Sandra tersenyum. “Bukankah penawaranku menarik?” tanya wanita itu seraya mengangkat kedua alis. “Aku tidak akan membuatmu kesulitan. Kamu hanya perlu menjadi dirimu seperti sekarang. Menyebalkan, songong, sombong, tidak peduli orang lain, um … apa lagi? Coba kupikirkan,” ujar Sandra seraya menatap menyelidik Rion.
“Tetaplah menjadi berandalan seperti sekarang. Balap liar, bermain perempuan. Lakukan apapun yang sekarang sudah biasa kamu lakukan. Selama itu hal buruk, aku tidak akan keberatan.” Sandra tersenyum setelah menyelesaikan kalimatnya. Gadis itu menepuk-nepuk kedua telapak tangannya.
Sandra yakin Rion tidak akan menolak tawarannya. Semua syarat yang ia ajukan bukanlah syarat yang akan merugikan Rion. Semuanya menguntungkan untuk Rion.
Rion menarik punggung ke belakang. “Ini pertama kalinya aku bertemu dengan jenis perempuan sepertimu.”
“Jenis sepertiku? Seperti apa?” tanya Sandra ingin tahu.
“Tidak punya otak.”
“A-a-apa kamu bilang?”
“Hanya perempuan tidak punya otak yang melakukan apa yang kamu lakukan sekarang.” Rion berdecak. “Apa yang sebenarnya ingin kamu tunjukkan pada orang tuamu? Kamu akan menyesal suatu saat nanti.”
Sandra mengangkat ringan kedua bahunya. “Aku tidak akan pernah menyesal.” Gadis itu meneleng. “Kupikir kamu juga bukan anak yang baik. Ah … atau mungkin kamu ikut balapan liar untuk menyokong ekonomi keluargamu?” Sepasang mata Sandra membesar.
“Jangan khawatir. Setelah menikah denganku, kamu akan memiliki uang sebanyak yang kamu inginkan, Rion. Dan kamu bebas menggunakannya untuk apapun,” tambah Sandra seraya tersenyum penuh kepuasan.
Akhirnya dia menemukan partner yang pasti akan membuat kedua orang tuanya naik pitam. 'Lihat saja nanti, apa kalian masih akan tidak peduli padaku?’ ucap Sandra dalam hati. Sepasang bibir gadis itu terkulum. Senang membayangkan kemarahan orang tuanya. Mungkin orang tuanya akan menunjuk wajahnya sambil marah-marah. Dan itu berarti mereka akan berada tepat di hadapannya. Nyata.
“Jadi, apa sekarang kita sudah sepakat, Rion?”
“Memangnya sebanyak apa harta yang bisa kamu tawarkan untukku?"
“Ya ampun, kamu masih meragukan kekayaan orang tuaku?” Sandra menggelengkan kepala. Gurat senyum yang beberapa saat sebelumnya menghias wajah cantiknya itu kini berganti menjadi gurat keseriusan. Sandra menarik tubuh bagian atasnya ke depan, hingga jarak antara mereka berdua sedikit berkurang.
“Apa kamu tidak melihat mobil yang kupakai tadi?” Sebelah alis Sandra terangkat. “Kamu bisa memilikinya. Tidak hanya satu. Tapi, banyak. Karena orang tuaku memiliki showroom khusus mobil sport. Dari segala penjuru dunia dan merk. Kamu bebas memilihnya.”
Rion tertawa. “Memangnya kamu pikir itu milikmu? Kamu pikir orang tuamu akan membiarkanku mengambilnya?”
“Tentu saja. Kamu belum mengenal orang tuaku, Rion. Ah, salah. Tentu saja mereka tidak akan membiarkan jika kamu yang mengambilnya. Tapi, jika aku yang mengambilnya, mereka tidak akan peduli. Apa kamu tahu kalau satu minggu ini aku sudah berganti 7 mobil yang berbeda jenis? Mereka tidak peduli, Rion. Bahkan jika aku membakar showroom itu pun, mungkin mereka masih tidak akan peduli. Mereka akan membuat showroom baru.”
Mendengar kalimat panjang lebar Sandra, kening Rion mengernyit.
“Kenapa, kamu masih tidak percaya? Mau lihat buktinya?” tantang Sandra kala melihat cara Rion menatapnya. Terlihat jelas jika Rion tidak percaya pada kata-katanya. “Besok aku akan mengajakmu ke showroom, dan lihat sendiri supaya kamu percaya.”
Rion tidak menjawab. Pria muda tersebut justru beranjak dari tempat duduknya.
“Eh, mau kemana?” tanya Sandra sambil cepat-cepat berdiri.
“Mereka pasti sudah pergi,” kata Rion sambil mulai mengayun kaki.
“Ya ampun. Tunggu. Kita sudah sepakat, kan?”
“Tidak. Kamu cara orang lain saja.”
“Aku tidak mau orang lain. Harus kamu, Rion. Sudah kukatakan kamu tidak akan rugi. Kamu akan mendapatkan semua harta yang orang tuaku kumpulkan. Aku anak mereka satu-satunya. Jadi, semua kekayaan mereka akan jatuh padaku.” Sandra mengikuti Rion.
Kesal karena tidak mendapat respon dari Rion, Sandra menarik sebelah tangan Rion, hingga akhirnya langkah kaki Rion terhenti, dan pria muda itu memutar kepala ke arahnya.
“Ayolah, tolong bantu aku," pinta Sandra dengan nada memelas.
“Hidupku sendiri sudah rumit. Aku tidak ingin menambahnya dengan kerumitan hidupmu itu.” Rion menyahut. Dia menjauh hingga ribuan kilometer untuk menghindari kerumitan statusnya.
Rion menghembus samar karbondioksida keluar dari celah bibirnya. Tiba-tiba saja wajah sedih mamanya melintas. Rion tidak tahan. Dia tidak bisa melihat wajah itu bersedih jika mengetahui bahwa dirinya ternyata anak kandung suami wanita itu.
Rion menarik lepas tangan Sandra yang kini terdiam. “Aku yakin akan ada pria yang mau membantumu.” Setelah menyelesaikan kalimatnya, Rion memutar langkah, berniat untuk melanjutkan ayunan kaki keluar dari ruangan tersebut, namun urung ketika Sandra menarik kemejanya.
“Kamu … juga punya masalah dengan keluargamu?”
Rion melirik, namun tidak berniat untuk memutar kepala ke belakang.
“Rion … kita bisa saling bantu. Aku bisa membantumu.”
Rion terkekeh sambil menggelengkan kepala. “Tidak ada satu orang pun yang bisa membantuku.”
“Memangnya, apa masalahmu sampai kamu yakin tidak akan ada yang bisa membantumu?”
Menghembus napas, Rion akhirnya memutar kembali langkah kakinya ke belakang, hingga berdiri berhadapan dengan Sandra yang menatap penasaran. Satu sudut bibir pria muda itu terangkat. Seringai terbentuk, namun jelas terlihat ekspresi wajah tak biasa pria tersebut.
Sepasang mata Sandra mengecil. Gadis itu mencoba menelisik ke kedalaman sepasang mata Rion. Berusaha mencari sesuatu yang terasa begitu kelam. Dia bahkan merinding saat menatap semakin dalam manik hitam sepekat malam pria muda di depannya. Apa masalah Rion jauh lebih besar darinya?
“Aku janji … seberat apapun masalahmu, aku akan membantumu. Asal kamu menerima permintaanku.” Sandra menatap lekat manik mata Rion. Dia sudah mantap dengan pilihannya. Dia tidak mau orang lain. Hanya Rion yang bisa membuat orang tuanya mendapatkan balasan seperti yang ia inginkan. Apapun akan Sandra lakukan, asal Rion bersedia membantunya. Dia bahkan sama sekali tidak akan menyesal menyerahkan seluruh harta orang tuanya kepada Rion.
“Sudah kukatakan. Tidak ada satu orang pun yang bisa membantuku.” Rion menjawab dengan ekspresi wajah yang sudah berubah datar. Membuat beberapa lipatan halus muncul di kening Sandra.
Sandra mengedip. “Katakan padaku … apa masalahmu. Bagaimana bisa aku tahu kalau aku—”
“Keberadaanku di dunia ini lah … masalahku.”