Bab 5. Kemarahan Derrick

1134 Kata
Happy Reading. Beberapa hari setelah bertemu dengan Ellen yang terlihat begitu cantik dan sedang jalan dengan seorang pria, Derrick sering melamun dan tidak berkonsentrasi dalam bekerja, dia memikirkan Ellen dan merindukannya. Ada rasa ketidaksukaan Derrick saat mengetahui jika Ellen sudah menemukan penggantinya padahal dulu Ellen mengatakan jika sangat mencintainya. Apakah semudah itu hatinya berubah? "Apakah perasaannya bisa pudar begitu saja setelah aku menceraikannya? Kenapa hatiku nggak rela kalau dia jalan sama pria lain?" gumam Derrick masih terpaku pada dinding kaca besar yang berada di dalam ruangannya. Ruangan Derrick sangat luas dengan kaca besar seperti dinding membuatnya bisa melihat keluar dengan pemandangan gedung-gedung tinggi menjulang setinggi gedung perusahaannya itu. Suara pintu diketuk dan terbuka perlahan. Derrick masih belum mengalihkan pandanganya pada siapa yang masuk ke dalam ruangannya karena dia sudah bisa menebak. "Pak, ada berkas yang harus Anda periksa lagi dan berkas yang pagi tadi sudah harus segera diserahkan ke bagian personalia." Derrick baru menatap ke arah sekretarisnya yang sudah menyodorkan sebuah map berisi tumpukan berkas-berkas penting itu. "Baiklah, bagaimana dengan kerjasama dengan perusahaan Angkasa Grup? Apakah mereka sudah mau menerima proposal kita?" tanya Derrick. Sang sekretaris memainkan ujung jarinya. Merasa tidak enak dengan tatapan Derrick yang terlihat serius. "Mereka tidak mau menerima proposal kerja sama kita, Pak," jawab wanita itu dengan sekali tarikan napas. Derrick mendesah perlahan. Salah satu proyeknya gagal total karena dana yang seharusnya masuk untuk membangun proyek itu dibawa kabur oleh salah satu karyawan dan sekarang sedang buron. Keuangan perusahaannya benar-benar sedang tidak stabil hingga membuat pikiran Derrick semakin kacau. "Kamu cari cara lagi agar ada yang mau menerima proposal kita, kalau sampai proyek itu tidak jalan, walikota akan menuntut kita dan bisa dipastikan mereka akan membawa kita ke jalur hukum," jelas Derrick dengan raut wajah terlihat lelah. "Saya sudah menghubungi beberapa perusahaan besar dan menawarkan kerja sama ini, tetapi belum ada yang membalasnya, Pak. Sepertinya isu korupsi yang dilakukan oleh walikota menjadi masalah terbesar meskipun itu hanyalah isu," jawab wanita tersebut. "Stev, aku benar-benar minta tolong padamu, aku juga sudah menghubungi beberapa direktur dan para pemegang saham yang dulu, tetapi mereka juga tidak mau kerja sama, aku benar-benar pusing sekarang!" Derrick menyandarkan tubuhnya dan menutup matanya lelah. Wanita yang bernama Stevani itu terlihat berpikir keras, beberapa detik kemudian dia terlihat berbinar. "Pak, ada satu perusahaan yang belum kita mintai tolong. Perusahaannya itu sedang berkembang pesat karena CEO telah berganti dan dari rumor yang beredar mengatakan jika pemimpin yang sekarang adalah pewaris sebenarnya." Derrick membuka matanya dan menatap Stevani dengan kening mengkerut. "Perusahaan siapa?" "PT Halim Grup." "Halim Grup, perusahaan yang dipimpin oleh Dilan Hudson?" tanya Derrick. "Betul, Pak. Tapi katanya sekarang pemimpinnya bukan Dilan lagi, berganti kepimpinan yang dipegang langsung oleh sang pewaris, kabarnya dia seorang wanita." Derrick terlihat berpikir sejenak, sepertinya tidak ada salahnya dia mencoba meminta bantuan PT Halim Grup, selama ini perusahaannya memang belum pernah menjalin hubungan kerja sama dengan perusahaan itu. "Oke, coba kamu hubungi pihak perusahaan itu, kita bicarakan baik-baik agar dia mau menerima kerja sama kita," ujar Derrick. "Baik, Pak." *** Sore harinya. Derrick menatap layar ponselnya yang kini sedang menampilkan sederet nomor sang mantan istri. Nomor itu dia namai dengan nama Ellen, tidak ada yang istimewa sejak dulu tentang wanita itu, tetapi akhir-akhir Derrick merasa begitu merindukannya. Dengan menarik napas dalam-dalam, dia berusaha menghubungi nomor Ellen, menurunkan egonya dengan menghubungi terlebih dahulu. Padahal selama menikah, Derrick belum pernah menghubungi Ellen karena wanita itu yang selalu menghubunginya. "Nomor yang Anda tuju tidak bisa menerima panggilan ...." Derrick mengerutkan keningnya dan menatap ponselnya yang kini mencoba menghubungi nomor sang mantan istri, akan tetapi hanya suara operator yang menjawab. "Kenapa tidak bisa dihubungi?" Derrick mencoba sekali kali, tetapi tetap jawaban yang sama dari operator. Sepertinya Ellen tidak bisa dihubungi karena nomornya telah diblokir dan entah kenapa hal itu semakin membuat Derrick kesal. "Sial! Dia memblokir nomor ku?!" geram Derrick. Entah kenapa dia merasa benar-benar kesal, banyak masalah tiba-tiba mendatanginya setelah dia menceraikan Ellen. Apalagi rasa rindunya pada sang mantan membuatnya jadi tidak mood kerja sama sekali. Apalagi Calista akhir-akhir ini sering memintanya uang untuk belanja barang-barang mahal, padahal keadaan keuangan perusahaan sedang tidak stabil dan hal itu semakin membuatnya kesal. Entah kenapa, Derrick semakin merasakan hambar berhubungan dengan Calista kembali. Perasaan cinta yang dulu selalu dia jaga hanya untuk wanita itu tiba-tiba menguap begitu saja. Apalagi setelah Derrick menyerahkan segala urusan perceraiannya dengan Ellen kepada pengacara, Derrick seakan ingin mencabut kembali gugatan tersebut, tetapi dia terlalu gengsi. Dia juga tidak enak kepada Calista yang sudah dia janjikan pernikahan. Sebuah ketukan pintu membuat Derrick berseru dan mempersilahkan masuk. "Sayang, hai. Aku kangen!" Derrick mendongak menatap Calista yang tiba-tiba datang ke perusahaannya dan langsung menghampirinya. "Calista? Kenapa kamu ke sini?" tanya Derrick dengan nada tidak suka. Membuat Calista yang tadinya tersenyum lebar menyurut seketika mendengar ucapan Derrick yang sangat tidak terduga itu. "Derrick, kenapa kamu bertanya seperti itu? Apa kamu tidak suka kalau aku datang?" "Ini kantor, tempat bekerja dan aku sedang sangat sibuk. Bisa kan kalau kita ketemu di luar kantor?" Calista cemberut dan duduk di kursi depan meja Derrick sambil bersedekap. "Aku kangen kamu, tau nggak tadi saat aku jalan sama Mama di Mall liat gaun bagus banget. Tapi aku lupa nggak bawa uang, apa kamu bisa beliin aku, yank? Atau kalau nggak, aku minta uangnya aja kalau kamu sibuk, nanti aku beli sama Mama gaunnya," ujar Calista dengan wajah berbinar. Biasanya Derrick pasti akan langsung menurutinya dulu. Itu dulu, tidak dengan sekarang karena Calista bisa melihat perubahan raut wajah Derrick yang tiba-tiba menggelap. "Apa kamu bilang? Kamu mau minta uang untuk beli gaun? Apa kamu nggak tahu kalau keuangan perusahaan ku sedang tidak stabil! Aku baru saja dirampok oleh karyawan ku sendiri membuat kerugian besar karena uang itu untuk pembangunan proyek yang baru mulai dan sekarang dengan entengnya kamu minta uang untuk beli gaun?" Calista menelan salivanya ketika mendengar suara Derrick yang begitu keras. "Sayang, maaf. Aku nggak tau," lirih Calista dengan mata berkaca-kaca. Derrick benar-benar harus bisa menahan emosinya agar tidak meledak. Sungguh dia merasa jika mungkin Calista selama ini hanya memanfaatkannya saja. Calista hanya mau uangnya dan dia kembali ke Indonesia karena sudah kehabisan uang. Derrick merasa jika wanita itu tidak benar-benar mencintainya. "Saat ini aku nggak punya uang dan jangan minta uang padaku!" Derrick membentak Calista dan meninggalkan wanita itu di ruang kerjanya. Calista terkejut melihat perubahan Derrick, pria yang biasanya selalu lembut dan perhatian padanya, tiba-tiba saja sekarang menjadi sangat kejam bahkan membentaknya. Tangan wanita itu mengepal, sejak beberapa hari ini Calista sadar jika Derrick memang berubah. Bukan karena masalah keuangan perusahaan, tetapi menurut Calista perubahan Derrick padanya karena semua itu ada hubungannya dengan pertemuan kembali dengan mantan istrinya beberapa waktu lalu di sebuah restoran dan sejak saat itu Derrick terlihat berbeda. "Aku nggak akan tinggal diam, Derrick. Kamu hanya milikku dan nggak akan bisa kembali sama perempuan miskin itu!" Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN