Setelah berhasil mencomblangkan Dion dan Raya, agen mantan organik lebih percaya diri untuk melanjutkan misi mereka. Website yang mereka kelola juga lancar dan mereka tak lagi sulit memilih target kali ini.
"Lo yakin sama yang ini?" tanya Ayu saat Andin memilih satu nama.
"Yakin sih gue."
Ketiganya akhirnya mengangguk setuju karena menurut mereka juga terlihat baik. Berbekal keyakinan dari yang sebelumnya, mereka lebih percaya diri.
"Oke sip. Gue langsung kontak aja, ya." ucap Ayu yang langsung diangguki oleh Ajeng dan Andin.
Ayu langsung mengabari mereka. Tetapi, sistem kali ini, mereka diperkenankan untuk saling mengenal terlebih dahulu dengan saling bertukar pesan. Setelah merasa cukup akrab dan siap, barulah bertemu.
Bukan tanpa alasan. Tetapi, karena kali ini target mereka cewek nerd yang bisa saja canggung kalau harus bertemu langsung tanpa berkomunikasi sebelumnya. Memang sangat mengerti kebutuhan target.
"Aman?" tanya Ajeng.
"Aman. Kayaknya, yang ini juga bakal cocok, deh. Yakin gue."
"Gue juga yakin!"
Karena ini merupakan kesepakatan bersama, jadi agen mantan organik harus mendapat persetujuan kedua belah pihak untuk mengatur jadwal temunya. Dan mereka sepakat empat hari setelah dikabari.
"Jadinya empat hari, kan? Ini ceweknya nggak keberatan, kan?" tanya Ajeng.
Ya, target mereka kali ini adalah cewek nerd bernama Balqis. Jadi, Ajeng harus memastikan kalau Balqis setuju dengan pertemuan pertamanya dengan cowok bernama Raga yang menjadi target mereka juga.
"Iya. Kan gue bikin kesepakatan." ucap Ayu.
"Oke kalo gitu berarti lusa, kan?"
"Bener. Kita tetep mantau, gak? Atau nggak usah?" Kali ini, Andin yang bertanya.
"Iya, lah. Gue takut ada apa-apa."
Lusanya, ketiga gadis itu datang dua puluh menit ke tempat janjian seperti biasa. Demi mengawasi target mereka. Sepertinya, meski Balqis nerd, tak terlalu canggung mengingat mereka pernah berkomunikasi sebelumnya.
Terbukti dari saat mereka bertemu pertama kali, Balqis sudah tak canggung membalas sapaan Raga.
"Sorry ya gue dateng telat." ucap Balqis yang dibalas senyuman oleh Raga.
"Gue baru duduk, nih. Nggak nunggu juga."
"Oh, syukurlah."
Ajeng, Andin dan Ayu yang tengah memantau itu pun tersenyum tipis dan merasa puas karena sepertinya misi kali ini benar-benar sukses seperti yang sebelumnya.
"Eh, ini nggak salah denger, kan?" tanya Andin saat mendengar Raga menyatakan perasaannya kepada Balqis dan dibalas anggukan oleh gadis itu.
"Wah, ternyata mereka udah sedekat itu." ucap Ayu pelan.
"Bagus dong. Ini artinya, misi kita semakin lancar. Nggak sabar banget buat target selanjutnya." Ajeng tersenyum puas.
Misi hari itu dipastikan sangat berhasil. Ayu juga sempat mengirimkan ucapan selamat kepada keduanya meski kali ini mereka tidak menemui Raga dan Balqis ke tempat duduknya karena harus segera pulang.
"Yah, mama gue ngabarin kalo acaranya nggak jadi." ucap Ajeng di tengah mereka menunggu kendaraan umum untuk pulang.
Ya, mereka harus segera pulang karena Ajeng ada acara keluarga. Tetapi, ternyata acaranya dibatalkan. Ajeng jadi ingin kembali ke kafe dan mengucapkan selamat kepada kedua target mereka.
"Ini kita balik lagi ke kafe aja apa? Ngucapin selamat?" tanya Ajeng.
"Nggak, ah. Males banget udah ke sini." balas Andin.
"Iya, gue juga males banget ah. Mending kita jajan." Ayu menambahkan.
"Jajan? Weh tadi lo udah makan roti bakar, lho." Andin menepuk bahu Ayu karena ucapan sang sahabat.
"Ya kan itu tadi. Sekarang, jalan ke halte jadi kena angin lagi. Jajan aja lah, yuk."
"Perut karet!" cibir Andin.
Meski begitu, ketiganya tetap mencari jajan di sekitar sana sebelum benar-benar pulang.
"Eh, udah dibalas belom, Yu sama mereka?" tanya Ajeng di tengah-tengah mengunyah ciloknya.
"Belum. Kayaknya belum buka HP deh, mereka."
"Ya udah. Berarti bagus dong mereka nggak sibuk main HP."
Karena target mereka lancar juga, agen mantan organik semakin bersemangat mencari target baru. Tetapi, mereka juga tetap masih memantau target mereka yang sudah berjalan. Meski tidak bertanya langsung kepada orangnya.
"Eh, baiknya kita rehat dulu gak, sih? Maksudnya, kita agak santai aja sekarang. Jangan buru-buru dulu. Biarin ada jeda dulu dari yang sebelumnya."
Usulan Ayu diangguki oleh Ajeng selaku pendiri agen mantan organik ini. Mengingat mereka juga akan menghadapi ujian tengah semester dan tidak mau nilai mereka longsor karena misi ini.
"Oke. Kita tampung beberapa nama sampai kelas UTS, ya. Baru kita seleksi lagi."
"Siap."
Seminggu ini, mereka benar-benar fokus belajar meski sesekali memantau pergerakan target berhasil mereka lewat sosial medianya. Bagusnya, semua memang tampak baik-baik saja. Bahkan, untuk Balqis yang tidak semudah Raya. Gadis itu tampak menunjukkan hubungannya dengan Raga ke sosial medianya.
"Eh, hari ini kan terakhir UTS, jalan-jalan bisa kali." usul Ajeng.
"Nggak dulu, ya." tolak Ayu. "Gue harus nganter adek sepupu gue ke ulang tahun temennya.
"Gue juga nggak bisa. Mau jalan sama ayang." Andin menaik turunkan alisnya.
Bahu Ajeng turun karena kedua sahabatnya tidak bisa pergi dengannya. Artinya, ia tidak ada hiburan sama sekali setelah ujian tengah semesternya selesai.
"Makanya, punya pacar, Jeng. Jangan ngarepin buaya mulu." ucap Andin.
Ya, semenjak misi mereka menyelidiki Zafir dan berakhir dengan lelaki itu balikan dengan Andin, hubungan mereka tetap baik sampai sekarang. Andin mengerti keadaan Zafir dan lelaki itu juga sebisa mungkin mengabari Andin membuat hubungan keduanya berjalan baik. Intinya, komunikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman.
"Ya udah lah. Gue balik aja. Tidur aja di rumah lebih enak." ucap Ajeng tak ingin menanggapi perkataan Andin yang lagi-lagi menyindir masalah Dafa.
Walaupun ia tahu Dafa jalan dengan beberapa perempuan yang berbeda, tetap saja masih belum bisa melupakannya. Masih ada harapan di hati Ajeng terhadap lelaki itu.
"Aduh, itu mukanya kusut amat, Kak? Bukannya UTSnya udah kelar hari ini?"
Ajeng sebenarnya malas meladeni sang adik. Tetapi, kali ini ia memilih bercerita kepada sang adik mengapa dirinya merasa lesu. Masa bodoh kalau nantinya ia akan ditertawakan.
"Temen-temen Kakak nggak bisa diajak main. Padahal, ini hari terakhir UTS. Maunya refreshing gitu lho." ucap Ajeng lesu.
Mira yang mendengar keluhan sang kakak itu belum memberikan reaksi. Padahal, Ajeng sudah menebak kalau adiknya itu akan mengejeknya.
"Kita nonton aja deh, Kak. Kebetulan, aku baru perpanjang langganan netfligh. Mau, gak?"
Ajeng mengernyit saat mendengar pertabyaan sang adik. Apa ini betulan Mira adiknya?
"Ngapain jadi ngeliatin gitu? Mau gak?" tanya Mira sekali lagi.
"Tumben aja kamu nggak ngeledek. Ya mau, lah. Kakak pesen pizza dulu." ucap Ajeng yang langsung membuat wajah sang adik begitu cerah.
Meninggalkan Ajeng yang akhirnya menonton di rumah bersama adiknya, Andin juga tengah jalan bersama kekasihnya.
Memang, mereka jalan layaknya sepasang kekasih seperti biasanya. Tak ada yang terlalu spesial sebenarnya di agenda jalan mereka sekarang. Hanya saja, yang Andin lihat kali ini agak mengganggunya.
"Kenapa?" tanya Zafir saat menyadari perubahan wajah Andin.
"Nggak ada apa-apa, kok." balas Andin yang melanjutkan kegiatan makannya.
Andin juga berharap kalau apa yang dilihatnya salah. Mungkin saja hanya mirip karena dilihat dari belakang. Ia tidak boleh melamun lagi karena bisa saja Zafir mencurigainya lagi.
"Kamu nggak enak badan?"
"Eh, nggak. Aku beneran nggak apa-apa, kok. Jangan khawatir." balas Andin cepat.
Karena apa yang dilihatnya tadi hampir saja membuat Zafir mengajak Andin pulang. Tetapi, setelah meyakinkan sang kekasih kalau ia baik-baik saja, akhirnya mereka kembali melanjutkan agenda yang sudah mereka sepakati sebelumnya.
Harapan kalau apa yang dilihatnya hanyalah kesalahan itu pupus karena Andin berpapasan langsung dan sudah pasti ia tidak salah melihat.
Sepulang jalan bersama Zafir, Andin memikirkan apa yang ia lihat tadi. Apakah ia harus menceritakan ini kepada Ajeng dan Ayu atau tidak? Gadis itu tampak menimbang-nimbang sampai layar ponsel di tangannya padam.
"Kayaknya nggak usah cerita, deh. Ntar jadi masalah." gumam Andin yang akhirnya menutup ponselnya dan memilih untuk merahasiakannya dari Ajeng juga Ayu.
Ayu :
Besok free, gak? Jalan yuk! Kemarin kan nggak bisa.
Ajeng yang terlebih dahulu membaca pesan di grup mereka itu langsung menyetujui Ayu. Hanya tinggal menunggu Andin saja.
Andin :
Siap. Mau aja gue.
Balasan dari Andin itu membuat mereka berada di sini sekarang. Nongkrong di kedai yang cukup terkenal di kota mereka karena menjajakan beberapa jajanan kekinian. Tentu saja, itu menarik perhatian anak muda. Tak terkecuali Ajeng, Andin dan Ayu.
Berada bersama kedua sahabatnya membuat Andin mengingat apa yang dilihatnya. Ia mendadak ragu apakah harus menceritakannya atau tidak?
"Lo napa, Ndin? Kayaknya galau banget, deh. Ada masalah sama Zafir?" tanya Ayu.
"Eh iya. Lo kenapa, deh? Dia nggak selingkuh beneran, kan?" sambung Ajeng.
"Heh! Sembarangan banget kalo ngomong. Gue nggak kenapa-napa, ya. Apalagi ada masalah. Nggak. Gue oke. Beneran." Andin langsung membantah tuduhan kedua sahabatnya itu.
"Ya syukur kalo gitu. Tapi, lo kayak kurang semangat gitu."
Andin memejamkan matanya erat. Ternyata, sahabatnya sadar dengan perubahan sikapnya.
"Sorry, guys. Gue bohongin kalian." batin Andin.
Ayu membuka ponsel yang mereka gunakan khusus untuk aktivitas agen mantan organik.
"Ih seru banget mereka lagi jalan juga." ucap Ayu sambil memperlihatkan apa yang ia lihat di layar ponsel itu.
"Iya. Kita sukses besar dong, ya!" seru Ajeng. "Kayaknya, kita harus lebih semangat menjalankan misi ini lagi." lanjut Ajeng yang tiba-tiba dibantah oleh Andin.
"Nggak deh. Mending nggak usah lagi. Takutnya nggak sesuai ekspektasi lagi."
Baik Ajeng maupun Ayu langsung menoleh ke arah Andin. Bukankah mereka sudah tidak menemukan kegagalan lagi dua kali terakhir ini? Mengapa Andin malah kembali pesimis seperti itu?
"Lho, kita kan udah berhasil sejauh ini." sahut Ajeng.
"Iya, bener. Liat, nih." Ayu sang admin menambahkan.
Seharusnya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan sejauh ini, bukan? Mungkin, itu yang ada di pikiran Ajeng dan Ayu.
Tetapi, lain dengan Andin yang mengetahui kenyataan lain dari apa yang mereka lakukan ini. Andin agak takut kalau mereka malah membuat orang lain terluka alih-alih membantu.
"Lo ada masalah apa sih, Ndin? Tadi bengong, sekarang lo nolak jalanin misi lagi. Kalo ada apa-apa, lo mending cerita. Siapa tau, kita bisa bantuin lo."
Ucapan Ajeng membuat Andin tidak tahan lagi untuk menyimpan rahasia ini sendiri.
"Gue liat Raga jalan sama cewek lain dan mesra banget. Gue yakin kalau itu bukan saudara apalagi temen. Gue yakin kalo itu pacarnya yang lain. Gue juga awalnya ngira salah liat karena awalnya liat dari belakang. Tapi, akhirnya gue nggak sengaja papasan langsung dan langsung yakin kalo itu Raga. Dan kalian tau sendiri Balqis udah gimana banget ke Raga? Gue takut aja."
Ajeng dan Ayu sangat terkejut mendengar penjelasan Andin dan belum bisa memberikan komentar apapun selain diam.
"Cuma karena Dion dan Raya berhasil, kita akhirnya gampangin nyari. Gue nggak mau deh ini jadi boomerang kedepannya. Takut nyakitin orang lain. Biarpun, selanjutnya urusan mereka, tapi kan yang nemuin mereka itu kita." tukas Andin.
"Duh, kalo udah gini gimana, dong? Gue jadi ngerasa bersalah juga." ucap Ayu.
Ajeng tampak belum memberikan tanggapannya sama sekali dan sibuk berpikir.
"Oh, gue tau!" seru Ayu yang membuat Ajeng dan Andin menoleh ke arah gadis itu.
"Liat statusnya si Raga, deh." Ayu menunjukkan layar ponselnya ke arah kedua sahabatnya.
"Kalian tau kan tempat ini?" tanya Ayu yang diangguki Ajeng dan Andin.
"Ah, gue tau. Kita ke sana. Selidikin dia sebenernya pergi sama siapa!" ucap Ajeng cepat.
Setelah membuat kesepakatan, akhirnya mereka datang ke tempat di mana Raga sekarang. Apa yang mereka lihat sekarang benar-benar mengejutkan. Raga tengah bersama dengan seorang gadis yang rupanya berbeda dengan yang sebelumnya Andin lihat.
"Guys, itu ceweknya beda sama yang gue liat." bisik Andin yang membuat Ajeng dan Ayu sangat terkejut dengan penuturan Andin tersebut.
"Wah, bisa-bisanya."
"Tapi, kita dengerin dulu deh mereka ngomong apa?" bisik Ajeng.
Segala kemungkinan mengenai bisa saja itu saudara Raga runtuh sudah saat lelaki itu memanggil sayang kepada perempuan yang tengah bersamanya.
"Tapi, dia tuh keliatannya baik banget, kan?" bisik Ayu.
"Iya. Gue juga yakin banget pas milih dia. Nggak nyangka bakal kayak gini."
Dari ketiganya, Andin yang tampak begitu kecewa karena hal ini. Pasalnya, ia yang memilih dan meyakinkan kedua sahabatnya. Karena, mereka juga percaya dengan pilihan Andin.
"Udah lah, ini bukan salah lo, kali." ucap Ajeng mencoba menenangkan.
"Bener. Dianya aja pinter banget berlaku baik. Apa dia tau ya, pas kita pantau waktu itu? Makanya, dia keliatannya baik banget." tebak Ayu.
"Wah kalo gitu, pelanggaran banget tuh anak!" Ajeng tampak begitu geram sekarang.
"Eh, bentar dulu, deh. Gue chat Balqis dulu." ucap Ayu.
Ya, tentu saja mereka harus memastikan apakah target mereka benar-benar tahu satu sama lain atau tidak. Jadi, Ayu memutuskan untuk mengirimkan pesan kepada Balqis mengapa mereka tidak jalan bersama mengingat hari ini libur. Dan jawaban yang diberikan begitu mengejutkan bagi mereka.
Balqis :
Iya, nggak jalan. Soalnya Raga lagi ada acara keluarga.
"Wah, emang si Raga ini beneran ngibulin anak orang!" geram Ajeng.
"Tapi, kita emang nggak bisa ikut campur, kan?"
Pertanyaan Andin membuat Ajeng dan Ayu mengangguk lesu.