Pesta pernikahan yang dibalut dengan nuansa putih, tampak memunculkan senyum bahagia di bibir Lucky dan Bunga.
Namun, berbeda dengan nyonya Susan yang terus saja mendapatkan cibiran kejam dari teman-teman sosialita, serta beberapa orang yang tahu mengenai kebenaran status Bunga.
Wanita bergaya elegan itu, tampak begitu terpukul dengan jalan hidup yang ia terima saat ini. Cita-cita yang menginginkan menantu dari kalangan setara dengannya, sirna.
Sayangnya, tidak ada dukungan untuk keinginannya itu kali ini. Sebab, bagi suaminya, cinta adalah sesuatu yang dapat tumbuh di mana saja. Yang terpenting adalah putranya selalu berbahagia.
Hal ini berbanding terbalik dengan keinginan nyonya besar. Apalagi Bunga adalah anak asisten rumah tangga yang selama ini kerap kali ia pandang sebelah mata.
"Sudahlah, Ma!" pinta tuan Sanur seraya memegang kedua pundak istrinya yang cantik dan tengah terduduk di balkon, sesaat setelah keberangkatan putranya untuk berbulan madu.
Nyonya Susan, menepis tangan suaminya dengan amarah. "Jangan sentuh Mama lagi, Pa! Papa jahat," ratapnya yang lagi-lagi menangis.
"Ma, dengerin Papa sebentar saja!" Laki-laki penuh cinta itu duduk di hadapan istrinya dengan menyatukan kedua lutut di lantai dan menggenggam jari jemari wanita yang telah mendampingi hidupnya selama ini.
Nyonya Susan menolak manja, beliau menolehkan wajah ke arah yang lainnya. "Nggak mau, sebel."
"Selama kita bersama dalam ikatan cinta, begitu banyak masalah yang kita hadapi. Termasuk sulitnya mendapatkan momongan, benarkan?" tanya tuan Sanur dengan suara yang lembut. "Lalu, kita juga pernah merasakan bisnis ini terjun ke jurang."
Tuan Sanur tersenyum tulus, sembari memperhatikan mimik wajah tak bahagia dari istrinya. "Tapi, Mama tidak pernah berniat untuk meninggalkan Papa, kan? Begitu juga sebaliknya." Tuan Sanur menarik napasnya dalam-dalam. "Mama tahu kenapa? Semua itu karena cinta, Mama sayang."
Tiba-tiba saja kenangan pahit akan kehidupan, bermunculan di dalam memori nyonya Susan. Bulir-bulir air matanya pun menetes, disaat terngiang kembali ucapan kasar mertuanya yang meminta agar suaminya menikah lagi agar mendapatkan keturunan.
"Mama, mereka saling mencintai. Hal itu akan membuat putra kita bahagia dan kuat dalam menjalani hidup yang berat. Sebentar lagi, Papa ataupun Mama akan tiada karena usia. Jangan membuat putra kita menderita dengan memaksanya melakukan sesuatu yang tak disuka."
"Tapi, jangan perempuan itu! Mama malu, Pa!" Suara tangis pecah di mulut nyonya besar tersebut. Air mata pun turun seperti air terjun yang tiada habisnya. "Kenapa semua orang tidak mengerti dan tega sekali?" ratapnya dengan suara yang sudah tidak jelas.
"Bunga itu kan anak yang baik, Ma. Kita sudah mengenalnya sejak kecil. Tahu sifat tabiatnya, ngerti cara dia mengajak Lucky belajar bersama. Sejak kecil, mereka sudah menghabiskan waktu berdua."
"Mama malu, Papa!" teriaknya tanpa henti. Nyonya besar ini tampaknya memang terbeban akan ucapan kasar dan cibiran dari orang-orang di sekelilingnya.
"Sudah, Ma! Sudah ... nanti Mama bisa sakit!" Sang suami memeluk erat untuk menenangkan, sambil mengusap hangat punggung nyonya Susan yang telah bersedia untuk membalas pelukannya.
***
Di sisi kedua pengantin baru, Lucky dan Bunga tengah berada di sebuah pulau pribadi untuk menikmati bulan madu yang begitu romantis.
Pasir putih nan indah terhampar luas di sepanjang mata memandang, air laut yang bening, hijau kebiruan, dan dikelilingi terumbu karang, berhasil menambah kesan eksotis pulau pribadi ini. Apalagi kebersihannya tampak terjaga, hingga membuat suasana menjadi sempurna.
"Benar-benar panorama yang indah," puji Bunga yang baru pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini.
Lucky memeluk pinggang Bunga yang ramping, "Indah karena ada kamu, Sayang."
Bunga menghentikan langkah dan menatap suaminya yang tampak semakin tampan di matanya. "aku sangat mencintaimu, Lucky," ucapnya dalam senyum.
"Itu baru pengakuan namanya. Aku juga sangat mencintai kamu. Makasih buat kesabarannya ya."
Bunga tersenyum, "Makasih juga untuk perjuangannya."
"Akhirnya, kita bisa bersama seperti ini."
Lucky memiringkan wajah dan menempelkan bibirnya pada bagian yang paling ia gemari. Tumpukan lemak ranum di wajah nan mungil itu, menjadi sasaran empuk yang mengasikkan baginya.
Sadar bahwa tempat ini adalah milik mereka berdua, tanpa malu dan ragu, Bunga juga membalas kecupan hangat dari suaminya yang sudah menyerbu secara brutal.
"Kangen banget, sudah lama sekali ingin melakukannya," kata Lucky sesaat setelah melepas kecupan manis tersebut.
Bunga menatap mata Lucky yang sudah mengeluarkan manik cinta di dalam keinginan yang besar. Lalu ia memutuskan untuk memompa semangat suaminya, demi menikmati bulan madu yang mengesankan.
"Sebaiknya, kita kembali ke kamar! Aku ingin kamu dan tidak sanggup menahannya lagi," pinta Lucky yang memang jarang menyentuh Bunga, ketika masih pacaran dulu.
Prinsip Bunga, sudah menjaga dirinya dari siapa pun, termasuk Lucky. Hal itu semakin menambah jumlah kekaguman laki-laki bertubuh atletis tersebut terhadap Bunga.
Bukan tanpa alasan, biasanya wanita yang mendekati dirinya, rela melakukan apa saja. Termasuk menyumbangkan raga untuk dijadikan selimut hasrat bagi Lucky. Tetapi, karena cinta, ia sama sekali tidak pernah meladeni keinginan para wanita pencinta tersebut.
Sebab, Bunga sudah mengancam bahwa dirinya tidak akan memaafkan Lucky, jika ia terbukti atau ketahuan berkhianat.
Setibanya di dalam kamar yang dipenuhi udara dingin nan manja, Lucky kembali menatap Bunga dengan mata nakalnya.
Keduanya pun kembali mengadu bibir dan saling bertukar saliva. Bagi mereka, getaran listrik di dalam jiwa, sudah berhasil menambahkan jumlah keinginan terdalam untuk melakukan percintaan.
"Sayang!" panggil Bunga dalam resah. Apalagi ketika Lucky memainkan buah kembar miliknya yang sintal dan kokoh menantang dunia.
"Emh, bagian favorit. Tidak boleh dilewatkan," kata Lucky dengan suara serak yang basah.
Bunga menggenggam kedua sisi pinggang Lucky, demi bertahan dari segala rasa yang sudah tercipta. Bersama ritme jantung yang kian tidak terkendali, keduanya menikmati waktu dengan percintaan pertama yang mengesankan.
Lucky melepas busana yang Bunga kenakan, seperti mengupas kulit dari pisangnya. Lalu melahap semua bagian yang ia inginkan. Tidak ada sedikit pun celah dari tubuh Bunga yang lepas dari sapuan lidah hangat milik suaminya.
Semakin lama, tubuh molek itu melemah. Dengan mudah, Lucky menggendong istrinya ke atas tempat tidur cinta yang telah dilapisi dengan ribuan kelopak bunga mawar merah.
Aroma khas yang wangi dari bunga simbol cinta itu pun, semakin meningkat libido keduanya. Apalagi ini kali pertama, Lucky menyentuh bagian terdalam dari milik bunga.
"Lucky, jangan! Aku nggak kuat." Bunga menutup pintu surga miliknya agar terbatas dan tidak tersentuh oleh suaminya yang sudah menggila.
Namun Lucky memiliki sejuta cara untuk melepaskan kumpulan jari-jemari tersebut, agar ia dapat melumat habis setiap bagian dari mahkota milik istrinya yang menggoda.
Suara napas berserakan menandai terkumpulnya keinginan, terdengar dari bibir keduanya. Tetapi Bunga belum juga bersedia membiarkan Lucky menikmati labirin pribadinya tersebut.
"Jahat ya!" kata lucky pura-pura kecewa, padahal ia berniat untuk berbisik dan menyerang telinga istrinya.
Ketika Lucky berada pada bagian leher dan buah kembar milik Bunga, gadis itu meliuk dan mencoba untuk menutupi semua harta bendanya yang berharga.
Pada saat yang bersamaan, Lucky menahan kedua tangan istrinya, di atas perut Bunga yang mungil. Lalu, ia kembali ke lautan utama yang sejak tadi sudah diintai.
Percintaan hebat menurut Bunga dan ia hanya bisa mengeluarkan suara manja nan basah berulang kali.
Setelah puas melihat Bunga melayang, Lucky memberikan permainan terbaik dari pinggulnya, seperti yang telah ia impikan selama ini.
Entah berapa lama permainan panas itu terjadi. Yang jelas, keduanya sama-sama tersiksa di dalam kebahagiaan. Sampai-sampai, peluh keduanya menciptakan pulau sendiri, di atas alas kasur berwarna merah muda.
Bersambung.
Jangan lupa tab love dan tinggalkan komentar.