Part 9 - dikejar media gosip

1254 Kata
Setelah 2 hari menambah hari libur, dengan terpaksa Laura kembali masuk sekolah. Tidak ingin terlalu jauh tertinggal materi pelajaran. Apalagi dengan kemampuan berpikirnya yang pas-pasan. Bisa-bisa nanti tidak naik kelas. Padahal orang tua dan kedua kakaknya menyarankan untuk tetap tinggal di rumah sampai nanti masalah selesai. Karena mereka takut sesuatu yang buruk akan menimpa Laura di sekolah nanti. Laura juga inginnya seperti itu. Lagi pula, Laura juga sebenarnya malas untuk sekolah. Otaknya selalu panas saat diisi materi pelajaran yang memusingkan. Kembali lagi, Laura takut tidak naik kelas. Kan malu. Hari ini Laura di antar supir pribadi Lilina. Terlalu malas untuk mengemudi sendiri atau ikut menumpang dengan salah satu keluarganya. Pasti mereka akan memberi petuah-petuah yang sudah dari semalam diberikan. Laura tidak sebodoh itu untuk melupakan ucapan yang semalam sampai pagi ini terus berulang. Laura tahu, maksud mereka baik. Tapi Laura juga jengah mendengarnya setiap saat. Jadilah sekarang duduk diam di kursi tengah mobil berjenis Alphard berwarna hitam milik Lilina. Sedang Lilina memilih berangkat bersama suaminya. "Sampe sini aja Pak," pinta Laura saat mobil sudah tiba di depan gerbang sekolah. Laura tak mau menambah panas gosip dengan berita di antar supir menggunakan Alphard ke sekolah. Bisa-bisa nanti di bilang pamer atau hasil dari meminta pada Naren. Ya walaupun turun di depan gerbang juga sudah dipastikan banyak yang melihat sih. "Ah bodo amat deh. Niat gue kan cuma mau sekolah aja," gumam Laura tak mau mengambil pusing. "Makasih ya Pak. Nanti jemput jam setengah satu," pesan Laura pada supir agar tidak telat saat menjemput. Laura menuruni mobil mewah itu. Sudah banyak pasang mata yang terang-terangan menatap atau sekedar curi pandang. "Anggep aja semua gak ada," gumam Laura mensugesti diri sendiri. Namun tetap saja, tatapan meremehkan itu mengusik dirinya. Dengan agak terburu, Laura berjalan untuk sampai di kelas. Usahanya tak sia-sia. Kurang dari lima menit sudah memasuki ruang kelas. Kelas yang sedari tadi ramai senyap seketika. Fokus mereka teralihkan pada Laura yang baru saja memasuki kelas. Bisik-bisik terdengar. Mengiringi langkah Laura. Laura langsung saja mendudukan diri. Menenggelamkan diri dengan bermain ponsel. Berusaha semaksimal mungkin tidak menghiraukan bisikan ah bukan bisikan tapi lebih ke arah ucapan bernada sindiran yang terdengar. Niana juga belum datang. Padahal saat-saat seperti ini Laura membutuhkan keberadaan Niana di sampingnya. "Eh, Ra. Gue kira Lo bakal libur selamanya dari sekolah ini," sindiran halus terlontar dari bibir si biang gosip di kelas ini. Namanya Sisi. "Haha. Bener banget. Kirain udah gak punya muka buat nongol. Eh ternyata masih punya muka. Tebel bener tu muka," ledek teman Sisi yang di sambut tawa hampir seluruh penghuni kelas dengan gender perempuan. Sedang penghuni laki-laki yang jumlahnya sedikit fokus pada handphone dengan layar landscape. Memilih bermain game dari pada ikut serta mengusik Laura. Bukan urusan mereka. Laura menebalkan telinga. Mencoba biasa saja dan seolah tidak mendengar. Huh emang mereka siapa. Seenaknya menjatuhkan padahal tidak tahu menahu kenyataannya. Saat kebenaran terbongkar, ingatkan Laura untuk berteriak kemenangan di hadapan muka-muka menjengkelkan itu. "Apa sih," bentak siswa yang baru saja memasuki kelas. Laura berbinar. Niana sudah datang. Gadis itu pasti akan membela dirinya. Dan benar saja. "Lama banget sih Ni. Kan Gue sendirian," rengek Laura. "Ya maap. Tadi nganterin pesenan kue dulu." Niana mendudukkan diri di bangku. Membalas lontaran ucapan menyakitkan teman sekelas yang ditujukan pada Laura. Laura bisa saja menanggapi. Tapi nanti malah jadi makin runyam. Kan bahaya. Sedang Niana yang pendiam tidak kuat jika hanya diam saat sahabatnya di hina dan direndahkan. "Udah gak usah dipeduliin. Ntar juga cape sendiri," nasihat Niana yang dibalas dengan senyum Laura. Ah, Laura merasa beruntung. Bisa mendapatkan sahabat sebauk Niana. Gadis itu tak menjauh walau Laura tengah dalam keadaan yang bisa dibilang kurang menyenangkan. "Makasih ya Ni. Lo sahabat terbaik yang pernah Gue miliki. Sayang banget deh," ucap Laura. Niana hanya tersenyum kecil menanggapi. Bel istirahat berbunyi. Menghadirkan suka bagi seluruh penghuni sekolah. Siswa berbondong-bondong meninggalkan ruang kelas untuk menuju kantin, toilet atau tempat lainnya. Laura tidak ada niatan sedikitpun untuk beranjak. Sudah bisa dibayangkan nanti yang akan terjadi. Dan Laura tak senekat itu. "Ra, kantin gak?" tanya Niana. Laura menggeleng. "Gak dulu deh, Lo kalo mau ke kantin pergi aja Ni." "Yaudah. Gue ke kantin dulu ya. Lupa gak bawa minum. Lo mau nitip gak?" tanya Niana sebelum pergi. "Gak Ni. Gue bawa ini." Laura mengangkat kotak bekal dan botol minum dari dalam tasnya. "Oke. Kalo ada apa-apa langsung telfon Gue aja," pesan Niana saat di bibir pintu kelas. Laura tersenyum dan mengangguk. Ah, bahagianya mempunyai teman seperti Niana. Dengan semangat, mulai menyantap bekal roti isinya. Laura sudah menyiapkan amunisinya dengan lengkap. Dua tumpuk roti berselai coklat, s**u kotak dan air putih. Semoga saja bisa untuk menganjal perut sampai waktu pulang tiba. Biasanya, Laura akan pergi ke kantin untuk makan siang dan Niana menemani dengan memakan bekal yang dibawa dari rumah. Untuk sementara, kebiasaan itu sejenak dihentikan. Setelah berjam-jam hanya berdiam diri di kelas, akhirnya tiba juga waktu untuk pulang. Laura tak langsung pulang. Menunggu keadaan sekolah lebih sepi. Tak apalah terlambat 1 jam lebih. Yang terpenting keadaan hatinya terselamatkan dari mulut-mulut nyinyir. Kelas sudah kosong. Hanya tersisa Laura saja sendiri. Niana pulang terlebih dahulu karena ada jadwal megajar muridnya. Ya, Niana yang pintar membuka jasa les privat bagi siswa sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Laura berjalan agak cepat untuk segera sampai di mobil jemputan yang katanya sudah tiba di depan sekolah. Laura dapat melihatnya dari sini. Namun yang membuatnya bingung, kenapa banyak kerumunan tepat di depan pagar sekolah yang tertutup dan di jaga security? Sekolah kan sudah selesai sedari tadi. Laura makin mendekat dan saat itu juga menyadari bahwa mereka tengah menunggunya. Menunggu gadis yang namanya belakangan ini ramai dibicarakan bersanding dengan sang aktor kesayangan. Jantung Laura berdetak makin tak karuan. Para pemburu berita telah sampai di sekolah. Lalu apa kabar besok? Tidak mungkin menunggu di depan rumah juga kan? Ya Tuhan, Laura kira tak akan semengerikan ini. Ternyata memang gosip begitu penting sampai rela menunggu kehadiran dirinya. Pertanyaannya sekarang, bagaimana Laura bisa pulang? Sedang satu-satunya akses keluar masuk sekolah penuh sesak. Sebelum ada yang menyadari, Laura bersembunyi di balik dinding. Jongkok dan berfikir untuk segera dapat keluar dari sekolah. "Aduh, gimanq Gue bisa balik coba?" cemas Laura. "Gue telpon Papa aja deh. Minta bantuan." Final. Laura meminta bantuan Papanya untuk mengirim orang yang dapat mempermudah jalan keluar. Kali ini, Laura memanfaatkan fasilitas yang memang sudah ditawarkan Papanya. Huh, jika saja Laura tidak terjebak dalam posisi ini juga Laura enggan. Menunggu tak lama, bantuan datang. Beberapa pria berbadan besar keluar dari mobil dan bercakap sebentar dengan security sekolah. Entah apa yang mereka bicarakan. Tapi setelahnya mobil berisi orang berpakaian serba hitam dan mobil Alphard dapat memasuki sekolah. Laura yang melihatnya merasa lega. Akhirnya bisa pulang juga. "Silakan Nona." Salah satu dari mereka membuka pintu mobil untuk Laura. Kedua mobil itu berjalan beriringan mulai menjauhi wilayah sekolah. Wartawan yang menyadari bahwa Laura yang berada dalam mobil, ada yang mengikuti. Ada juga yang memilih pulang dengan tangan kosong. Laura melihat ke belakang. Ah ternyata mobil bodyguard itu telah melambat sehingga sekarang tepat berada di belakang. Tapi Laura yakin, pasti para pemburu berita itu esok hari akan menampilkan berita murahan mengenai dirinya yang dijemput oleh bodyguard dengan kendaraan mewah. Ah, rasanya serba salah. "Pak, mereka ngikutin kita nggak ya?" tanya Laura. "Gak tau deh Non. Tapi kayanya sih engga," jawab supir ragu. "Semoga aja," ucap Laura penuh pengharapan. Jangan sampai ada dari mereka yang nekat mengikuti dan sampai tahu alamat rumahnya. Laura ingin suasana rumah tetap damai. Bisa gila Laura jika di semua tempat diikuti dengan pertanyaan dan sorotan kamera. Itu bukan dunia Laura.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN