Tentu saja Ajeng tak percaya dengan kedua temannya itu. Jelas terlihat keduanya mengatakan bahwa berniat untuk ikut dengan mantan organik karena keduanya merasa bersalah dan ingin membuat Ajeng tak marah lagi. Setelah itu Ajeng memilih berjalan menuju kelas dan tak peduli dengan kedua temannya yang berdiri di sampingnya. Ayu dan Andin saling tatap mereka seolah atau lagi apa yang harus dilakukan untuk membuat sahabatnya itu memaafkan.
Keduanya lalu duduk di kursi taman mereka memikirkan cara apa lagi yang bisa dilakukan. Harus ada cara lain untuk membuat ajang bisa memaafkan keduanya.
"Jadi kita harus ngapain nih?" Andin bertanya kepada Ayu.
Ayu terdiam sejujurnya ia juga tak tahu apa yang harus dilakukan karena sifat Ajeng yang memang sulit untuk ditaklukan. "Gue juga nggak tahu harus gimana, bingung banget."
Kedua Gadis itu kemudian terdiam. Mereka mencari Bagaimana caranya untuk membuat Ajeng tak lagi kesal atau marah. Tentu saja dengan tidak membohongi Gadis itu lagi. Karena jelas ia bisa membaca kebohongan dari Andin dan juga Ayu.
"Gimana kalau kita buat dia dekat sama Dafa?" Andin coba kembali memberikan saran kepada Ayu.
Mendengar apa yang dikatakan sahabatnya itu sepertinya rencana kali ini bisa lebih baik dibandingkan rencana sebelumnya. Apalagi ini berkaitan dengan pria yang disukai oleh Ajeng. Namun yang perlu dipikirkan gini adalah bagaimana caranya iya bisa mengatur agar Dafa pulang bersama Ajeng.
"Caranya gimana?" tanya Ayu.
Andin mengedikkan bahu. "Ya tolong dong Lu juga Coba cari cara gimana supaya kita bikin Kak Daffa bisa dekat sama Ajeng." Gadis itu sedikit protes karena Ayu yang terlihat sama sekali tak membantunya dalam hal apapun.
Sementara saat ini Ayu hanya nyengir saja setelah Andi yang terlihat kesal karena pertanyaannya tadi. Ayu terdiam Ia berpikir bagaimana caranya agar Daffa bisa dekat dengan Ajeng.
"Gimana kalau kita buat Kak Dafa bisa nganterin Ajeng ke rumah?" tanya Ayu pada Andin.
"Boleh juga sih, tapi gimana caranya supaya Kak Dafa mau nganterin Ajeng? Maksud gue gini loh kalau untuk sekedar pulang sekolah doang kayaknya nggak mungkin deh." Andin buka suara.
Ayu kembali terdiam ia memikirkan bagaimana cara yang tepat agar rencananya bisa berjalan dengan mulus. "Gimana kalau kita buat supaya Ajeng harus pulang lebih cepat?"
Akhirnya rencana dibuat oleh kedua gadis itu. Mereka berencana untuk memberitahu Ibu Ajeng dan meminta agar beliau menghubungi Ajeng untuk pulang lebih cepat dikarenakan akan ada demo di jalan. Sementara Ajeng tak mau dipaksa untuk pulang dan memilih untuk sibuk di perpustakaan. Lalu keduanya akan menghampiri dan meminta Daffa untuk mengantarkan sahabatnya pulang dengan alasan ibu Ajeng sakit.
Keduanya kemudian bertos ria setelah membicarakan tentang rencana mereka berdua tadi. Andin segera mengambil ponsel di dalam kantong kemejanya untuk menghubungi Ratna, mama Ajeng.
"Halo assalamualaikum Tante," sapa Andin.
"Iya waalaikumsalam kenapa Andin."
"Tante, aku mau ngajakin Ajeng pulang, tapi Ajeng enggak mau padahal lagi ada demo. Dia malah santai banget. Tante bisa hubungin Ajeng dan minta dia untuk pulang?" pinta Andin.
"Loh demo dimana?"
"Ada di dekat sekolah Tante." Andin menjawab dengan nada panik.
"Ya kalau memang ada demo di dekat sekolah, lebih baik di sekolah aja. Kalian pulang kalau udah selesai demo. Itu lebih aman." Ratna ucapkan itu karena ia merasa kalau lebih aman pulang saat demo sudah selesai.
Andin dan Ayu saling tatap mereka terlihat cemas dan panik karena sepertinya rencana kali ini akan gagal. Terlihat jika Ratna lebih mendukung Ajeng tetap berada di sekolah daripada harus pulang lebih cepat.
"Ta-tapi Tante."
"Pokoknya kalian tetap di sekolah dulu sebelum demo itu berhenti. Akan lebih bahaya kalau kalian pulang sekarang. Nanti kalau dia mah udah berhenti kalian bisa hubungi tante lagi nanti Tante jemput di sekolah," ujar Ratna pada anak-anak itu.
"Baik Tante." Andin sudah tak bentar lagi mengatakan apapun karena sudah jelas Ratna menolak untuk meminta Ajeng segera pulang. Andin kemudian mematikan panggilan setelah memberikan salam.
"Jadi gimana nih Yu?"
"Kalau udah kayak gini cara satu-satunya kita tinggal nunggu aja pulang sekolah nanti. Terus kita tungguin Kak Dafa dan paksa dia buat nganterin Ajeng," jawab Ayu membuat Andin menganggukkan kepalanya.
Setelah kegagalan rencana pertama mereka Ayu dan Andin berjalan kembali ke kelas. Selama di kelas Ajeng masih bersikap sama diam dan tak mengatakan apapun apalagi mengobrol. Bahkan biasanya ia seringkali meminjam peralatan tulis kepada Ayu. Hari ini Ajeng benar-benar menahan diri dan memilih meminjam tipe-x atau sebagainya ke teman yang lain.
Selama pelajaran berlangsung Ayu dan Andin menjadi tak tenang karena mereka harus bersiap melangkahkan kaki lebih cepat dari Ajeng untuk menemui Dafa di parkiran sekolah.
Kemudian bertanda pulang sekolah berdering Ayu dan Andin segera bergegas berjalan ke luar kelas. Mereka berdua segera berlari menuju parkiran sekolah. Tentu saja hal itu terlihat juga oleh Ajeng yang merasa bingung dengan kelakuan kedua temannya itu. Meskipun sedikit tak heran juga karena memang kedua temannya yang sedikit aneh. Ajeng kemudian melangkahkan kakinya keluar kelas untuk segera pulang.
Ayu dan Andin berlari di lorong. Entah mengapa di saat seperti ini lorong sekolah menjadi terasa lebih panjang dan jauh daripada biasanya. Keduanya bahkan tak menghiraukan siswa lain yang berada di depannya. Mereka benar-benar berusaha keras untuk mendapatkan maaf dari Ajeng.
Lalu mereka sampai di parkiran motor dan masih sepi, tentu saja karena belum banyak siswa yang keluar. Ayu kemudian menunjuk salah satu motor.
"Itu motornya Kak Dafa," seru Ayu.
Keduanya lalu berjalan cepat dan berdiri di samping motor itu. Mereka kemudian menunggu sampai pemilik motor datang. Lihat anak laki-laki mengenakan jaket jeans berjalan mendekat, siapa lagi kalau bukan Dafa. Dari kejauhan Dafa heran juga karena melihat dua siswi yang kini berdiri di samping motornya. Sementara itu melihat kedatangan si pemilik motor Ayu dan Andien berjalan cepat kemudian menarik tangan Dafa.
"Eh ada apa nih?" tanya Dafa.
"Kak, kakak harus tolongin temen aku. Tadi aku dapat kabar kalau mamanya temen aku sakit. Tapi dia udah usaha buat hubungin handphonenya dan nggak diangkat. Nah kan, Kak Dafa punya motor nih aku minta tolong Kak Dafa untuk susul temen aku dan kasih tahu kalau mamanya sakit. Sekalian Kakak anterin dia ke rumah. Bisa kan kak?" Andin emang paling pandai Kalau berbohong. Wajahnya benar-benar terlihat melas dan cemas.
Mendengar penuturan kedua adik kelas itu tentu saja membuat Dafa menjadi heran sendiri. Masalahnya ya sendiri tak kenal dengan teman dari kedua anak ini.
"Ya siapa temen lo?"
"Ajeng kak, yang kemarin dihukum di depan lapangan sama kita berdua." Ayu menjawab sambil menunjuk dirinya dan Andin secara bergantian.
"Ya trus, kenapa harus gue nganterin? 'Kan banyak yang punya motor?" tanya Dafa lagi.
"Ya soalnya yang datang ke parkiran ada tujuan kan kakak. Tolong ya kak, kayanya teman aku lagu nunggu di halte." Andin memohon.
Dafa kemudian menganggukkan kepalanya setuju. Ia segera memacu motornya untuk menyusul Ajeng di halte yang sedang menunggu angkot. Anak laki-laki itu setuju karena Ayu dan Andien yang terlihat benar-benar cemas dan khawatir. Motor hitam itu melaju menuju halte membutuhkan waktu lama untuk sampai di sana dan Dafa kini melihat Ajeng yang tengah berdiri seraya menunggu angkot. Motor itu berhenti tepat di depan Ajeng.
Melihat motor Dafa berhenti di depannya tentu saja membuat Ajeng merasa kaget. Dafa melepas helm miliknya.
"Buruan naik."
"Aku kan?" tanya Ajeng.
"Iya lo siapa lagi? Temen lo bilang nyokap lo sakit dan udah berkali-kali hubungi hape lo enggak diangkat." Dafa menjelaskan tujuannya meminta Ajeng naik ke atas motornya.
Mendengar apa yang dikatakan oleh Daffa membuat Ajeng merasa cemas dengan seketika. Ia benar-benar percaya bahwa saat ini sang Ibu tengah sakit dan ia tak mengetahuinya. Wajah gadis itu seketika menjadi pucat tiba-tiba ia merasa cemas dan panik.
"Aduh gimana nih mana angkot enggak datang-datang."
Dafa melihat kecemasan yang dialami Ajeng. "Ayo buruan naik. Sekalian gue anterin ke rumah."
Ajeng dengan sedikit ragu naik ke atas motor.
"Pegangan," pinta Dafa.
Ajeng dengan segera mengeratkan pegangannya pada jaket Dafa. Motor itu lalu melaju untuk segera mengantarkan Ajeng pulang. Tanpa diketahui oleh keduanya bahwa mereka sedang ditipu oleh Andin dan Ayu.
Dari kejauhan Ayu dan Andin melihat itu. Mereka menyaksikan bagaimana Ajeng naik ke atas motor Dafa. Keduanya tersenyum senang merasa kalau apa yang mereka lakukan akan membuahkan hasil yang baik untuk Ajeng.