Pertemuan

1119 Kata
Pembahasan tentang kerja sama antara Valery dan Bara berlangsung. Sekertaris Bara menjelaskan apa saja yang harus dilakukan oleh Valery guna memasarkan ponsel keluaran terbaru dari perusahaan BarTex. "Untuk memasarkan ponsel terbaru ini, ada beberapa iklan yang harus Anda bintangi dan juga pemotretan untuk memasarkannya di Majalah Kekinian. Bagaimana, Anda paham dengan kerja sama dengan perusahaan BarTex? Kontrak kerja Anda untuk menjadi Brand Ambassador ponsel kami adalah tiga bulan," jelas sekretaris Bara dengan rinci. Valery menganggukkan kepala pelan sambil terus mengusap perutnya yang terasa diaduk-aduk. Fokusnya benar-benar hilang, bagaimana dia bisa terus bekerja dengan kondisi seperti ini? Ia memandang wajah Bara yang terlihat dingin, tetapi mampu membuat perutnya terasa sedikit tenang. "Kalau sudah mengerti, tolong tanda tangani kontrak kerja sama kita di sini," pinta sekretaris Bara pada Valery. Sekretaris Bara menatap bingung pada Valery yang mengabaikan ucapannya, bahkan Valery sama sekali tidak bisa fokus memperhatikan penjelasannya sedari tadi. "Nona Valery, bisa tolong tanda tangani kontrak kerja sama kita?" ulang sekretaris sedikit kesal. "Valery, cepat tanda tangan," bisik Hanna menyadari Valery kehilangan fokus. Dan pada akhirnya Bara membalas tatapan Valery, yang sedari tadi sibuk dengan ponsel di tangan. "Eh, i-iya," ucap Valery gugup setelah pandang matanya bertemu langsung dengan manik mata Bara yang berwarna kebiruan. Bara sangat tampan, dilihat dari mana pun lelaki itu tidak memiliki sesuatu yang bisa dihina. Hampir sempurna dengan mata indah yang memesona, rahang tegas dan hidung mancung. Namun, bukan itu yang membuat Valery menjadi kehilangan fokus. Entah mengapa, setiap kali memandangi Bara, perasaan mual yang ia rasakan hilang seketika. Selesai menandatangani semua kontrak kerja sama. Pertemuan diakhiri dengan berjabat tangan. Lagi-lagi, Bara menolak untuk berjabat tangan dengan Valery. Menyakitkan, namun Valery tahu dia hanyalah Model pendatang baru yang belum terkenal. Bisa diajak kerja sama saja sudah suatu keberuntungan baginya. "Besok pagi Anda bisa datang ke perusahaan kami untuk memulai pekerjaan Anda sebagai Ambasador ponsel keluaran terbaru BarTex," ucap sekretaris yang sedari tadi lebih banyak berbicara. Sedangkan Bara hanya diam dengan wajah dinginnya yang menyeramkan. Bara tidak memiliki apapun untuk dibicarakan dengan Valery, semua sudah dijelaskan oleh sekretarisnya. Dia memang tidak bisa untuk terlihat akrab, apalagi dengan bawahannya sendiri. Sikap dingin yang menakutkan itu tidak membuat Valery ingin membatalkan kerja sama, dia membutuhkan uang untuk membiayai kelahiran anaknya. "Lain kali tolong lebih fokus lagi. Saya membayar mahal untuk menjadikanmu Brand Ambassador ponsel keluaran terbaru BarTex. Jangan sampai saya mencari Model baru!" Suara Bara terdengar penuh penekanan. Dia yang sedari tadi diam akhirnya berbicara dengan nada dingin, yang langsung menusuk hati Valery. Kalau boleh memilih, Valery ingin Bara tetap diam seribu bahasa seperti tadi. "Maaf Pak Bara," ucap Valery penuh kehati-hatian. "Sekali lagi maaf Pak Bara, Valery memang sedang kurang sehat, tapi dia memaksa untuk menghadiri meeting bersama Anda hari ini," sambung Hanna. Valery menelan saliva seraya memandang lirih, berharap penjelasan Hanna tadi mampu meluluhkan sedikit kerasnya hati Bara Albian. Namun pada kenyataannya, Bara seperti tidak perduli pada kesehatan Valery. Ia mengusap sudut bibirnya lalu berkata, "Kita harus bisa bekerja dengan profesional, apapun alasannya. Saya tidak perduli. Kalau kamu memang merasa tidak enak badan, kamu tidak harus menunjukkannya pada saya." Valery menundukkan kepalanya. Baru pertama kali bertemu dengan Bara, kesan tidak baik sudah ia dapatkan. Merasa ragu, apakah dia bisa bekerja dengan baik sebagai Brand Ambassador seandainya saja perlakuan Bara seperti ini padanya? Valery menyempitkan kedua matanya, tidak berani menatap Bara. "Maaf sekali lagi Pak Bara," ucap Valery dengan nada pelan. Bara berlalu begitu saja, tanpa ia sadari ada hati yang tersayat oleh sikapnya yang arogan. "Saya permisi. Terima kasih sudah meluangkan waktu melakukan meeting dengan kami," ucap sekretaris Bara merasa tidak nyaman. "Tolong katakan pada Bosmu untuk bersikap lebih baik sedikit," bisik Hanna. "Iya," angguknya lalu berjalan meninggalkan Valery dan Hanna. Valery terduduk lemas, masih memandangi punggung tegap lelaki tampan itu. Kilasan tentang kejadian sebulan yang lalu terlintas dalam ingatan. Wangi maskulin Bara sama seperti wangi lelaki sewaan yang waktu itu menghabiskan malam dengannya. Apa mungkin seorang gigolo bisa membeli minyak wangi mahal kelas seorang CEO. Atau sebaliknya, parfum yang di pakai Bara hanya parfum murahan? Pertanyaan itu muncul di benak Valery, kenapa dia baru menyadari semua itu setelah Bara pergi? Hanna menatap dengan sudut matanya, "Kamu kenapa? Sudah jangan dipikirkan ucapan Pak Bara tadi. Yang aku dengar, Pak Bara memang seperti itu, dia tidak pernah berkenalan dengan yang namanya ramah dan bersikap baik pada orang lain. Apalagi pada orang yang baru dikenal seperti kita. Yang terpenting sekarang, kamu sudah resmi menjadi Brand Ambassador ponsel keluaran perusahaan terkenal itu. Karir-mu bisa semakin cemerlang kalau kamu bisa bekerja dengan baik." Valery menghela napas panjang sambil meminum minuman di atas meja, "Iya aku tahu, tapi tetap saja rasanya seperti sedang diinjak-injak. Kamu lihat sendiri bagaimana cara dia memperlakukanku tadi. Jangankan tersenyum, berjabat tangan saja dia tidak mau. Apa mungkin dia menganggapku sebagai seorang Model plus plus?" Hanna mengangguk pelan, "Kemungkinan iya. Ya, tidak dapat dipungkiri di jaman sekarang banyak Model yang memanfaatkan kecantikannya untuk mencari uang tambahan. Mungkin saja yang ada di dalam pikiran Pak Bara, kamu adalah Model seperti itu." Kedua mata Valery membulat, "Jadi benar kalau dia berfikir seperti itu? Ah, sial! Selain menyebalkan. Otaknya juga sangat kotor! Bisa bisanya dia berfikir aku wanita seperti itu." "Aku hanya mengatakan mungkin, bisa saja iya, bisa juga tidak. Sudahlah jangan dipikirkan. Lagi pula kamu hanya perlu bekerja sama dengannya selama tiga bulan. Bukan waktu yang lama, dan kemungkinan karir-mu akan semakin melesat naik. Siap siap saja kamu mendapatkan panggilan dari perusahaan lain untuk menjadi Brand Ambassador produk mereka." Kembali helaan napas berat terdengar dari Valery. Ucapan Hanna memang cukup menenangkan, tetapi pada kenyataannya dia tahu semua itu mustahil. Tiga bulan lagi usia kandungannya sudah empat bulan, yang artinya perutnya semakin terlihat membesar. Bagaimana mungkin dia membintangi suatu produk dengan perut yang membuncit? Dia masih berharap saat melakukan foto nanti, dia tidak diminta untuk memakai pakaian terbuka agar bagian perutnya tidak terlihat. "Kok diam?" tegur Hanna. "Masih merasa mual?" Valery menggeleng sambil melihat jam yang melingkar di tangan Hanna. Sudah hampir jam dua siang, biasanya rasa mual itu hilang. "Mualnya hanya terasa saat pagi saja, 'kan?" tanya Hanna menelisik. Valery mengangguk ragu. "Boleh aku bertanya sesuatu?" Hanna memandang lekat. "Tanya apa?" "Apa kamu sedang mengandung?" DEG! Valery menatap Hanna yang sudah dia anggap kakak perempuannya sendiri. Namun haruskah Hanna tahu kondisinya saat ini? Biar bagaimana pun, Hanna tatap lah orang lain, yang kemungkinan tidak bisa menjaga rahasia terbesarnya. "Katakan Valery. Aku berjanji akan merahasiakannya. Siapa tahu aku bisa memberimu solusi terbaik," desak Hanna. "Aku tahu ciri ciri Ibu yang sedang hamil muda. Mungkin kamu bisa membohongi orang lain, tapi kamu tidak bisa membohongiku." Peluh membasahi kening Valery. Dihadapkan dengan pertanyaan seperti itu membuatnya merasa tersudut. Bagaimana kalau Hanna juga mempertanyakan siapa ayah dari anaknya? Yang tak lain hanya seorang gigolo.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN