Part 29

1014 Kata
Part 29 Silma terkejut saat terbangun dari tidurnya, ada seseorang berada di sampingnya dan orang itu menatapnya khawatir. "Silma, kamu sakit?" tanya orang tersebut seraya menempelkan punggung tangannya didahinya. "Cuman pusing." Silma menatapnya datar dan bangun dari baringnya. Ia juga melirik jam dinding yang ternyata jam sudah menunjukkan waktu pulang sekolah. "Maafin aku, Sil. Maaf banget, tolong jangan marah begini dan aku tidak bisa tenang sama sekali." Alfa menarik kedua tangan Silma dan digenggamnya erat. "Aku juga tidak mau begini tapi suasana hatiku memburuk membaca percakapanmu bersama teman-temanmu. Bahkan ada yang membanding-bandingkan aku dengan Silvia." "Jadi kamu baca semuanya? Aku memang pendiam dan jarang nrimbung. Mereka memang suka membicarakanmu tapi kan mereka gak tau kamu secara langsung, jadi aku diam saja karena aku sudah punya niat nantinya akan kubawa kamu kukenalkan kepada teman-temanku biar mereka tau secara langsung. Kalau pacarku yang sekarang ini lebih cantik dan baik dari yang sebelum-sebelumnya." Alfa tersenyum dan tidak berhenti untuk memuji Silma sebab suasana hati Silma akan berubah lagi ketika dipuji seperti ini. "Beneran itu? Kamu berencana mengenalkanku ke teman-temanmu dan karena itu kamu memilih diam?" tanya Silma tidak percaya sekaligus merasa suasana hatinya perlahan naik mendengar suara Alfa yang lembut dan memujinya. 'Aku lebih baik dibanding Silvia dong'---pikir Silma. "Iya, benar. Teman-temanku itu baik kok dan memang perkataannya rusuh. Namanya juga laki-laku gosip ya seenaknya dan lebih pedes ucapannya daripada para cewek kalau gosip. Sudah ya, jangan begini. Aku kepikiran kamu terus, aku itu sayang banget dan takut kehilanganmu. Tolong jangan berpikir hubungan kita berakhir hanya karena omongan orang lain." Alfa beranjak berdiri dan memeluk Silma yang masih duduk ditempatnya. "Aku juga kepikiran makanya sampai pusing begini. Aku juga sayang banget sama kamu dan takut kehilangannmu." Silma membalas pelukan daru kekasihnya itu. "Sudah ya jangan ngambek lagi, makin sayang sama kamu." Alfa menangkupkan wajah Silma dan sedikit didongakkan ke atas agar gadis itu bisa menatapnya jelas. "Aku juga makin sayang sama kamu, maafin aku." "Kenapa minta maaf sih? Aku yang salah kok yang mengabaikan perasaanmu yang terluka gara-gara perkataan teman-temanku. Aku baru sadar tadinya setelah aku berpikir apa yang membuatmu marah." Alfa mengelus pipi Silma dengan jari jemarinya. Silma tersenyum lebar hingga matanya menyipit saking senangnya sore ini dan mendengar kata-kata yang terucap dari Alfa. Ia tidak salah memilih seseorang dan semakin cinta pada sosok lelaki yang masih betah dirinya peluk. "Kamu pacarku yang terbaik dibanding yang dulu dan aku memang sangat serius. Mungkin nanti, akan kukenalkan juga ke orang tuaku dan kamu siap?" tanya Alfa, ia merasa sedikit lebih tenang karena Silma menyimak ucapannya dan tidak seperti tadi yang terkesan seperti adu mulut. Seketika Silma membulatkan matanya mendengar pertanyaan yang terlontar jelas dari mulut Alfa. "Apa? Ka-kamu juga mau mengenalkanku ke orang tuamu?" Silma menjadi gugup dan menyuruh Alfa duduk di sampingnya. "Iya, Silma. Kamu sudah siap belum? Ini aku serius banget sama kamu dan pertama kalinya aku berniat memperkenalkan pacar ke orang tuaku." "Ini pertama kalinya bagiku dan bagimu sebenarnya. Apa tidak terlalu cepat?" Silma ragu apakah bisa datang ke rumah orang tua Alfa atau tidak. Di sisi lain dirinya harus membatasi interaksi dengan lawan jenis dan takut sekali orang tuanya tau jika ia berada di rumah seorang lelaki. "Enggak kok. Kalau kamu belum siap juga tidak apa-apa bisa nanti-nanti saja." Alfa merangkul pundak Silma. "Hmm iya, nanti kalau aku sudah siap. Aku bilang ke kamu. Tapi soal teman-temanmu, gimana kalau hari minggu? Aku juga ingin tau teman-temanmu yang di luar sekolah, kayaknya banyak ya?" "Sebagian ada yang di luar kota sih. Enggak terlalu banyak, cuman lima orang di kota ini. Sudah siap ketemu mereka jadinya?" tanya Alfa. "Iya." Silma mengangguk yakin. "Tapi kamu harus siap ya sama ucapannya mereka, mereka memang rusuh ucapannya tapi aslinya baik." "Semoga saja aku kuat." "Ada aku juga yang selalu di sisimu." ... "Salma tunggu gue!" teriak Malvin dari belakang membuat Salma menghentikkan langkahnya dan juga teman-temannya yang berada di sampingnya. "Malvin?" Cindy, Cerry dan Cika menatap Malvin bingung karena lelaki itu berlari menyusul langkah mereka tiba-tiba. "Hehe, gue bareng kalian ke halte ya." Malvin menyengir lebar. "Lo mau ikut sama cewek-cewek?" tanya Cindy tercengang mendengar alasan mengapa lelaki itu berlarian menyusul empat gadis tersebut. "Iya lah, kenapa emangnya?" tanya Malvin yang ikut bingung dilihat aneh oleh empat gadis di depannya ini. "Kan gue dijemput."Sambung Malvin. "Bukan masalah begitu, di sana banyak cewek-cewek juga selain kita dan lo malu apa enggak?" tanya Cerry. Salma hanya diam saja karena semua pertanyaan yang terlontar dari teman-temannya itu sudah mewakili rasa bingungnya terhadap tingkah Malvin kali ini. "Kenapa malu juga? Gue kan gak bugil." "Hih mulut lo!" sentak Salma yang akhirnya membuka suaranya. "Hehe." Malvin terkekeh pelan. "Ya sudah ayo ke halte, keburu bus sekolah sudah lewat nih. Gue kan naik bus sama mereka berdua." Cindy menatap jam di ponselnya dan ia memang naik bus hari ini bersama Cerry dan Cika. "Oke." Malvin bareng mereka berempat menuju halte bus yang banyak menjadi tempat menunggu jemputan. Tempatnya tidak panas langsung terkena panas matahari dan ada dua pohon besar disisi kanan kiri halte yang membuatnya untuk dijadikan tempat berteduh. Malvin memilih berjalan di samping Salma sebab tiga teman Salma malah berjalan lebih dulu dan sengaja meninggalkan mereka berdua. "Jadi ingat waktu lo nangis kena tilang. Sumpah itu lucu banget sampai gue ingat betul wajah lo kayak bocil." Malvin tertawa meledek tingkah Salma dulu dan itu adalah awal mula pertemuan mereka di kantor polisi gegara terkena tilang. "Ck, kenapa sih harus ingat segala? Jangan cerita ke siapa pun!" Decak Salma kesal. "Enggak kok." Malvin menggeleng. Malvin reflek memegang tangan Salma, tangannya yang tidak sakit tersebut ketika akan menyeberang jalan raya. Salma menatap Malvin yang wajahnya sangat serius ketika menyeberangi jalan raya yang lumayan ramai karena di jam-jam ini banyak kendaraan bermotor. Entah itu pulang kerja, sekolah dan lain sebagainya. Setelah sampai di halte bus, mereka berdua menjadi bahan perbincangan para gadis yang juga tengah menunggu jemputan dan bus di halte ini. Sebab Malvin dan Salam dulunya terkenal tidak akrab dan suka ribut tiap hari. "Benar juga ya, di sini cuman cewek-cewek doang." komentar Malvin yang menyapu pandangannya ke sekitar. "Malu kan lo?" "Dikit sih." ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN