? Ataukah pulau ini merupakan markas pemerintah juga yang telah diambil alih oleh Myth tanpa sepengetahuan para pemerintah? Sudahlah, tidak ada gunanya menduga-duga. Aku harus pergi menuju bangunan-bangunan di tengah pulau, karena hutan ini sepertinya berbahaya. Karena sudah ada dua robot yang kulumpuhkan, aku asumsikan ada beberapa bahkan banyak robot yang berpatroli. Belum lagi hewan buas atau berbisa. Aku mencoba berkeliling hutan ini. Ternyata, tidak ada binatang sama sekali, bahkan serangga pun tidak ada. Aku menduga bahwa Myth menggunakan suatu teknologi untuk mengusir para binatang. Sepertinya suatu alat yang memancarkan sinyal yang tidak disukai para binatang, begitulah asumsiku. Karena tidak ada binatang satu pun, otomatis malam ini aku menjadi vegetarian nih. Sudah sekitar lima belas menit aku berjalan. Hingga akhirnya aku menemukan sebuah robot yang sudah rusak. Aku segera membongkar robot itu dan melihat komponennya. Baterai nya masih aktif, artinya robot ini belum lama dilumpuhkan. Aku mencoba mencari bekas tembakan atau lubang di seluruh tubuh robot ini, tetapi aku tidak menemukannya. Aku hanya menemukan adanya penyok di bagian d**a, sendi lehernya yang sudah terpuntir, dan bonyok di bagian pipi kanannya. Sendi tangan kanannya tidak bisa digerakkan karena terkunci, sepertinya terkunci oleh program dari robot itu. Aku segera menganalisa apa yang sebetulnya terjadi. Robot ini pasti maju, dan mengerahkan pukulan dengan tangan kanannya. Akan tetapi, lawannya membalas dengan tendangan ke d**a sehingga membuat robot ini terpental kebelakang, lalu kemudian diteruskan dengan tendangan berputar dari arah kanan menuju kepala robot, sehingga mematahkan sendi lehernya. Sistem Kontrol yang merupakan otak dari robot ini terletak di kepala, sehingga akibat sendi lehernya putus, otomatis kabel yang mengalirkan seluruh perintah robot menjadi terputus, sehingga robot ini tidak lagi berfungsi. Dari cara bertarungnya, sepertinya Diana. Tiba-tiba saja, aku merasakan nafsu membunuh yang besar. Arahnya dari atas. Aku langsung melompat ke kiri untuk menghindari apapun yang datang mendekat dari atas. DUAAKK... Aku mendengar sesuatu menghantam tanah, dan ketika kulihat dari arah suara itu, ternyata Diana yang melancarkan tendangan cangkul dari atas ke bawah. Kemudian, Diana maju lagi dan melompat sambil melancarkan tendangan berputarnya. Tidak main-main, ia mengincar leherku. Aku segera meloncat kebelakang untuk menghindarinya. Aku terbiasa sparing tarung dengannya, jadi aku tahu bahwa menghindari dengan cara menunduk itu adalah bunuh diri, sebab tendangan cangkul kaki satunya lagi akan menghantam kepalaku. Kemudian, Diana kembali maju, kali ini sambil memutar tubuhnya. Yak, inilah saatnya untuk melumpuhkannya. Disaat tubuhnya sedang berputar kebelakang, ia tidak bisa melihat apa yang ada didepannya. Langsung saja aku menggunakan pundak kanannya sebagai tumpuan untuk melompat kebelakangnya. Saat aku melompat kebelakangnya, tendangan sapuannya berputar nya maju, tetapi hanya mengenai udara kosong. Saat itulah, aku langsung menekan lehernya kearah tanah untuk mengunci tubuhnya. Kali ini, ia tidak bisa bergerak karena sudah kukunci tubuhnya. "Diana, cukup. Aku sadarkan diri, ga dihipnotis atau apapun." Kataku. "Gimana kalo ternyata aku yang dihipnotis pak?" Tanya Diana. "Auramu sama sekali tidak kacau. Walaupun nafsu membunuh kamu besar, tetapi auramu masih tetap teratur." Kataku sambil melepaskan kuncian tubuhnya. "Keahlian bapak masih sama kayak dulu. Aku gak pernah menang sekalipun lawan bapak." Kata Diana sambil tersenyum. "Gerakan kamu susah dibaca, tapi aura membunuhmu terlalu mudah dibaca." Kataku sambil mengulurkan tanganku untuk membantunya berdiri. Diana langsung menerima uluran tanganku dan berdiri. Setelah kuperhatikan, Diana ini cantik lho, hampir secantik Yuna menurutku. Kenapa aku baru memperhatikan sekarang ya? Aahh sudah-sudah, dua orang saja sudah rumit, apalagi tiga. "Jadi, kamu punya rencana apa?" Tanyaku. "Yah berhubung kita sudah berdua, paling tidak kita bisa bagi tugas pak. Yang satu jaga disini, satu cari makanan." Kata Diana. Oke, rencana yang standar. Aku sebetulnya ingin pergi, dan Diana jaga disini. Tapi, aku sedang menyadari sesuatu, dan aku yakin Diana tidak menyadarinya. "Oke Diana. Kamu ada problem dengan mencari makan?" Tanyaku. Diana hanya menggeleng sambil tersenyum. "Oke Diana. Tolong ya." Kataku. "Iya pak." Kata Diana sambil berjalan kearah hutan. Sementara disini, aku mengumpulkan kayu bakar dan batu untuk api. Aku juga mengumpulkan dedaunan untuk jadi alas tidur. Semoga kita segera bertemu dengan yang lain. Untunglah aku bisa menemukan pelepah daun yang besar untuk dijadikan selimut. Setelah kurang lebih satu jam, datanglah Diana membawa aneka macam jamur. "Cuma ada ini, pak. Binatang pun tidak ada." Kata Diana. "Iya, sepertinya Myth memang memasang sesuatu, sehingga binatang pada lari semua. Serangga pun tidak ada." Kataku. "Oh iya, Diana. Berapa robot yang kamu lumpuhkan sepanjang mencari makan tadi?" Tanyaku. "Tidak ada pak. Hutan ini sepi sekali." Kata Diana. Hmmm, tidak ada robot ya? Artinya Myth sudah menarik seluruh robot yang berjaga di hutan. Apakah karena mereka mengetahui posisi kami dan menarik para robot itu untuk melakukan pengaturan ulang terhadap kontrol sistemnya? Ataukah karena ada orang yang berhasil menyusup ke fasilitas utama? Hmmm, kubuka smartphone-ku untuk melihat jam, dan jam sudah menunjukkan pukul 16.42 waktu Shanghai. Pantas saja aku lapar sekali, sudah hampir sembilan jam aku tidak makan. Aku menyalakan api. Untungnya, masih ada sisa air, jadinya aku bisa merebus air yang akan kugunakan untuk merebus jamur. Setelah jamurnya matang, kami segera memakan jamur-jamur itu. Tidak ada rasanya sih, tapi paling tidak jamurnya tidak beracun. Aku percaya dengan Diana karena dia cukup tahu banyak detail. Kami selesai makan dan jam sudah menunjukkan pukul 17.10. Sepertinya agak berbahaya jika aku meneruskan perjalanan menuju fasilitas utama. Walaupun sepertinya tidak ada binatang buas disini, tapi siapa yang bisa menjamin? Lebih baik menunggu besok pagi saja, baru melanjutkan perjalanan. Malam hari pasti cukup gelap disini. "Kita bermalam disini aja." Kataku. "Iya pak. Bahaya kalau kita lanjut." Kata Diana. Kami segera menyiapkan persiapan untuk bermalam. Jamur yang tadi dibawa Diana masih cukup untuk tiga orang makan. Ada daun pelepah yang bisa digunakan sebagai selimut, ada juga daun-daun banyak yang bisa digunakan sebagai alas untuk tidur. Untuk penerangan, kita bisa menggunakan api yang kunyalakan. Baiklah, semoga saja tidak ada yang kurang. Setelah beberapa jam, matahari pun mulai terbenam. Sekarang, di hutan ini betul-betul gelap. Untungnya ada api yang kubakar di kayu, sehingga pengllihatan kami cukup terbantu. Lagipula, kami sudah terbiasa dengan survival, sehingga mata kami langsung membiasakan diri dengan keadaan. Tentunya, aku bisa melihat dengan jelas, kuduga begitu pula halnya dengan Diana. Untungnya, Diana membawakan power bank, sehingga aku tidak perlu khawatir akan keselamatan baterai smartphone-ku, walau cuma bertambah sehari sampai dua hari sih. Aku melihat jam, dan kali ini sudah jam 19.30. Aku dan Diana memutuskan untuk makan malam dari sisa jamur yang sudah dimasak tadi sore. Setelah makan, masih tersisa satu porsi penuh untuk satu orang. Kudiamkan saja disitu. Sekarang, kami bersiap untuk tidur. Disinilah permasalahan utamanya. Aku baru menyadari bahwa pelepah daun yang akan dijadikan sebagai selimut itu hanya muat satu orang. Bisa muat kalau aku dan Diana tidur sambil berpelukan. Tapi sepertinya tidak mungkin terjadi itu. Kuberikan untuk Diana saja deh. Aku segera mengatur posisi daun yang akan kugunakan untuk tidur itu. Seperempat untukku, tiga perempat untuk Diana. Aku yakin dengan posisi tidur ini, karena tidak ada binatang disini, seharusnya tidak perlu memikirkan adanya ular berbisa disini. Sebelum tidur, aku memastikan bahwa tidak ada yang mengawasi kami. Yah, hanya ada kita bertiga di area tempat kita bermalam ini. Baiklah, sepertinya aman untuk tidur. Setelah aku menoleh, aku melihat bahwa tempat tidur daunku sudah bertumpuk tinggi, dan pelepah daun yang tadinya kuberikan untuk Diana, sudah berada ditempatku. "Ngapain? Itu mah buat kamu." Kataku. "Nggak kok, itu buat bapak. Biar bapak tidur lebih nyenyak sedikit hehehe." Kata Diana. "Oke kalau begitu." Kataku. Aku ingin lihat sampai kapan dia bertahan dengan kata-katanya. Aku mulai menyelimuti diriku dengan pelepah daun. Hmm, lumayan nyaman juga ternyata. Aku membuka sedikit mataku, dan melihat Diana sedang mencoba tidur dengan bersandar ke pohon. Tidak, tidak Diana. Kamu harus melakukan sesuatu dulu sebelum tidur, kalau tidak kamu bisa mati kedinginan, apalagi sekarang sedang musim gugur begini. Setengah jam pun berlalu. Aku memang sengaja belum tidur untuk memastikan Diana aman-aman saja. Akhirnya yang kutunggu-tunggu datang. Ia mulai melakukan gerakan squat. Yap, betul itu Diana, walaupun sudah terlambat untuk melakukannya. Gerakan itu berguna untuk menghangatkan badan. Yah tapi sudah terlambat sih. Ketika dia membelakangiku, aku segera menarik tangannya untuk masuk ke dalam pelepah daun dan kasur daun tempatku semula tidur, sedangkan aku beranjak dari tempatku berada. "Makanya jangan sok kuat, tidur sana." Kataku. "Kita tidur sambil pelukan aja pak." Kata Diana. Weleh, baru saja aku bilang bahwa itu tidak mungkin terjadi, eh malah dia ngajak duluan. "Jangan salah sangka pak, ini demi kelangsungan hidup kita berdua." Kata Diana. "Nanti aku yang jelasin ke Fera deh." Kata Diana sambil tersenyum nakal. "Sekarang aku percaya kamu yang ngajarin Yuna untuk ngadalin aku." Kataku. Diana hanya tertawa cekikikan. Ya sudahlah, untuk sekarang ini mungkin tidak apa-apa. Aku segera masuk ke pelepah daun itu, dan kini aku dan Diana saling berpelukan. Damn, tubuhnya hangat sekali, walaupun dilindungi pakaian. Dadanya pun terasa begitu kenyal di dadaku. Wajahnya pun begitu dekat denganku. Aih, aku jadi terangsang nih, gawat. "It's okay, no need to feel nervous (Tidak apa-apa, tidak perlu merasa grogi)." Kata Diana. "And why is that? (Dan kenapa begitu?)" Tanyaku. "Because it is I, who should be really nervous right now. (Karena akulah, yang seharusnya sangat grogi sekarang ini.)" Kata Diana. Karena tubuh kami saling berpelukan sekarang, aku merasakan detak jantung yang kencang dari Diana. Aku sendiri pun juga deg-degan. Bagaimana tidak, aku sedang memeluk wanita yang sebetulnya cantik dan seksi. Ah gawat ini. "Jawab aku satu hal, Diana." Kataku. "Apa tuh pak?" Tanya Diana. "Kenapa kamu setia sama aku? Bu Novi ga mungkin mengiming-imingi sesuatu yang kecil kan?" Tanyaku. "Haruskah aku jawab, pak?" Tanya Diana. "Sebegitu sulitnya pertanyaan itu emangnya?" Tanyaku balik. "Intinya sih, aku ngerasa bahwa mengkhianati bapak itu salah aja. Aku terpaksa ikut alur permainannya Bu Novi, karena aku dengan begitu aku bisa nyelamatin bapak." Kata Diana. "Makasih, Diana. Meskipun jawaban kamu kurang jelas, tapi aku ngehargain banget." Kataku, sambil kemudian membelai-belai rambutnya. Diana yang kini kubelai rambutnya, mulai memeluk tubuhku makin erat, dan menyenderkan kepalanya ke dadaku. Buset, posisi ini membuat birahiku makin naik saja. Ah gawat, ini semua gara-gara aku memulai membelai-belai rambutnya. Gawat, ini sepertinya bakal kearah yang tidak enak. Diluar dugaan, tiba-tiba Diana melepaskan kepalanya dari dadaku, dan mencium bibirku. Aih, bibirnya begitu lembut, permainan ciumannya pun membuat birahiku semakin naik lagi. Tak kuasa menahannya, aku pun mulai membalas ciumannya. Kini, kami berciuman dengan intens. Tetapi, aku merasakan, kami bukan berciuman dengan dipenuhi nafsu birahi, melainkan kami berciuman dengan mesra, sangat mesra malah. Meskipun jujur saja, nafsu birahiku sudah naik, tetapi tetap saja aku mencium bibirnya layaknya seperti seorang istri, bukan seperti seseorang yang sedang kujadikan tempat untuk melampiaskan nafsu birahinya. Aku tahu bahwa selama ini di tempat kerja, Diana memang sering curi pandang kearahku. Apakah sebetulnya aku sendiri pun menikmati perlakuan Diana itu? Dan lama-kelamaan mulai timbul perasaan cinta yang terpendam? Entahlah, aku sendiri juga bingung. Tiba-tiba kesadaranku pulih kembali. Maka aku langsung melepaskan ciumanku dengan Diana. Aku pun berusaha mengatur napas. Selagi aku mengatur napas, Diana membelai rambut sampingku sambil tersenyum manis. "It's okay. (Tidak apa-apa)" Kata Diana dengan lembut. Kemudian, ia kembali mencium bibirku, yang juga kubalas mencium bibirnya. Lama-kelamaan, lidahku mulai menelusup masuk kedalam mulutnya, yang disambut juga dengan lidahnya. Kini, lidah kami saling berpagutan. Tanganku terus membelai-belai rambutnya, sementara tangannya memeluk tubuhku dan mengusap-usap punggungku. Aku sendiri juga tidak mengerti, aku sebetulnya dikuasai oleh nafsu birahi, tetapi yang jauh lebih menguasaiku adalah perasaan ingin memuaskan Diana. Aku mempunyai perasaan semacam ini hanya tiga kali, dengan Erna, dengan Yuna, dan dengan Fera. Apa sebetulnya aku diam-diam sudah mencintai Diana, tetapi aku sendiri yang tidak mengakui? Tanganku yang tadinya membelai-belai rambutnya, mulai turun menuruni lehernya, dan akhirnya mulai membelai-belai dan meremas buah dadanya. Ah, sepertinya dugaanku selama ini salah. Ini sih bukan 32B, tetapi sekitar 34B. Nafas Diana pun semakin memburu, sama halnya dengan nafasku. Kemudian, aku memberanikan diri membuka baju kaosnya, yang ia sambut dengan mengangkat tangannya sehingga aku semakin mudah melepas kaosnya. Setelah kaosnya sudah sepenuhnya terlepas, tampaklah BH biru yang menutupi buah dadanya. Setelah itu, langsung saja kubuka kaitan BH biru yang bagus itu, sehingga kini tampaklah dua buah dadanya yang putih dan indah dilengkapi dengan p****g s**u yang indah berwarna merah muda. Langsung saja kukulum buah d**a kirinya, sementara tangan kiriku sibuk memainkan p****g s**u buah d**a kanannya. Diana yang kini mendapat rangsangan yang begitu hebat dariku, hanya bisa mendesah-desah. "Ggghhh... Teeruus paak... Geli disituu..." Desah Diana. Makin diminta, aku makin liar mengulum buah dadanya dan meremasnya. Tangan kanan Diana pun mulai meraih selangkanganku. Dengan cekatan, tangannya sudah masuk ke dalam celanaku, dan memijat batang kemaluanku. Aah, telaten sekali pijitannya, aku sampai merasa geli, dan dalam sekejap saja batang kemaluanku sudah mengeras sepenuhnya. Aku sangat menikmati mengulum p****g susunya. Seolah-olah p****g susunya itu mengeluarkan hormon yang membuatku betah terus mengulum p****g susunya. Apalagi ditambah dengan pijatannya di batang kemaluanku, rasanya kenikmatan yang kudapatkan betul-betul maksimal. "Ssshh... Diaanaa..." Desahku. Aku sekarang ini betul-betul dalam situasi bego. Seolah-olah aku tidak ingin berhenti diperlakukan seperti ini oleh Diana. Ini betul-betul gawat, kalau aku terus begini, lama-lama pastilah aku tidak tahan dan keluar. Aku betul-betul ingin memuaskan Diana. Entah untuk membuktikan betapa kuatnya aku, atau aku betul-betul murni ingin memuaskan dia. Aku juga tidak tahu, sekarang ini aku betul-betul hanya fokus pada kenikmatan yang kudapat dan kenikmatan yang ingin kuberikan. Aku mulai membuka celana jeans pendek yang Diana kenakan sehingga tampaklah celana dalam biru muda yang sudah sedikit basah. Tidak kalah cepat, Diana pun mulai membuka seluruh baju dan celanaku, hingga aku betul-betul telanjang. Aku tidak percaya aku bisa telanjang sepenuhnya duluan. Diana pun mulai mengocok-ngocok batang kemaluanku. Sementara tanganku kembali meremas-remas buah dadanya, sedangkan tanganku yang satu lagi meraba kedalam celana dalam birunya. Aku merasakan lubang k*********a mulai basah. Aku juga bisa merasakan adanya rambut kemaluan yang tidak terlalu lebat. Bibir dan lidah kami saling berpagutan. Nafas kami pun semakin memburu. Setiap napas hangat yang dihembuskan oleh Diana membuat birahiku semakin naik saja. Kemudian, aku menarik celana dalam Diana kebawah hingga lepas, dan tampaklah daerah lubang k*********a yang indah, dan dilindungi oleh rambut k*********a yang tidak terlalu lebat. Kini, aku dan Diana sudah sama-sama telanjang. Tanganku masih meremas buah d**a dan daerah k*********a, sementara tangannya memeluk tubuhku dan mengocok batang kemaluanku. Lama-kelamaan, Diana pun mulai menarik batang kemaluanku ke depan lubang k*********a. Posisi tubuhku kini menindih tubuhnya. Kami saling berpelukan satu sama lain. Dalam posisi itu, kini aku mulai menggesek-gesekkan batang kemaluanku ke lubang kemaluan Diana. Diana pun mulai mendesah-desah, begitu juga aku. Cukup lama aku menggesek-gesekkan batang kemaluanku. Keringat kami pun mulai mengalir secara deras. Malam yang dingin ini dalam sekejap berubah menjadi malam yang hangat akibat tubuh kami yang saling bersentuhan. Dalam situasi yang panas begitu, Diana tiba-tiba membelai rambutku, dan mencium bibirku dengan lembut. "I'm ready. Please enjoy. (Aku siap. Silakan dinikmati.)" Kata Diana sambil tersenyum. Ah, mirip sekali dengan kata-katanya Fera. Jujur ia membuatku kagum. Aku merasa bahwa aku ingin sekali memuaskannya. Diriku mah nomor dua saja setelah dia puas. Begitulah pikirku. Dengan elegan, aku mendorong pantatku sehingga batang kemaluanku langsung terbenam ke dalam lubang k*********a. Diana pun terlihat meringis selagi batang kemaluanku masuk, tapi berubah lega setelah batang kemaluanku masuk sepenuhnya. Aku mencium bibirnya dengan lembut, sebelum menarik dan mendorong pantatku. Selagi lubang k*********a menerima hujaman dari batang kemaluanku, ia pun juga membalas menciumku dengan lembut. Pantatnya ia goyang-goyangkan untuk menyambut batang kemaluanku. Goyangan pantatnya sangat nikmat. Tidak terlalu nafsu, tapi elegan. Tidak asal-asalan, tapi elegan. Betul-betul elegan sekali Diana ini saat sedang bercinta. Aku pun mulai memainkan p****g susunya, sementara pantatku kudorong semakin cepat. Lama-kelamaan, aku merasakan goyangan p****t Diana semakin liar. Iramanya semakin kacau, tapi tetap teratur dan elegan. Ciumannya pun di bibirku semakin membara. Pelukannya semakin kencang ditubuhku. "Pp.. paakk... Akuu mauu orgaassmee niihh... Aku keluaar duluaan yaaahh..." Desah Diana. Tau Diana mau o*****e, aku menghujam-hujamkan batang kemaluanku semakin cepat. Aku juga semakin liar mencium bibirnya. "Ayoohh Diin... Keluaar ajaah..." Desahku sambil terus memompa lubang k*********a. Kemudian, aku merasakan kontraksi yang sangat hebat dari lubang kemaluan Diana. Bersamaan itu, terasa ada semburan yang sangat deras dari dalam lubang k*********a. Creess... Cresss... Cresss... Begitulah irama cairan kenikmatan milik Diana yang menyemprot ke batang kemaluanku. Bersamaan dengan itu, Diana mengerang dengan nikmatnya. "Aaaggghhh... Akuu orgaassmeee paaakkk..." Erang Diana. Tangannya begitu kuat memelukku. Pantatnya ia naikkan keatas sekuat-kuatnya, sehingga batang kemaluanku makin tenggelam dalam lubang k*********a. Kontraksi lubang k*********a tidak berhenti-berhenti. Aku sangat menikmati ini. Aku pun menghentikan genjotanku, untuk memberinya waktu menikmati klimaksnya. Selang waktu itu, kami gunakan untuk berciuman dan berpelukan satu sama lain. Kami berciuman dan berpelukan layaknya seperti sepasang suami-istri. Setelah beberapa puluh detik, aku merasakan kontraksi lubang k*********a berhenti. Aku melepaskan ciumanku dibibirnya. Diana pun terbaring lemah di kasur daun di tanah. Aku mengusap-usap rambutnya sambil tersenyum, yang juga dibalas dengan senyumannya yang manis. Setelah itu, kami kembali berpelukan dan berciuman satu sama lain. Lalu, Diana menggenggam kedua pundakku. "Come on! Is that all you've got? (Ayo! Apakah itu aja yang bapak bisa?)" Kata Diana. "You've asked for it! (Kamu yang meminta!)" Kataku. Aku tidak langsung menggenjot lubang k*********a, melainkan menggoyang-goyangkan pantatku, sehingga batang kemaluanku bergerak dan berputar didalam lubang k*********a. Mendapat rangsangan seperti itu dariku, ia mencoba mengatur napasnya. Sesekali, ia mendesah kecil. Bibirku menciumi bibirnya dengan lembut, sementara tanganku mulai menjamah buah dadanya. Lama-lama, aku mulai mengubah gerakan pantatku dari berputar menjadi menghujam. Bibirku kupindahkan dari bibirnya menuju buah dadanya. Tangannya mulai menjambak rambutku. Lama-kelamaan, aku merasakan pantatnya mulai bergoyang kembali. "Mao lagiih Diinn...?" Desahku. "Setelah bapaak ajaah..." Desah Diana. "Mao ganti posisii?" Tanyaku. "Boleeh paak... Cowgiirl..." Desah Diana. Kemudian aku menggulung badanku, sehingga kini ia berpindah keatas dan aku dibawah. Diana mencabut lubang k*********a dari batang k*********a. Ia mulai beranjak berdiri, kemudian berjongkok dengan memposisikan lubang k*********a menuju batang kemaluanku yang masih tegak berdiri. Tanpa membuang waktu, ia langsung mendorong pantatnya kebawah sehingga lubang k*********a langsung melahap batang kemaluanku. Kemudian, tubuhnya mulai bergerak naik turun, sesekali diiringi dengan goyangan kiri dan kanan pantatnya. Kedua tangannya diletakkan di belakang kepalanya. Badannya sedikit ia condongkan ke depan, sehingga memperlihatkan buah dadanya yang mencuat dan bergoyang-goyang. Aku hanya bisa melongo melihat pemandangan yang sangat indah itu. "Cuma bisa melongo paak?" Tanya Diana. Eits sialan. Dia ini rupanya suka mengintimidasi orang ya pada saat bercinta? Tidak mau kalau, aku pun mulai membangkitkan badanku, sehingga kini mukaku berada tepat didepan kedua buah dadanya. Aku julurkan tangan kananku untuk meremas buah d**a kirinya, sementara bibirku mengulum p****g s**u buah d**a kanannya. "Uuggghhh... Teruuss paak... Aku nngaakk kuaatt disituuhh..." Erang Diana. Tubuh kami sudah mengkilap karena derasnya keringat yang membasahi tubuh kami. p****t Diana masih terus menggenjot batang kemaluanku. Sementara tangannya menjambak rambutku dengan cukup keras akibat tidak tahan dengan rangsangan yang ia dapat. Lama-kelamaan, kurasakan kenikmatan yang luar biasa di batang kemaluanku. Aku tahu, ini pertanda bahwa aku sudah mau keluar. Irama genjotan Diana pun mulai tidak teratur. "Diiinnn... Aku maoo keluaarr niiihh..." Erangku. Mendengar eranganku, Diana makin hebat menggenjot dan menggoyang pantatnya. Aku semakin merem-melek dan tidak tahan akan rangsangan yang ia berikan. "Bareengg paakk... Aku jugaa maaoooo..." Erang Diana. Tidak lama kemudian, spermaku menyembur dengan derasnya di dalam lubang kemaluan Diana. Bersamaan dengan itu, lubang kemaluan Diana juga menyemprotkan cairan kenikmatannya dengan deras. Aku betul-betul melepaskan semua kenikmatan yang berkumpul di batang kemaluanku sejak tadi. Kami pun saling berpelukan dengan erat, sampai kemudian kurasakan ada cairan yang keluar dari dalam lubang kemaluan Diana, yang merupakan campuran antara spermaku dan cairan kenikmatannya. Kami pun mulai membuka kedua mata kami masing-masing dan saling menatap satu sama lain. Dalam pandangan kami masing-masing, kami saling tersenyum. Kemudian aku merebahkan kepalaku ke d**a Diana. Diana pun menyambutnya dengan mengelus-elus rambutku. Rasanya betul-betul nyaman sekali. Perasaan yang kudapat ini tidak seperti perasaan bahwa aku sedang bercinta dengan p*****r atau wanita yang bukan istriku, melainkan seperti sedang bercinta dengan istri sendiri. Sensasi yang sama yang kudapatkan ketika aku bercinta dengan Erna, Yuna, dan Fera. Kemudian, aku merebahkan diriku kebelakang terlentang di kasur daun. Diana pun mengikutiku dengan merebahkan dirinya ke badanku. Kali ini, gantian aku yang mengusap-usap rambut Diana. Sementara Diana merebahkan kepalanya di dadaku, dan memeluk tubuhku. Setelah itu, Diana melepaskan lubang k*********a dan berguling kesampingku. Tangan kami saling bergandengan, hingga akhirnya beberapa puluh menit kemudian dia tertidur. Aku memandang langit yang gelap. Diana sudah tertidur disampingku. Kemudian, aku bangun, dan mengenakan seluruh pakaianku. Kemudian, aku mengambil jamur yang masih tersisa sebanyak porsi satu orang makan itu, dan mengumpulkannya di daun yang lebar. Aku berjalan ke suatu pohon yang besar yang letaknya tidak jauh dari tempat tidur kami. Aku duduk bersandar di pohon itu, kemudian aku meletakkan jamur itu di belakang pohon yang kusandari itu. "Jika kamu berpikir, bagaimana perasaanku saat tahu bahwa kamu bersetubuh dengan orang lain, ya kira-kira seperti itulah rasanya." Kataku. "Yah. Mungkin. Tapi aku merasakan sakit yang jauh lebih sakit, sayang." Kata Erna dibalik pohon itu. "Oh, mengapa?" Tanyaku. "Adi berhasil merebut tubuhku darimu. Ia membuatku selalu ingin menyerahkan tubuhku kepadanya, dan bercinta dengannya. Tetapi, lain halnya dengan kamu. Kamu tidak menyerahkan tubuhmu kepada mereka." Kata Erna. "Begitukah? Jadi apa yang aku serahkan?" Tanyaku. "Hatimu lah yang mereka ambil dariku. Perasaan cintamu yang berhasil mereka menangkan darimu. Aku tahu sayang, bahwa Yuna mencintaimu dengan sepenuh hatinya, begitu juga dirimu. Dari adegan kamu tadi dengan Diana, aku bisa melihat dengan jelas bahwa Diana pun juga mencintaimu dengan sepenuh hatinya." Kata Erna. Apa? Diana mencintaiku dengan sepenuh hatinya? Sedalam itukah perasaannya? Berarti aku sudah rendah sekali dengan bersetubuh dengannya. "Nggak usah merasa bersalah, sayang. Aku juga bisa melihat bahwa kamu mencintai Diana." Kata Erna yang sangat mengejutkanku. Rupanya benar ya bahwa aku pun mulai mencintai Diana. Walaupun aku sudah kehilangan segala respek terhadap istriku ini, tetapi intuisinya tentang siapa mencintai siapa itu tidak pernah salah, aku masih mengakuinya. "Itulah balasan yang kudapat. Balasan yang kudapat ini ternyata sepuluh kali lipat dari apa yang sudah aku lakukan ke kamu. Patah hatiku ini sangat tidak tertahankan." Kata Erna. Aku diam saja, tidak membalas kata-katanya. "Tapi aku tahu, sayang. Kamu tidak pernah menggunakan mereka sebagai alat balas dendam kamu. Perasaan kamu kepada mereka mengalir apa adanya. Tanpa mempedulikan apa yang sudah kulakukan kepadamu, kamu tetap dengan murni mencintai dan menyayangi mereka. Aku iri kepada mereka, sayang." Kata Erna, yang suaranya mulai berubah menjadi isakan tangis. "Dan itulah, yang membuatku makin mencintai kamu, sayang." Kata Erna. Jujur, aku tidak tahu harus berkata apa. Aku betul-betul dibingungkan oleh perkataannya itu. Aku terus bersandar di pohon besar ini, sementara Erna pun mulai memakan jamur yang kuberikan itu sedikit demi sedikit. Aku betul-betul melamun dalam malam gelap yang panjang ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN