MANTAN ORGANIK 24 - JADIAN DENGAN DAFA

1653 Kata
Ajeng mencoba memutar otak, dia ingin mendapatkan target yang sesuai. Sedikit banyak dia berharap kalau apa yang dia lakukan memang hal yang baik dan bisa membuat semua orang merasa senang. Dia yakin kalau yang dia lakukan adalah perbuatan yang baik. “Lo lagi ngapain sih, Kak?” tanya Mira yang tiba-tiba datang kamar Ajeng. Ajeng yang melihat adiknya pun mendengus dan menutup aplikasi yang tengah dia buka. Bagaimana pun dia tidak mau kalau adiknya tahu mengenai apa yang dia lakukan. Kalau sampai adiknya tau, dia tentu akan dilaporkan kepada kedua orang tua mereka dan Ajeng akan dimarahi habis-habisan. “Ngapain sih pake dateng ke sini?” tanya Ajeng kesal. “Ya mau nengokin kakak lah. Gue liat temen-temennya kakak sering ke sini, kalian lagi bikin projek apa dah? Ikut dong.” kata Mira. Siapa juga yang mau ngajakin lo? Ogah. Mau ngapain gue kek, nggak bakalan gue ajakin, wheee.” kata Ajeng yang mulai menggoda Mira. Mira pun langsung cemberut. Ajeng bangun dan menarik Mira agar Mira pergi dari kamarnya. “Udah lo pergi sana. Hus-hus!” kata Ajeng. Mira pun mendengus, “Gue bilangin mama ya lo.” “Bodo.” kata Ajeng. Setelah mengeluarkan Mira, dia pun mengunci pintu, dia pun mengambil ponsel dan langsung mendapatkan sebuah notif. Hal yang paling Ajeng sukai. Mendapatkan pesan dari pujaan hatinya, Dafa. Dafa: Hei. Ajeng: Hai. Dafa: Udah sampe? Ajeng menggigit bibirnya karena dia sangat senang dengan apa yang dikatakan oleh Dafa. Dari pertanyaannya saja sudah membuat Ajeng menjadi baper. Dia benar-benar tidak mengira kalau Dafa akan menanyakan hal ini dan itu. Dafa: Jeng? Ajeng: Eh, iya, maaf. Udah kok udah sampai dari tadi. Lo? Dafa: Udah juga. Tadi, lo beneran gak salah paham kan? Senyuman Ajeng merekah lagi. Kalau sekarang, dia merasa seperti seorang pacar yang tengah diyakinkan oleh pacarnya kalau pacarnya tidak selingkuh. Ajeng: Engga, gue percaya kalau Rara adik lo. Kalian mirip. Dafa: Gue berharap yang mirip itu kita sih Ajeng: Kita? Dafa: Iya lo sama gue. Ajeng: Maksudnya? Dafa: Iya, kata orang kalau orang cewek cowok yang wajahnya mirip tapi bukan saudara itu jodoh. Ajeng melotot dan langsung dengan refleks langsung membekap mulutnya sendiri dengan menggunakan tangannya. “Anjirrrr!” ata Ajeng. Dafa: Jeng? Ajeng tidak bisa menjawabnya. Ajeng: Iya, hehe Dafa: Besok jalan sama gue ya? Ajeng: boleh. Dafa: Oke. Besok pulang sekolah gue jemput ke kelas lo. Ajeng: Iya Ajeng pun langsung berteriak kegirangan bagaimana mungkin bisa Dafa mengajaknya jalan lagi? Ah, dia sungguh sangat merasa senang saat ini. Ajeng merasa kalau dirinya sedang di atas awan. Namun, seketika dia sadar dengan sesuatu, dia ingat kalau geng AMO harus menyelesaikan tugasnya, kalau tidak mendapatkan target dengan cepat, dia akan merugi. Rugi waktu. “Nggak papa kali ya, kan cuma sekali-sekali doang. Lagian mereka juga kayaknya lebih seneng kayak gitu. Gak jalanin AMO.” kata Ajeng. Ajeng pun langsung mengambil ponselnya dan langsung memberitahukan kepada grup AMO kalau besok mereka tidak ada kegiatan AMO dan benar saja, Ayu dan juga Andin menyetujuinya dan bahkan terkesan sangat senang. “Kalian ini bener-bener ya. Tapi nggakpapa deh.” kata Ajeng. Ajeng pun tersenyum. Dia sangat bahagia karena dia besok akan jalan ah, maksudnya kencan dengan Dafa. Ajeng pun berjalan menuju ke pintu dan membukanya, dia memang lapar dan ingin makan. Di meja makan, Ajeng melihat ada Mira yang sedang cemberut. “Ngapa lo seneng banget mukanya.” kata Mira kesal kepada kakaknya. “emang kenapa? Kalau gue seneng?” tanya Ajeng. “Perasaan lo tadi biasa aja.” kata Mira. “Yeuuu, sirik lo ya?” kata Ajeng. Mira mengerucutkan bibirnya. *** Waktu seakan berjalan dengan sangat cepat. Ajeng sampai bingung kenapa bisa secepat ini, namun dia memang sangat senang karena dengan begitu dia bisa cepat berkencan dengan Dafa. “Kenapa lo senyum-senyum?” tanya Ayu yang mengamati raut wajah Ajeng yang memang dari pagi sudah terlihat sangat bahagia. “Gue?” tanya Ajeng. “Ya iyalah emang siapa lagi?” tanya Ayu. “Gue … gue diajak jalan sama Dafa.” kata Ajeng. Ajeng menutup wajahnya saking malu dan senangnya. Ajeng-benar-benar merasa kalau dirinya saat ini sangat senang. Andin pun menghela napas, “Dafa lagi Dafa lagi. Jangan-jangan kita hari ini bebas tugas karena lo mau jalan ya?” tanya Andin. Ajeng pun nyengir lebar dengan raut wajah tidak enak. Namun mau bagaimana lagi. Memang itu faktanya dan Ajeng tidak bisa berbohong. “Iyaaa, nggak papa kan?” tanya Ajeng. “Iya, terserah lo dah kan kalian ini yang ngejalanin. Kalau sakit hati atau apa jangan cari kita ya.” kata Andin. “Kok lo ngomongnya gitu sih? Dia anak baik-baik kok.” kata Ajeng. “Ya, terserah terserah.” kata Andin. “Gue tau sih kalian kan emang mau ngelindungin gue jadi begini, iya kan?” kata Ajeng. Andin menghela napas, “Iyalah, kalau gue nggak peduli sama lo ya kita pasti bakalan bodo amat.” kata Ayu. Ajeng pun langsung menganggukkan kepalanya. “Makasih ya, Guys. Kalian emang the best banget.” kata Ajeng yang langsung memeluk kedua sahabatnya itu. *** Sepulang sekolah, seperti janjinya, Dafa pun datang ke kelas Ajeng, dia ingin menjemput Ajeng untuk pergi bersama. Hari ini hari janjian mereka untuk berkencan, entah ke mana mereka akan berkencan, Ajeng juga tidak tahu. “Hai.” sapa Dafa. “Iya, Kak Dafa.” kata Ajeng. “Jeng lo jadian sama Kak Dafa?” “Eh, kok ada Kak Dafa?” “Eh, Kak Dafa.” “Hai, Kak Dafa.” Ajeng menggelengkan kepalanya begitu saja, dia merasa kesal dengan teman-temannya yang saat ini sangat kecentilan kepada Dafa. Padahal mereka tahu kalau Dafa datang untuk menjemput Ajeng karena Ajenglah yang Dafa sapa duluan. “Kamu cemburu?” tanya Dafa. Ajeng mendongak, apa katanya tadi? Kamu? Ajeng rasanya ingin mengulang beberapa detik yang lalu. Dia tidak percaya kalau ternyata Dafa menggunakan aku-kamu. Padahal biasanya gue-lo.Apakah ini sebuah pertanda yang baik? “Apa?” Tanya Ajeng yang seakan tidak mau salah dengar. Dia takut kalau apa yang dia dengar hanya ekspektasi dirinya saja. “Kenapa? Kamu mau aku ngulangin kalimat aku lagi?” tanya Dafa. Pipi Ajeng langsung merona karena merah. Dia sungguh tidak tahu kepada Dafa bisa semanis ini. Jantungnya pun berdegup dengan sangat kencang. “Nggak.” kata Ajeng. Dafa pun langsung mengambil tangan Ajeng dan menggenggamnya. Kesadaran Ajeng rasanya sudah hampir hilang. Ajeng pun langsung tersenyum. Dafa ikut senyum dan langsung membawa Ajeng keluar, dengan tangan yang sedang saling bertautan. “Kak?” panggil Ajeng. Dafa menoleh pada Ajeng, “Iya?” tanya Dafa. “Ini, nggak papa?” tanya Ajeng yang melirik ke tangannya. Ajeng hanya tidak mau kalau semua orang membicarakan hal yang tidak-tidak padanya. “Nggak Papa.” kata Dafa. “Kalau orang-orang ngira kita pacaran gimana, Kak?” tanya Ajeng. Senyuman Dafa mengembang. Sejujurnya, memang itulah tujuannya, “Justru sebenarnya itu lebih baik.” kata Dafa. Ajeng terdiam dan mencoba mencari tahu mengenai apa yang dikatakan oleh Dafa, namun otaknya tentulah tahu kalau hal itu adalah hal yang akan membuat dirinya melayang. Seperti sekarang, Ajeng merasa kalau di perutnya seperti ada kupu-kupu yang beterbangan. Semua orang menatap Ajeng dan Dafa. Mereka seakan mempertanyakan hubungan Ajeng dan Dafa. Sebagai cowok most wanted, tentu Dafa akan menjadi pusat perhatian bagi teman-teman perempuan di sekolahnya. “Ini … kali ini aku bawa helm dua.” kata Dafa. Dafa memberikan helm berwarna putih kepada Ajeng. Ajeng pun langsung memakainya. Namun, seperti biasanya, dia tidak bisa mengaitkan helm tersebut sehingga Dafa pun langsung dengan sigap membantu mengaitkan helm tersebut. “Terima kasih.” ucap Ajeng. Dafa pun menganggukkan kepalanya, “Yuk?” ajak Dafa. Ajeng pun naik ke atas motor setelah Dafa sudah berada di atas motor lengkap dengan helmnya. Kemudian, setelah Ajeng naik ke atas motor, Dafa meraih tangan Ajeng dan langsung melingkarkannya ke perut Dafa. “Pegangan ntar jatuh.” kata Dafa. Ajeng pun menggigit bibirnya menahan senyuman yang hampir tercetak di bibirnya. Dari spion Dafa melihat hal itu, “Senyum aja, jangan digigit bibirnya.” kata Dafa sambil terkekeh. Sontak, Ajeng yang mendengar hal itu langsung mendongak ke arah kepala Dafa bagian belakang untuk melihat mengenai apa yang terjadi, “Ih, nyebelin.” Dafa pun langsung terkekeh begitu saja. “Pegangan.” kata Dafa yang merasakan Ajeng yang hendak menarik tangannya. Dafa tidak mau Ajeng melepaskan tangannya. “Kakak modus ya?” tanya Ajeng. Dafa pun terkekeh lagi, bagaimana pun kepolosan Ajeng memang menjadi hal yang sangat menarik baginya. Menurut dirinya, Ajeng sangat menggemaskan dengan semua kepolosannya itu. “Enggak kok. Aku nggak modus. Cuma sedikit cari kesempatan dalam kesempitan aja.” kata Dafa. Ajeng pun merengut melihat hal tersebut. Dafa di tempatnya hanya bisa terkekeh begitu saja, “Udah, jangan cemberut gitu, makin cantik soalnya.” kata Dafa. “Kak Dafa apa sih.” kata Ajeng yang sontak salah tingkah dan tersenyum malu-malu. Pipi Ajeng kini sudah berubah warna menjadi merah. Pipinya sangat merah seperti tomat. Dafa yang melihat hal itu tentulah senang karena itu menunjukkan kalau Ajeng menyukainya. Tak lama kemudian, mereka sampai di sebuah parkiran Mal. “Kamu nggak bosen sama mal kan?” tanya Dafa kepada Ajeng. Ajeng pun menggelengkan kepalanya, “Kayaknya aku nggak akan pernah bisa bosan kak.” kata Dafa. “Kenapa? Karena ada aku ya?” kata Dafa. “Kalau iya kenapa?” tanya Ajeng hyang mulai geram karena dia terus dibuat salah tingkah oleh Dafa. Kli ini Ajeng melihat bagaimana Dafa yang salah tingkah. Ajeng pun langsung terkekeh begitu saja melihat bagaimana laki-laki itu salah tingkah. “Ajeng …” kata Dafa. Ajeng pun hanya bisa menjulurkan lidah ke arah Dafa yang mengejarnya. Dafa pun mengejar Ajeng. Mereka tidak berlari cepat hanya berjalan lebih cepat saja. Namun, bagaimanapun Ajeng berusaha, Dafa masih bisa menjangkau Ajeng dan langsung memeluk Ajeng dari belakang. “Kak, lepasin, malu di liatin orang.” kata Ajeng yang mulai panik. “Jadi pacar aku ya?” kata Dafa. “hah?” tanya Ajeng. “Jadi-pacar-aku.” kata Dafa di telinga Ajeng.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN