Zevanya tengah duduk menatap layar komputer dihadapannya ini, ia menghabiskan waktu untuk membaca beberapa email yang masuk sambil menunggu waktu untuk meeting bersama tim marketing hotelnya. Di tengah kegiatannya ini, pintu ruangannya tiba-tiba terbuka dan muncul Daniel dari balik pintu.
“Apa kamu tidak terlalu jahat pada Ibu tadi? Kamu seenaknya memecat dia hanya karena kesalahan kecil,” ujar Daniel meluapkan kekesalannya sambil berjalan ke arah meja Zevanya.
Mendengar ocehan dari pria tersebut membuat Zevanya mendengus kesal. Ia mengalihkan pandangannya dari layar komputer dan beralih menatap ke arah Daniel yang saat ini berdiri di hadapannya.
“Jelas-jelas Papa saya hanya menugaskan kamu untuk mengawasi saya, jadi kamu nggak punya hak sama sekali untuk mengatur apapun yang saya lakukan. Ibu tadi adalah karyawan saya, jadi hak saya mau memecatnya atau tidak dan itu bukan urusan kamu,” jelas Zevanya dengan nada tegas.
Perkataan Zeevanya tentu saja membuat Daniel benar-benar merasa kesal. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa wanita di hadapannya ini benar-benar kejam dan tidak berperasaan.
“Baru kali ini aku melihat wanita dengan tempramen yang sangat buruk dan tidak berperasaan seperti kamu,” ujar Daniel.
Ucapan pria di hadapannya itu hanya direspon dengan tawa sinis dari Zevanya. “Apa kamu kira kamu adalah orang pertama yang mengatakan hal itu? Jika kamu jadi saya, kamu mungkin akan memiliki sifat dan karakter seperti ini,” ujarnya dengan nada santai.
“Hidup bergelimangan harta ternyata membuat anda menjadi orang yang sombong dan suka meremehkan orang lain.”
Zevanya tidak merespon perkataan Daniel dan memilih kembali fokus menatap ke arah layar komputer di hadapannya untuk melanjutkan pekerjaannya.
Melihat tidak ada respon dari Zevanya, akhirnya Daniel memilih berjalan ke arah sofa yang ada di ruang kerja wanita itu dan duduk di sana untuk menunggu. Karena tidak ada hal yang ia lakukan, ia akhirnya mengeluarkan ponselnya dan sibuk memainkan benda pipih itu sambil menunggu Zevanya yang saat ini tengah fokus bekerja.
*****
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Awalnya suasana ruang kerja Zevanya nampak begitu sunyi karena dua insan manusia yang berada di dalam ruangan semua sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Zevanya sibuk menatap layar komputer dan Daniel sibuk dengan ponselnya.
Kesunyian dalam ruangan terpecahkan ketika terdengar suara pintu ruangan tersebut yang terbuka dari luar dan muncul Karlina yang berjalan masuk ke dalam ruangan Zevanya.
“Bu Zevanya, sudah waktunya untuk meeting. Semua orang sudah menunggu di ruang meeting,” ujar Karlina melaporkan.
Zevanya mengangguk paham kemudian segera mematikan komputer di hadapannya lalu berdiri dari duduknya. Ia berjalan melewati mejanya menuju ke arah Karlina yang berdiri di tengah ruangan.
“Semua berkas sudah kamu siapkan?” tanya Zevanya pada sekretarisnya itu.
“Sudah Bu. Semua sudah diletakkan di ruang meeting,” jawab Karlina.
Zevanya memberikan anggukan paham kemudian segera berjalan keluar dari ruangannya. Karlina tentu saja langsung bergerak mengikuti langkah atasannya itu kemudian diikuti oleh daniel yang juga berjalan bersamanya.
Sampai di ruang meeting semua orang nampak sudah menunggu kedatangan Zevanya. Menyadari kehadiran Daniel di dalam ruang rapat membuat semua orang menatap kebingungan pada pria itu. Tentu saja semua orang bingung melihat Daniel, karena tidak ada satupun dari mereka yang mengenal pria itu dan apa yang membuatnya masuk ke dalam ruang rapat.
Menyadari semua orang saat ini menatap bingung padanya, Daniel segera berdiri di hadapan semua orang. “Sebelum mulai rapat sepertinya saya harus memperkenalkan diri saya pada semua orang di sini. Perkenalkan, saya adalah Daniel dan saya ditugaskan oleh Tuan Endiwarma Gadi Direktur Gadi’s Group untuk mengawasi semua pekerjaan dari Nona Zevanya Agatha Gadi, itulah kenapa saat ini saya akan ikut menghadiri rapat ini,” ujar Daniel.
Semua orang memberikan anggukan paham dan beberapa menunduk hormat pada Daniel. Mereka tentu saja tidak berani macam-macam saat menyadari baha pria yang berdiri di samping Zevanya saat ini adalah orang yang ditugaskan Direktur utama untuk mengawasi pekerjaan mereka.
Salah seorang pegawai kemudian mengambil sebuah kursi dan meletakkannya di samping Zevanya. “Silahkan duduk Pak Daniel,” ucap pegawai tersebut mempersilahkan.
“Apa saya memerintahkan kamu untuk memberikannya kursi?” Tanya Zevanya membentak pegawainya itu.
“Hentikan Nona Agatha. Apa anda akan memecatnya hanya karena masalah kecil ini?” Tanya Daniel menyela Zevanya yang sudah akan menyemprot pegawainya itu dengan kemarahannya.
Suasana di dalam ruang rapat langsung terasa menegangkan karena dua insan manusia berbeda jenis kelamin yang saat ini sedang saling menatap tajam penuh amarah. Semua orang tentu saja bisa merasakan perselisihan diantara keduanya.
“Bu Zevanya, waktu terus berjalan,” bisik Karlina mengingatkan atasannya itu.
Mendengar perkataan Karlina yang mengingatkannya membuat Zevanya akhirnya memutuskan kontak matanya dengan Daniel sambil mendengus kesal. Ia kemudian menghela nafas panjang kemudian menghirup udara sebanyak mungkin untuk meredakan kemarahannya saat ini.
“Kita mulai saja rapatnya sekarang,” perintahnya setelah merasa sudah jauh lebih tenang.
Semua orang tentu saja langsung bernafas lega setelah menyadari atasannya itu sudah tidak begitu marah lagi. Walau begitu, semua tetap berhati-hati sepanjang rapat berjalan karena sadar bahwa mood atasan mereka itu sedang tidak baik saat ini karena kehadiran pria bernama Daniel itu.
*****
Setelah dua jam lamanya, rapat tersebut akhirnya berakhir. Semua orang sudah berdiri dan satu persatu mulai berpamitan meninggalkan ruang rapat, hingga akhirnya hanya tersisa Zevanya, Daniel serta Karlina sekretarisnya.
“Hasil rapat sudah kamu catat semua Karlina?” tanya Zevanya pada sekretarisnya itu.
“Sudah Bu. Setelah ini akan saya buatkan laporan hasilnya untuk diserahkan pada anda,” jawab Karlina.
Zevanya tersenyum puas mendengar jawaban sekretarisnya itu. Ia kemudian segera berdiri hendak berjalan keluar dari ruang rapat menuju ke ruang kerjanya.
“Siapkan berkas-berkas yang harus saya tandatangani hari ini serta beberapa kandidat proposal yang sudah disiapkan untuk saya periksa,” perintah Zevanya pada Karlina sambil berjalan menuju ke ruang kerjanya.
Daniel yang mengikuti dari belakang terkejut mendengar perintah Zevanya. “Apa anda tidak makan siang?” tanya Daniel.
Zevanya berbalik menatap Daniel. “Makan siang?” Tanya Zevanya dengan tatapan meremehkan. “Jika saya makan siang itu menghabiskan waktu sekitar satu jam, waktu yang terbuang itu bisa saja saya gunakan untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan hari ini. Jadi, kenapa saya harus buang-buang waktu untuk hal yang tidak penting,” ujarnya dengan nada santai. Ia kemudian kembali berbalik dan berjalan masuk ke dalam ruangannya, meninggalkan Daniel yang terdiam mendengar jawaban Zevanya.
Setelah kepergian Zevanya, Karlina hendak berjalan menuju meja kerjanya.
“Karlina,” panggil Daniel.
Mendengar namanya dipanggil, wanita itu segera menghentikan langkahnya dan menatap ke arah pria yang memanggilnya itu. “Iya,” jawab Karlina.
“Apa atasan kamu itu tidak pernah makan siang?” Tanya Daniel memastikan.
Karlina segera memberikan anggukan. “Ibu Zevanya selalu merasa makan siang hanya akan membuang-buang waktunya dalam bekerja. Ia lebih memilih untuk menyelesaikan semua pekerjaannya dibandingkan untuk makan. Biasanya dia hanya makan di tengah-tengah jam kerja saat sedang meeting bersama klien di salah stau restoran,” jelas Karlina.
Daniel mengangguk paham setelah mendengar jawaban dari sekretaris Zevanya. Ia akhirnya tahu beberapa sifat dari putri Endiwarma itu. Selain memiliki tempramen yang buruk dan tidak berperasaan, ternyata wanita itu juga memiliki ambisi yang tinggi dalam pekerjaannya.