Anna yang mendengarnya hanya terkekeh pelan, lelucon apa ini? Sangat garing menurutnya.
"Aku serius," kata Jeremy menyakinkan.
"Sudahlah, aku sedang tidak mood untuk mendengarkan leluconmu yang sama sekali tidak lucu bagiku," Anna hendak berdiri namun Jeremy menahannya.
"Ya itu faktanya!" tegas Jeremy.
Anna menyentak tangan Jeremy, "Aku tau kau tidak suka dengannya tapi apa yang kau katakan barusan memang tidak ada lucu-lucunya. Dan kalau pun kau tak menganggap Gerald sebagai anakmu, aku yang akan menganggap dia sebagai anakku!" ujar Anna tak kalah tegas.
"Terserah aku tidak peduli Gerald anak kandungmu atau bukan, aku tidak peduli! Yang terpenting sekarang dia adalah anakku!" hardik Anna. Setelah mengatakan itu Anna pergi dari hadapan Jeremy.
Anna tidak ingin terus berdebat dengan pria itu, ditambah ini masih pagi. Bisa-bisa energi Anna terkuras habis jika meladeni Jeremy yang tidak punya otak itu.
Jeremy melihat kilatan kemarahan di balik mata Anna, meski wanita itu mencoba menahannya Jeremy bisa melihat dengan jelas. Entah sesayang apa Anna sampai-sampai terpancing emosi kepada Jeremy, padahal memang kenyataannya begitu.
Tidak! Jeremy tidak peduli dengan kemarahan Anna, ia bangkit lalu bergegas pergi berangkat ke kantor. Waktunya terbuang sia-sia karena Anna.
Sesampainya Jeremy di kantor, ia disambut oleh Frans. Di kantor Jeremy, Frans menjabat sebagai sekertaris sekaligus asisten pribadinya. Frans terkikik geli melihat raut wajah Jeremy yang tidak seperti biasa. "Kenapa?" tanya Jeremy sambil melirik Frans.
"Seharusnya aku yang tanya begitu, kau kenapa?"
Jeremy mengernyit, "Memangnya aku kenapa?"
"Entahlah wajahmu terlihat berbeda pagi ini," ungkap Frans.
"Aku hanya sedang kesal saja, berani-beraninya dia mengusirku di rumahku sendiri, bahkan dia berani membentak dan balik menghardikku,"
"Siapa? Istri barumu?" Frans mencoba untuk tidak tertawa meski sebenarnya ia sudah ingin tertawa kencang.
"Ya siapa lagi kalau bukan wanita itu!" Jeremy merasa harga dirinya turun di depan Anna. Pasalnya tidak ada takut-takutnya wanita itu kepadanya.
Frans menepuk bahu Jeremy pelan, "Kan sudah aku bilang. Dia berbeda, tidak seperti wanita pada umumnya. Pasti dia tidak pernah memujimu kan?"
"Apanya yang mau dipuji? Aku juga tidak sudi dipuji olehnya!" balas Jeremy.
"Ah! Masa? Aku tidak percaya Jer." Frans mencoba menggoda temannya yang dianggap bos kejam oleh para karyawannya.
Jeremy menangkis tangan Frans yang membelai dagunya, "Sialan kau Frans!"
"Awas kau akan jatuh cinta padanya!"
"Tidak akan!" tegas Jeremy.
"Sudahlah jam berapa aku harus meeting?" Jeremy mengalihkan arah pembicaraannya, kalau tidak Frans akan terus-terusan menggodanya.
"Sebentar lagi pukul sembilan," sahut Frans.
"Eh itu bukannya Anna?" tanya Frans menunjuk ke arah bawah jendela ruang Jeremy.
Jeremy menaikkan sebelah alisnya dan berjalan memastikan apa yang Frans katakan, "Kau tertipu Jer!" Teriak Frans yang sudah berlari keluar.
"b******k kau Frans!" umpat Jeremy.
"Rupa-rupanya kau memang mulai tertarik pada istrimu ya Jer?" teriak Frans.
"Sialan kau k*****t!" Untung saja lantai 12 ini di desain hanya untuk ruangan Jeremy dan Frans saja, jadi meskipun Jeremy berteriak pun tidak ada yang mendengar.
***
Anna membawakan Gerald sebuah cat lukis, ia ingin mengajarkan Gerald untuk melukis. Ya Anna ingin mengejar ketertinggalan Gerald di sekolah, karena saat masuk nanti Gerald sudah berada di kelompok B langsung. Mengingat umur Gerald sudah genap lima tahun. Anna ingin menebus perbuatan keji Jeremy dan Maureen, yang telah menelantarkan anak sepintar dan selucu Gerald.
"Mom, kalau dinosaurus ini warna apa?" tanya Gerald sambil menunjukkan gambar dinosaurus di atas canvas yang baru Anna bawah.
"Gerald suka warna yang apa?"
Anna mencoba membuat Gerald berani mengekspresikan diri.
"Yang ini boleh Mom?" Gerald menunjuk cat warna merah.
Anna mengangguk, "Boleh."
Ujarnya sambil membuka tutup cat tersebut kemudian Anna tuangkan di palet lukis supaya memudahkan Gerald mengambilnya.
"Pakai ini Sayang." Ia menyerahkan kuas untuk Gerald mewarnai. Wajah Gerald berseri-seri tak henti-hentinya ia memekik riang, tampaknya Gerald bahagia berkutat dengan canvas, cat dan juga kuasnya.
"Kalau awannya ini warna biru ya?"
"Pintar sekali," Anna hanya membantu Gerald menuangkan cat ke pallet, selebihnya ia membiarkan Gerald sendiri menentukan warna apa yang dia inginkan.
"Sayang tadi Mom sudah bicara pada daddy, dan daddy menyetujui kalau Gerald sekolah,"
Gerald yang tengah fokus dengan canvasnya seketika menoleh ke arah Anna, "Benarkah Mom?" Mata indahnya berbinar.
Anna mengangguk, "Apakah Gerald senang?"
"Senang sekali Mom," Ia meletakkan kuasnya lalu berhambur memeluk Anna.
"Terima kasih Mom, Gerald sayang Mommy."
"Mom juga sayang Gerald," ujar Anna sembari mengusap kepala bocah tersebut.
"Nanti bilang terima kasih juga kepada daddy ya."
Gerald menatap Anna, "Tapi Gerald takut Mom."
Anna menangkup pipi yang kini terlihat lebih berisi dari sebelumnya, "Ada mommy. Tidak akan apa-apa." ujar Anna yang akhirnya membuat Gerald mengangguk.
"Mom kapan Gerald mulai sekolah? aku sudah tidak sabar Mom," Celoteh Gerald sambil menyelesaikan lukisannya.
"Minggu depan ya Sayang, mom harus bertemu dengan Aunty Gisela terlebih dahulu," Ya teman yang Anna maksud adalah Gisela. Bukan sekedar teman, Gisela lebih dari itu.
"Siapa Aunty Gisela itu Mom?" tanya Gerald.
"Aunty Gisela itu adalah sahabat mommy. Besok temani mommy bertemu dengan Aunty Gisela ya sayang,"
"Baik Mom,"
Terakhir Anna bertemu dengan Gisela saat pernikahannya waktu itu. Dan Anna belum menghubungi wanita tersebut hingga sekarang. Anna tau sekarang Gisela sedang sibuk dengan persiapan acara pesta lamarannya bersama Rafael, dan Anna sedih tidak bisa membantu sahabatnya mempersiapkan itu semua, karena sekarang Anna bukan lagi wanita single.
Ada beberapa hal yang tidak bisa ia tinggal, Anna sudah menjadi seorang istri dan seorang ibu. Meski sampai sekarang ia belum mengerjakan tugas seorang istri sepenuhnya, tetapi setidaknya ia ada di rumah saat Jeremy pulang.
Gerald telah selesai menyelesaikan lukisannya, kini ia sedang berada di pangkuan Anna sambil mengucek matanya, "Gerald ngantuk?" tanya Anna.
"Iya Mom,"
Anna menggendong anaknya tersebut membawanya ke ranjang dan menidurkan Gerald, "Tidurlah Sayang. Mommy akan temani."
Gerald mengangguk seraya memejamkan matanya. Anna mengelus kepala Gerald sampai ia benar-benar tertidur, "Selamat tidur Sayang."
Kemudian Anna mengecup kening Gerald. Entah melihat Gerald pertama kali membuat Anna seketika jatuh cinta, jatuh cinta pada bocah itu. Hatinya gembira melihat setiap kali bocah tersebut tersenyum.
Karena Gerald sudah tidur, Anna mencoba menghubungi Gisela jam-jam makan siang begini Gisela pasti juga sedang istirahat. Anna menekan tombol panggilan di kontak Gisela.
"Halo Ann, ada apa?" Terdengar suara Gisela dari sebrang sana.
"Kau ada di mana sekarang?"
"Aku masih ada di sekolah, kenapa Ann?"
"Begini Gis, aku ingin mendaftarkan Gerald di tk,"
"Gerald, siapa dia?"
"Anak sambungku,"
"Oh astaga, aku lupa kalau sahabatku ini sekarang seorang ibu. Pasti kau sangat sibuk ya?"
"Ya begitulah, aku ingin sekali bertemu denganmu setelah acara pernikahanku kita belum sempat bertemu lagi,"
"Ah benar, padahal waktu itu aku dulu yang dilamar, ternyata kau dulu malah yang nikah. Dengan duda kaya raya lagi, seperti doamu,"
"Sialan! Bagaimana kau bisa kapan?"
"Sore nanti aku bisa,"
"Oke baiklah sore nanti kita bertemu, di cafe biasa saja kali ini aku yang traktir," ujar Anna.
"Wah benarkah?"
"Ya!"
"Tumben kau baik An,"
"Sejak dulu aku selalu baik ya!" cerocos Anna.
Terdengar gelak tawa dari Gisela, "Benar memang kau selalu baik An!" Pasalnya memang Anna senang menraktir Gisela mulai dari jaman mereka sekolah, sesekali Gisela juga sering mentraktir Anna.
"Ngomong-ngomong kau nanti datang bersama anak sambungmu itu?" tanya Gisela.
"Sepertinya iya, kasian dia sendiri di rumah. Aku sudah tidak sabar untuk bercerita banyak kepadamu,"
"Baiklah-baiklah, tahan dulu sampai sore nanti. Sekarang jam istirahatku sudah habis, aku tutup dulu ya Ann. Sampai nanti,"
"Iya, sampai nanti,"
Panggilan berakhir, Anna meletakkan handphonenya ke nakas sebelah ranjangnya lalu Anna ikut merebahkan diri di samping Gerald.
Anna menatap lekat wajah Gerald, apa tadi Jeremy hanya bercanda mengatakan hal tersebut? Kalau pun bercanda itu sama sekali tidak membuat Anna tertawa, itu tidak lucu!
"Akan ku buat kau menyesal Jer!"