Part 7

1571 Kata
Part 7 "Lagian ya siapa sih yang buat minuman gak enak baunya kayak gini." Salma menggosok pelan rambut kakaknya yang baru saja dirinya ikut membantu Silma keramas. Silma duduk di meja riasnya dan sedang memberi kutek pada kuku-kukunya. "Enggak tau, mungkin bocah iseng terus ditaruh sembarang dan gue jadi korbannya." Silma masih berbohong saja dan menutupi kebohongan itu dengan menunjukkan wajahnya yang kelewat santai. Ia mencoba menahan penderitaannya dan tidak tau sampai kapan bisa menahan semuanya. "Kalau gue jadi lo, gue pasti bakalan cari tuh orang dan gue ingin patahin tangannya yang suka iseng-iseng kayak gitu," ucap Salma menggebu-gebu. "Sadis Salma ya." "Biarin, lagian bocah nakal harusnya dapat hukuman kan?" "Kalau sudah minta maaf kan gak papa." "Maaf? Cih gak berlaku buat gue, semuanya harus ada pembalasannya. Gue bukan lo, Silma. Gue gak bisa tahan kalau urusan beginian." "Iya ya, Salma. Oh ya, gue pengen tau dong siapa sih yang bikin lo kesel tiap pulang? Wajah lo kusut mulu deh." Silma mencoba mengalihkan pembicaraan lain dan tak ingin memikirkan orang yang berbuat segitu teganya kepadanya. "Ah si anak dan cucu pemilik sekolah." "Maksudnya?" "Jadi gue sih baru paham aja hari ini dari Cindil, kalau si munyuk ini ayahnya pemilik sekolah dan kakeknya yang jadi kepala sekolahannya tapi kalau ayahnya baru-baru ini sih itu sekolah resmi jadi miliknya dan kakeknya si munyuk ini sudah lama atau bisa dikatakan setelah kakeknya pensiun jadi penjabat pemerintahan entah itu gue lupa. Yahh jadi si munyuk kayak bocah banget kelakuannya dan suka banget semena-mena. Mentang mentang keluarga dia mendominasi sekolahan. Ada beberapa guru yang ternyata saudara juga. Sok banget deh si dia." "Munyuk? Ciah hahaha, emang namanya siapa sih?" tanya Silma penasaran seraya beranjak berdiri dan mengajak adiknya berbaring bersama di kasurnya. "Males sebut namanya." sewot Salma dan bibirnya masih betah cemberut. Apalagi teringat tadi dirinya memanggil nama lelaki itu dengan suaranya yang lembut. "Aha! Gue baru ingat astaga, jadi munyuk itu Malvin? Haha." Silma tertawa terbahak-bahak mendengar sebutan hewan untuk nama seseorang, adiknya sangat kejam sekali mengganti nama orang dengan sebutan nama-nama hewan. "Arghh gue nyesel tadi!" "Nyesel kenapa Sal?" tanya Silma yang terkejut mendengar suara kekesalan dari adiknya dan sekarang Salma menengkurapkan tubuhnya sambil membenturkan wajahnya ke bantalnya beberapa kali. "Lo tau kan kalau gue jarang dan hampir gak pernah bicara lembut selain ke bonyok kita?" Salma kembali ke posisinya semula yang terlentang. "Iya, Sal. Terus?" Silma mulai menyimak apa yang tengah dicurahkan adiknya saat ini. "Ya gue tadi Bisa-bisanya nurut sama si munyuk, buat manggil dia dengan suara yang lembut. Argh, kesel campur malu gue, Sil." Salma merengek dan menangkupkan wajahnya sejenak. "Halah besok pasti lupa." "Enggak mungkin, besok pastinya gue dibikin kesel lagi sama dia." "Besok minggu, Sal. Besoknya lagi kita sudah tidak di kelas MPLS, atau memang sekolahan lo masih lama masa MPLS-nya?" tanya Silma heran. "Eh iya gue baru inget, pantesan gue masih mengira besok MPLS lha gue tadi gak ikut upacara selesainya MPLS kan gue sama dia kekunci di gudang." "Lhah kok bisa? Tapi lo gak papa kan? Ada yang terluka?" Silma langsung duduk dan tangannya memeriksa tubuh adiknya. "Gue gak papa, Sil. Sini gue ceritain." Mengalirlah cerita tadi siang dari Salma secara jelas dan rinci. "Oh jadi begitu, lo gemesin deh sama dia." "Hih Silma! Kok lo malah bilang begitu sih, nyesel deh gue cerita sama lo." Salma berdecak kesal dan membaringkan kembali tubuhnya. "Hehe habis lucu sih, lama-lama juga jadi cinta cie cie. Mungkin dia itu bikin lo kesal karena suka sama lo. Biasanya sih ada cowok yang kayak itu sifatnya." "Enggak! Gue enggak mau!" teriak Salma. "Emang lo gak mau gitu pacaran? Pacaran asyik lho." Silma menepuk p****t adiknya, Salma memeluk gulingnya dan memunggunginya. "Ogah, pacaran itu buang-buang waktu bagi gue, gak bisa bebas dan gue benci itu. Entar aja deh, gue inginnya masa-masa sekolah ini buat senang-senang kayaknya lebih seru dibanding pacaran." Salma menelentangkan lagi tubuhnya dan kakinya diletakkan di atas paha kakaknya tapi segera Silma menyingkirkan kakinya. Salma hanya terkekeh saja dan melakukan hal itu lagi hingga Silma pasrah dan membiarkan kaki adiknya itu menumpang di atas tubuhnya yang kini Silma ikutan tidur di samping Salma. "Kita beda pemikiran dong ya, gue lebih suka pacaran hehe apalagi sekarang sudah punya doi dan merasa tambah senang aja." Silma mendongakkan wajahnya ke atas, menatap langit-langit kamarnya dan membayangkan kebersamaannya dengan Alfa sewaktu di sekolah. "Iya deh, Alfamar*t." "Tega deh." Silma menepuk bahu adiknya karena tak terima nama kekasihnya itu diubah oleh Salma. "Biasa mulut gue itu seluncur meluncur cucur dah, suka keblablasan hehe." Salma tertawa kecil dan menggaruk rambutnya yang tak terasa gatal. "Oh ya, lo sudah punya teman belum?" tanya Salma penasaran pada kakaknya yang tengah senyum-senyum sendiri menatap ponselnya. "Belum dan cuman Alfa yang di sisi gue saat ini." "Ah enak punya teman yang sama-sama cewek, Sil. Alfa lama-lama gak betah kalau lo kelihatan bergantung ke dia doang." "Enggak kok, Alfa baik dan sabar banget sama gue. Dia cowok yang paling gue sayangi dan Alfa juga sayang banget sama gue. Gak mungkin lah, Alfa punya pikiran begitu dan dia kayaknya lebih suka kalau gue bergantung ke dia kan jadi tambah lengket dan dekat hihi." Silma cekikikan dan matanya hanya fokus ke layar ponselnya yang sekarang sedang berkirim pesan kepada sang pujaan hatinya. Salma melihat kebahagian kakaknya terpancar di wajahnya dan tentu saja sebagai saudara kembar merasakan kebahagiaan Silma. Salma juga ikut merasakan senang melihat kakaknya tersebut. Namun yang perlu ditegaskan kali ini, kakaknya tidak memahami ucapannya tadi dan sangat sulit membujuk Silma untuk bersikap lebih mandiri. Silma dari dulu suka bergantung ke orang lain dan itu yang membuat kakaknya sulit mencari teman bahkan seringnya temannya yang menjahuhi Silma. "Ya sudah, gue mau ke kamar dulu. Lanjutin pacarannya." Salma beranjak pergi dari kamar Silma dan hanya dibalas anggukan saja oleh kakaknya itu. "Ternyata Alfa gak bisa marah lama-lama ke gue, argh senangnya!" Silma memekik kegirangan sampai memeluk gulingnya erat dan mengigitnya. ... "Sil, mau ikut olahraga?" Ajak Salma pada kakaknya sambil mengetuk pintu kamar Silma di pagi hari minggu yang cerah ini. "Enggak, Sal. Gue mau tidur sampai siang." Silma malas bangun pagi hari ini dan tubuhya seolah menyatu pada kasurnya sehingga beranjak dari kasur pun rasanya sulit sekali. "Astaga, gak baik lho buat kesehatan!" teriak Salma. "Sudah Sal, jangan nganggu gue!" "Lo kemarin begadang kah? Nanti kalau ayah tau lo begadang gimana? Bakalan marah lho!" Salma menegur Silma yang sudah dapat ditebak kalau Silma kemarin tidurnya terlalu larut malam. "Rahasiakan aja Sal! Please, jangan ember! Sana pergi saja! Gue ngantuk suerr deh!" teriak Silma dari dalam kamar yang menyuruh adiknya segera pergi dan ingin segera melanjutkan tidurnya. "Oke deh, kalau lo dimarahin. Gue gak bela lho ya." Akhirnya Salma pergi olahraga sendirian tapi sebelum itu berpamitan kepada orang tuanya meski harus berbohong saat mereka menanyakan Silma yang tidak ikut berolahraga pagi. "Enaknya lari-lari di pinggir jalan deh, gue bosen di area perumahan terus joggingnya." Setelah melakukan pemanasan, lalu Salma berniat akan jogging di luar perumahan karena dari dulu dirinya selalu berolahraga di area perumahan saja. ... "Ah capek." Salma menghentikan larinya dan berjalan gontai saat dirasa sudah lelah. Salma mengatur napasnya seraya maniknya mencari toko makanan ringan dan minuman. Gadis itu memegangi lehernya dan merasakan tenggorokannya saat ini kering. Banyaknya toko tutup karena hari libur membuatnya kesulitan mencari minuman di daerah ini, di tengah langkahnya pula tak sengaja menatap botol mineral berjejer rapi di sebuah taman kota yang khusus bermain skateboard. Salma menelan salivanya perlahan dan mendekati taman kota tersebut. "Permisi, apa botol minuman ini dijual?" tanya Salma pada seorang kakek tua yang diduga pedangan air minetal keliling. "Haduh, mbak maaf ya. Ini sudah diborong sama laki-laki itu yang sedang main skateboard warna putih." Kakek tua itu tersenyum merasa tidak enak dan menunjuk sosok lelaki yang sedang asyik bermain skateboard bersama teman-temannya. Salma pun ikut menatap lelaki yang dimaksud kakek tua yang katanya dia memborong minuman mineralnya dan seketika Salma membulatkan matanya ditambah laki-laki itu juga menatapnya. Mereka berdua sama-sama memandang tak percaya bisa bertemu di tempat ini. "Si munyuk," ucap Salma tanpa sadar apalagi Malvin kini malah menghampirinya dengan menyengir kuda. "Wah ketemu nih kita. Kayaknya lo buntuti gue ya? Bilang lah suka sama gue atau jangan-jangan lo beneran fans gue?" Malvin menyurai rambutnya ke belakang sembari alisnya dinaik turunkan. Gayanya sok cool itu malah membuat Salma ingin muntah sekarang juga. "Idih PD gile ya lo! Gue di sini cari minuman doang." Salma mendengus sebal dan muak melihat Malvin yang bergaya sok-sokan di depannya padahal sangat sekali tidak tertarik pada sosok lelaki berkaos hitam polos dan celana pendek berwarna putih. "Ya siapa tau kan lo lagi buntuti gue? Halah bilang aja sih, gak usah cari alasan. Alasannya lucu juga nih, cuman nyari minuman doang?" Malvin makin mendekat sedangkan Salma memundurkan langkahnya. Ternyata Malvin mendekati kursi panjang yang diisi banyaknya minuman mineral di sana dan lelaki itu mengambil salah satunya. Salma semakin merasakan haus saat melihat botol mineral ditangan Malvin. "Gue gak buntutin lo!" "Bilang aja, nanti gue kasih minuman gratis lho alias tanpa dipungut biaya apapun. Gue hanya ingin lo bilang kalau lo beneran fans gue saja." "Argh sialan ya lo!" Salma mencak-mencak di tempatnya berdiri. "Haduduh berani mengumpat nih? Ada orang tua lho." Malvin tertawa puas di dalam hatinya melihat raut kekesalan di wajah Salma dan ia masih mengingat kemarin rambutnya dijambak kuat oleh gadis itu. Mungkin ini sebagai bentuk balas dendam kecil-kecilan. 'Awas saja ya lo!'--batin Salma seraya mengepal kuat tangannya dan ingin menghajar wajah songong si Munyuk di hadapannya. ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN