. Angkasa tiba. Tanah lapang yang dikelilingi rumah reyot dengan dinding-dinding gedek dengan atap-atap rumbia itu, tak sepenuhnya kosong. Ada para penghuni gelap yang telah tinggal bersembunyi di sana hampir seminggu lamanya. Bukan para penduduk semestinya, meski mereka berpakaian kumuh, berparas lemah dan tampang kotor persis para orang miskin tunawisma ibukota. Orang-orang itu keluar dari gubuk-gubuk tua itu begitu derap kuda Angkasa berhenti. Beberapa menyembulkan kepala dulu dari balik pintu papan yang miring hampir patah, yang lain langsung saja keluar berkumpul di hadapan Angkasa. “Mana yang lain?” tanya Rheno yang baru tiba di belakang Angkasa. Mata Rheno mengabsen orang-orang itu satu demi satu seolah dia mengenali mereka dan mencari siapa yang belum hadir. Lalu