"Tolong luluskan aku bekerja di perusahaan ini, kumohon."
"Kau gila? Atas dasar apa kau ingin diterima disini?"
"Aku tau. Tapi aku benar-benar membutuhkan pekerjaan. Kumohon."
Aku kembali memasang wajah memelas dihadapan laki-laki itu. Tapi raut wajahnya tidak menunjukan ekspresi kasihan sama sekali. Dia bahkan terlihat sedang mengejekku.
"Nilaimu memang lumayan, tapi kau sama sekali tidak punya pengalaman kerja atau keahlian khusus yang bisa membuatmu diterima."
"Bukankah selama bekerja aku juga bisa belajar dari seniorku? Aku orang yang cepat belajar. Percayalah. Lagipula kita kan pernah tidur bersama. Apa kau tidak ingin meloloskan teman tidurmu ini?"
"Jangan maruk. Jika kau bersikeras memaksakan kehendakmu agar bisa diterima disini, artinya kau mencuri kesempatan orang lain."
Aku diam. Dia benar. Jika aku memakai cara curang agar bisa diterima, artinya aku menyingkirkan orang lain yang memang memiliki kualifikasi untuk diterima di perusahaan ini. Semangatku menghilang. Sekarang harapan untuk satu kantor dengan Vino benar-benar pupus sudah.
Laki-laki itu terus memperhatikanku yang tidak berani lagi membantahnya. Aku malu. Malu karna sempat mengancamnya dengan kejadian konyol yang pernah terjadi pada kami berdua. Juga malu karna hampir mencuri kesempatan orang lain hanya karna keinginanku untuk bisa bekerja bersama Vino.
Aku melangkah gontai mendahului laki-laki itu meninggalkan ruangan kosong tempat dimana dia menyeretku tadi. Aku tidak bisa curang. Aku tidak ingin mencuri keberuntungan orang lain dengan kemampuanku yang pas-pasan. Sebelum benar-benar pergi aku berbalik menatap laki-laki itu dan membungkuk hormat padanya.
Dia tersenyum sambil mengacungkan jempol padaku. Senyumnya manis tapi tidak bisa mengusir perasaan kecewa yang hinggap begitu saja di hatiku. Kali ini dengan mantap ku tinggalkan kantor tersebut. Sudahlah tak ada jalan bagiku untuk diterima. Aku menyerah.
***
Dengan malas ku buka website perusahaan tempat dimana aku melamar pekerjaan seminggu yang lalu. Hari ini adalah hari pengumumanya. Aku tau aku tidak akan diterima, tapi boleh kan jika aku berharap? Dengan takut-takut k****a satu persatu nama orang yang memiliki keberuntungan luar biasa tersebut.
Mataku terbelalak saat membaca namaku sendiri ada dalam daftar. Ini bukan mimpikan? Namaku berada di urutan ke 21. Eh bukankah mereka cuma menyediakan 20 lowongan pekerjaan? Kenapa mereka menerima 21 pekerja? Aku jadi sedikit bingung. Apa aku pegawai cadangan jika kebetulan ada yang mengundurkan diri?
Dengan penasaran k****a jabatan yang akan kuterima diperusahaan tersebut. Lagi-lagi mataku terbelalak. Aku karyawan magang? Jadi aku bukan calon karyawan tetap seperti 20 orang lainnya yang diterima bekerja disana? Maksudnya apa?
Mulanya aku memang bingung. Tapi dengan sendirinya kebingungan itu berubah menjadi senyum. Aku tidak peduli pada jabatan atau status kepegawaianku di perusahaan tersebut, yang pasti aku sangat bahagia bisa diterima.
Vino tunggulah, aku akan datang padamu. Kau tau kan aku orang yang suka bekerja keras. Aku hanya tinggal berharap aku akan ditempatkan di divisi yang sama denganmu. Dengan begitu dengan sendirinya kita akan menjadi dekat. Segera kuraih ponselku untuk berbagi kabar bahagia tersebut dengan kedua sahabat baikku Grisella dan Arron.
Saya
Aku diterima di perusahaan Green wall
Arron
Benarkah?
Kau hebat Raya
Grisella
Raya itu perusahaan ayahku
Saya
Kau tidak bohongkan Gris?
Kok selama ini kau tidak pernah cerita?
Padahal aku sering mengungkit-ungkit tentang perusahaan itu padamu
Thanks Arron
Grisella
Iya.
Itu benar-benar perusahaan ayahku Raya
Memangnya harus cerita ya?
Aku sengaja merahasiakanya agar kau tidak memaksaku memohon pada ayah untuk diterima disana
Arron
Kau kerja di bagian mana?
Selamat ya
Kau yang terbaik sayang
Grisella
Sayang sayang Kau tidak taukan apa alasan Raya bekerja disana
Saya
Gris kumohon jangan katakan
Dia bisa membunuhku kalau dia tau
Arron
Jangan bilang kau bekerja hanya untuk mengejar Vino?
Grisella
Bagus kau tau dengan sendirinya
Aku tidak membocorkan apapun Raya
Arron
Kita harus bertemu
Saya
Hari ini aku harus belanja baju untuk kerja
Aku tidak bisa menemui kalian.
Arron
Jangan banyak alasan
Kami yang akan menemanimu belanja
Gris setengah jam lagi ku jemput
Awas kalau kau membuatku menunggu
Grisella
Aku bawa mobil sendiri
Kau pergilah duluan ke rumah Raya
See u
Aku belum bilang iya mereka sudah memutuskan secara sepihak dan mengakhiri obrolan di grub begitu saja. Sial Arron pasti marah besar setelah tau alasanku bekerja disana apalagi jika dia tau aku hanya pegawai magang yang kapan saja bisa di pecat.
Cuma butuh waktu setengah jam bagi Arron untuk tiba di apartementku yang memang tidak begitu jauh dari rumahnya. Arron langsung masuk begitu aku membukakan pintu. Dia duduk di sofa dengan tangan bersidekap. Aku jadi salah tingkah dibuatnya. Jika Arron sudah bersikap seperti itu, maka aku harus siap-siap mendengar omelannya.
"Jadi kau benar-benar berniat kerja disitu untuk kembali mendekati Vino? Bukankah dia sudah menolakmu setahun yang lalu? Kau masih belum kapok juga?"
"Tidak sepenuhnya seperti itu Ron. Sembari mendekati Vino aku juga akan belajar banyak hal di perusahaan besar itu. Tidak ada salahnya kan belajar sambil mengejar Vino?"
"Salah Raya. Setahun yang lalu jelas-jelas Vino sudah menolakmu, lalu atas dasar apa kau ingin mencobanya lagi? Kau saja masih terlihat sama persis seperti setahun yang lalu."
"Siapa tau tahun ini dia berubah pikiran dan mau pacaran denganku. Bukankah setahun yang lalu dia menolakku dengan alasan belum mau pacaran dan ingin fokus mengejar karir, bisa jadi tahun ini dia sudah berhasil dan mau membuka diri untuk pacaran."
Arron mulai menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berdecak sebal mendengar jawabanku. Jika menyangkut nama Vino aku memang sedikit keras kepala.
"Dasar bodoh. Apa setahun ini kau sering berhubungan dengan Vino? Apa setahun ini dia menghubungimu? Apa setahun ini dia pernah menemuimu?"
Aku menggeleng. Jelas sekali Vino tidak pernah melakukanya. Kami bahkan tidak pernah duduk bersama sambil mengobrol. Kami hanya sesekali berpapasan dan saling lempar senyum sebagai senior dan junior. Bodohnya alasan itulah yang membuatku cinta mati pada Vino. Hanya karna senyumnya yang begitu mempesona, aku terjebak dalam cinta sepihak.
"Menyerah saja. Sepertinya Vino bukan tipe lelaki yang suka di untit sampai ke tempat kerjanya."
"Ka kau bilang aku penguntit?"
"Lalu apa julukanya Raya? Kau mengikuti Vino sampai ke tempat kerjanya demi bisa melihat setiap kegiatan laki-laki itu. Lalu apa bedanya kau dengan penguntit? Ah iya bedanya hanyalah, penguntit secara diam-diam melakukan aksinya, tapi kau secara terang-terangan mengikuti Vino."
Sial. Aku tak bisa membantah ucapan Arron.
"Tidak semua laki-laki suka diikuti seperti itu Raya. Cobalah bersikap sedikit mahal dan buat dia penasaran denganmu. Laki-laki itu suka wanita yang sedikit sulit untuk didapatkan ketimbang wanita yang dengan sendirinya datang untuk dimangsa."
"Dimangsa?"
"Iya dimangsa. Kalau Vino itu tipe laki-laki busuk, kau adalah mangsa yang sangat empuk baginya. Bersukurlah Vino itu laki-laki baik, jika tidak sudah bisa kupastikan dia akan memanfaatkanmu dan menikmati apa yang ada padamu."
Mendengar perkataan Arron aku langsung menyilangkan kedua tanganku di depan d**a. Arron benar. Jika aku terang-terangan menunjukan rasa sukaku pada orang yang salah, bisa jadi aku hanya akan dimanfaatkan.
"Sudahlah lupakan Vino. Saranku bekerjalah dengan giat tanpa mengingat alasan apa yang membuatmu bekerja disana. Jika kau sudah semakin dewasa aku yakin laki-laki baik akan datang dengan sendirinya ke hadapanmu."
"Arron apa kau tidak ingin menyemangatiku? Apa aku ini bukan temanmu?"
"Tadi baru saja aku menyemangatimu Raya. Tapi jika menyangkut tentang Vino, aku tidak bisa mendukungmu. Kau taukan bagaimana perasaanku padamu? Jadi jangan paksa aku untuk mendukung apa yang kau lakukan. Bahkan saat ini aku benar-benar marah karna tidak bisa mencegahmu bekerja disana."
Aku terdiam. Selama ini aku tidak begitu peduli pada perasaan Arron padaku dan menganggap bahwa dia menyukaiku karna aku temannya. Sepenuhnya aku mengabaikan kenyataan bahwa Arron punya perasaan lebih padaku.
"Maafkan aku Arron."
"Kenapa minta maaf? Memangnya apa salahmu? Apa kau juga menganggap bahwa Vino bersalah padamu karna dia tidak bisa membalas perasaanmu? Tidak kan? Jadi jangan meminta maaf karna tidak bisa menyukaiku Raya, itu bukan sebuah kesalahan."
Baru saja ingin menjawab, pintu yang memang tidak kukunci dibuka dari luar. Dari balik pintu Grisella muncul dengan sebuket bunga di tangannya.
"Raya selamat ya."
Grisella langsung memelukku dan menyerahkan bunga yang dibawanya.
"Terima kasih Gris, kau yang terbaik."
"Memangnya aku tidak baik?"
Arron mulai protes dan ikutan memelukku.
"Apapun alasanya selamat Raya kau jadi orang pertama yang mendapatkan pekerjaan diantara kita bertiga."
"Terima kasih Arron. Terima kasih Grisella."
Aku memeluk kedua sahabatku dengan mata berkaca-kaca. Mereka berdua adalah sahabat terbaik yang ku punya. Grisella itu anak orang kaya. Perusahaan ayahnya ada dimana-mana. Arron juga anak orang kaya meskipun tidak sekaya Grisella. Aku benar-benar beruntung punya sahabat sebaik mereka.
Cukup lama kami mengobrol di apartementku sampai akhirnya Grisella berinisiatif untuk segera mengajakku belanja baju kerja. Arron memilih tidak ikut. Dia paling benci jika harus menemani kami belanja. Tau sendirikan wanita itu jika belanja bisa seperti apa. Ah semoga saja hari pertamaku bekerja akan berjalan dengan lancar.
***
Dan disinilah kami sekarang. 21 calon pegawai yang baru saja diterima bekerja kemarin. Katanya hari ini dan beberapa hari kedepan kami akan di training. Kami dibagi dalam beberapa kelompok berdasarkan pembagian divisi yang sudah dicantumkan dalam surat pengumuman.
Aku mulai bingung dan menatap mereka yang sudah berkumpul membentuk kelompok masing-masing sesuai arahan. Jelas saja aku bingung. Namaku tidak tercantum dalam divisi manapun. Jadi aku harus ikut kelompok yang mana? Ditengah kebingunganku, laki-laki itu datang. Siapa lagi kalau bukan laki-laki yang pernah 'tidur' denganku.
Pegawai yang sejak tadi memberi arahan pada kami langsung membungkuk memberi hormat padanya. Sebenarnya apa jabatan laki-laki itu? Dia pasti punya jabatan yang cukup tinggi. Lihat saja 4 orang pegawai yang sejak tadi sok-sokan berkuasa dan memperlakukan kami seperti mahasiswa magang, jadi bersikap profesional sejak kedatangan laki-laki itu.
Dia menatapku yang masih terlihat bingung dan berdiri sendirian tidak berkelompok seperti rekan-rekanku yang lainnya. Aku jadi malu karna yang lainpun ikut-ikutan menatap ke arahku. Karnanya sekarang aku jadi pusat perhatian. Sial.
"Kenapa kau berdiri seperti orang bingung? Kau masuk ke divisi mana?"
"Maaf pak sebenarnya aku hanya di terima sebagai pegawai magang disini. Jadi aku bingung aku ini seharusnya ada di divisi mana?"
Dia tampak mengernyitkan keningnya seperti sedang berpikir. Menyebalkan. Dia membuatku terlihat seperti orang bodoh dan memiliki jabatan paling rendah diantara semua orang. Apa benar dia tidak tau kalau aku ini hanya diterima sebagai pegawai magang?
"Oh. Kalau begitu kau bisa ada di divisi mana saja. Jika mereka membutuhkanmu, maka kau harus siap dalam segala situasi untuk membantu mereka. Dalam artian kau membantu mereka untuk urusan pekerjaan, bukan urusan pribadi."
"Baik pak."
"Apa tidak sebaiknya dia ditempatkan hanya dalam salah satu divisi pak? Dia akan kerepotan jika harus mengurus semua hal-hal kecil dari setiap divisi."
Salah seorang pegawai wanita yang tadi mengarahkan kami, memberi masukan pada laki-laki yang sampai sekarang belum ku tau siapa namanya.
"Kau benar Sandra. Tapi pegawai magang harus banyak belajar dari setiap divisi untuk bisa mencuri peluang menjadi pekerja tetap di perusahaan ini. Jadi biarkan dia mengembangkan bakat dan kemampuan yang dia punya."
"Baik kalau begitu pak. Untuk sementara kami akan menempatkan dia di divisi pemasaran dan akan di roling ke divisi lain setiap minggunya."
"Begitu lebih baik. Lanjutkan kegiatan kalian untuk pengenalan kantor dan pengenalan rekan kerja. Kemudian langsung bawa mereka ke divisi mereka masing-masing."
"Baik pak."
Laki-laki itu kemudian pergi setelah memberi arahan. Ternyata dia cukup terkenal. Baru saja pintu tertutup, bisik-bisik dari beberapa pegawai baru tentang ketampanan dan sikap cool laki-laki itu langsung memenuhi ruangan. Jika bukan karna teguran dari salah seorang pegawai yang bertugas membimbing kami, aku yakin rekan-rekan kerja baruku tidak akan berhenti membicarakan laki-laki itu.
Kami mulai berkeliling perusahaan dan dikenalkan ke setiap divisi tempat dimana nantinya kami mulai bekerja. Sudah cukup lama kami berkeliling tapi belum juga kutemui sosok Vino. Dia di divisi mana ya? Apa di bagian pelaporan? Atau dia sama sepertiku di bagian pemasaran?
Saat tiba di divisi pemasaran aku langsung tersenyum senang. Vino ada disana. Ternyata kami benar-benar berjodoh. Vino tampak sedikit terkejut saat melihatku ada diantara rombongan pegawai baru. Detik berikutnya dia tersenyum manis kearahku sambil mengarahkan tangannya untuk tos dari jarak jauh. Seperti itu saja aku sudah sangat senang. Vino masih mengenaliku, itu sudah sangat cukup bagiku.
Setelah tour keliling kantor selesai, kami mulai diantar ke divisi masing-masing. Kami diterima dengan sangat ramah di divisi kami divisi pemasaran. Satu persatu kami mulai memperkenalkan diri dan bersalaman dengan senior dan atasan kami sebelum akhirnya duduk di meja kerja yang sudah dipersiapkan. Saat berjabat tangan dengan Vino saat itulah jantungku berdebar tidak karuan.
"Kenalkan kak namaku Raya, Raya Astia Ningrum."
"Aku masih mengingatmu Raya. Selamat datang. Senang melihatmu disini dan juga selamat karna sudah masuk dunia kerja."
Vino tersenyum sangat ramah padaku, jadi bagaimana mungkin aku bisa berpaling menyukai laki-laki lain jika hanya dengan melihat senyumnya saja hatiku seperti akan meleleh?
"Terima kasih kak Vino."
Lagi-lagi Vino tersenyum ramah. Jika sudah seperti ini maka aku yakin aku akan sangat betah bekerja bersamanya.
To be continue...