Demam

1615 Kata
Drama yang di lakukan oleh Malika berhasil membuat Nadhief di sebut sebagai calon suami durhaka. “Malika, kenapa kamu harus berteriak seperti tadi?!” “Salah sendiri Kak Nadhief ini menyebalkan sekali, tadi maksa ngajak Malika buat ikut lihat dokter tampan. Tapi apa buktinya? Kakak bohongin Malika! Abis itu malah usir aku begitu saja,” jawab Malika dengan masuk ke dalam mobilnya. Karena cuaca hari ini sedang panas sekali. “Tapi ngak harus teriak-teriak seperti tadi, Lika! Teman-temanku saja sampai berkata jika aku ini ‘Suami Durhaka’ pasti mereka kira aku sudah melakukan kekerasan padamu.” Saat Malika ingin menutup pintu mobil Nadhief menahannya. “Ngak perduli! lagi pula yang salah ‘kan Kakak. Kenapa juga Malika sekarang jadi tersangkanya.” Merasa di abaikan oleh Malika yang sudah membuatnya jengkel, Nadhief langsung memegang wajah cantik Malika dengan kedua tangannya. Dia langsung menggigit pipi Malika dengan gemas. “Aduh ... Kak Nadhief ...” teriak Malika dengan berusaha menjauh kepala Nadhief. Karena Nadhief tak kunjung melepaskan gigitannya, Malika mencubit perut tetangga sekaligus dosennya. “Kakak kenapa gigit pipi Malika?!” tanya Malika saat Nadhief sudah melepaskan pipinya. Kini gadis manis itu sedang sibuk mengaca di spion mobil. Pipinya yang sudah merah alami berubah menjadi sangat merah sekali mirip dengan tomat matang. “Tuh ‘kan ... pipi Malika terluka!” seru Malika dengan mencebikkan bibir. Nadhief hanya tertawa dengan puas, di pipi Malika tercetak jelas gigitannya. Dia ini sudah seperti orang yang telah melakukan hal mecum. “Biar kamu ngak bisa ganjen sama dokter yang akan kamu goda nanti!” Nadhief menepuk kepala Malika dengan lembut, lalu pergi meninggalkan gadis yang sedang meratapi keadaan pipinya. “Dasar Kak Nadhief jahat! Bisa-bisanya dia gigit pipi aku, haduh ... ini kalau ada orang lihat bisa di kira habis mecum sama pacar,” dumel Malika. Malika bergegas menutup pintu mobil, setelah itu dia mencari tisu untuk mengelap pipinya. Memberi bedak pada bekas gigitan namun percuma, bekasnya tidak bisa tertutup dengan sempurna. “Haaaeeeyooo ... haruskah aku memakai masker?” ucap Malika pada dirinya sendiri. Karena jam sudah menunjukkan pukul 12 siang Malika menuju ke rumah sakit untuk menjemput Adik Arga. Acara untuk menggoda dokter tampan yang merawat Nadia gagal total karena ulah Nadhief. *** Hari minggu pagi yang sangat cerah, Nadhief lari pagi mengelilingi komplek perumahannya. Dia sedang tidak memiliki tugas kampus sebagai mahasiswa atau sebagai dosen, jadi bisa bersantai seharian. “Pagi Om dan tante,” sapa Nadhief saat berpapasan dengan Arina dan Ady. “Selamat pagi, Nak Nadhief,” jawab kedua orang tua Malika. “Malika ngak diajak olah raga sekalian, Tan?” “Sudah Tante ajak tadi, tapi anaknya malah balik lagi masuk dalam selimut.” Nadhief dan Ady terkekeh melihat ekspresi dari Arina, sudah bisa di pastikan jika anak dan ibu itu habis berdebat. “Biasalah, Nak. Mana pernah sih Malika mau di ajak lari pagi kalau ngak sama Nala. itupun tujuan mereka pasti ngak jauh-jauh dari batagor sama es doger.” Nadhief mengangguk dengan penjelasan Ady, memang benar jika Malika tidak pernah lari pagi dengan tujuan kesehatan. Dia pasti memiliki maksud lain, kalau tidak jajan ya untuk menggodanya. “Malika ‘kan memang sudah seperti itu, Om, Tan.” “Iya, apalagi semalam dia agak demam. Pipinya bengkak habis di gigit lebah,” ucap Arina Nadhief terkejut dengan apa yang di katakan oleh Arina mengenai Malika. Dia tidak menyangka karena ulahnya membuat Nala menjadi demam. “Sekarang bagaimana kondisi Malika, Tan?” “Subuh tadi sudah turun panasnya, tapi bilangnya sih masih agak nyeri pipinya kalau di buat bicara.” Ady, Papa Malika juga menceritakan jika anaknya sedih karena tidak bisa bernyanyi dan tertawa dengan bebas. Rumahnya terasa sepi karena Malika menjadi pendiam karena pipinya sedang sakit. Nadhief pamit pada orang tua Malika, dia khawatir sekaligus merasa bersalah karena telah membuat Malika sakit. Dia kembali ke rumah Nenek Kemala untuk mengambil obat salep yang akan di berikan pada Malika. “Eh ... ada Aden Nadhief, silahkan masuk,” sapa Bibik dengan ramah. “Terima kasih, Bik. Malika ada?” “Ada, Den. Non Malika sedang berada di gazebo belakang rumah, katanya sedang menjemur pipinya,” jawab Bibik dengan cekikikan. “Pipi di jemur?” tanya Nadhief dengan heran. “Iya, Den. Pipi Non Malika bengkak semalam, sekarang di jemur. Katanya biar bakteri penyebab bengkak cepat menghilang.” Mendengar penjelasan dari Bibik, Nadhief hanya menggelengkan kepala. Dia makin tidak mengerti dengan isi otak cantik Malika, ada-ada saja akal anehnya. Bibik mengantar Nadhief menuju ke taman belakang untuk bertemu dengan gadis yang sudah dia gigit pipinya. Saat dia sampai, malika benar-benar sedang menjemur kedua pipinya. “Lika, kamu sedang apa?” Malika yang merasa tidak asing dengan suara yang bertanya padanya, langsung melihat ke arah samping. “Kakak, kok bisa ada di sini sih?” “Mau jenguk tetangga yang katanya pipinya sedang bengkak,” jawab Nadhief. Kini dia sedang berjalan menuju ke arah Malika sedang duduk. “Lihat nih pipi Malika jadi bengkak akibat di gigit sama Kak Nadhief, semalam juga Malika demam karena pipinya nyeri sekali,” tunjuk Malika pada pipinya yang sangat merah. Nadhief ikut duduk di gazebo, dia meminta Malika untuk tiduran di pangkuannya. Awalnya Malika menolak namun saat Nadhief mengatakan jika membawa obat untuknya, Malika langsung menurut. “Jangan di gigit lagi!” seru Malika. “Ngak akan, hanya sekali ini saja,” jawab Nadhief dengan mengelus pipi bengkak malika. Dengan sangat berhati-hati Nadhief membersihkan luka gigitan dengan Alkohol setelah itu dia mengoleskan salep yang dia bawa tadi. “Aduh ... pelan-pelan, Kak.” “Maaf, ini sudah paling pelan, Lika.” Tangan Malika mencengkram lengan Nadhief, meskipun gerakan tangan selembut mungkin masih tetap saja membuat nyeri di pipinya. “Sudah, sebentar lagi nyerinya akan berkurang. Jangan di buat bicara terlalu banyak,” ucap Nadhief selesai mengobati. Malika mencebikkan bibirnya, dia ini sudah sangat sedih sekali sejak semalam tidak bisa melakukan hobi bicara dan bernyanyi. Sekarang masih saja di larang untung banyak bicara. “Padahal Malika pengen nyanyi,” gumam Malika dengan pelan. “Ngapain juga nyanyi, mau jadi penyanyi sekarang?” Malika mengangguk, dia ini pernah berencana mengikuti audisi indonesia idol. Kalau Nadhief tahu bisa-bisa dia akan menjitak kening Malika sangking gemasnya. “Jangan aneh-aneh dulu, Lika. Besok tidak usah masuk kelasku, titip surat ijin sama Arga. Nanti tugasnya bisa aku kirim langsung ke email kamu.” “Ngak mau! besok ‘kan Malika ada acara sama teman-teman. Jadi harus berangkat ke kampus,” ucap Malika dengan memegang pipinya. Nadhief mengelus pipi Malika, memang dasarnya gadis yang sedang di pangkuannya ini suka sekali bicara. Di suruh diam sebentar saja tidak akan bisa. “Acara apa memangnya?” Malika menjelaskan dengan pelan jika besok dia dan teman-temannya akan membuat penggalangan dana untuk membantu orang tua dari teman sekelasnya yang butuh biaya operasi. “Kamu jadi panitia?” Malika mengangguk, setiap kali ada acara sosial dia selalu menjadi ketuanya. Karena di kelasnya Malika termasuk mahasiswa paling kaya dan tidak pelit. “Besok pakai masker kalau lagi acara, jangan terlalu banyak bicara. Dan satu lagi jangan ganjen!” Pesan Nadhief pada Malika. “Kemarin Malika ngak jadi godain Pak Dokter, ternyata dia sudah punya istri.” “Tahu dari mana?” “Waktu sampai di depan ruang HD, Pak Dokter keluar dari ruangan bersama dengan Bu Dokter cantik. Mereka gandengan tangan, Malika tebak saja kalau enggak pacar yan suami istri.” “Makanya jangan genit!” Malika terkekeh saat Nadhief lagi-lagi mengatainya dengan sebutan genit, padahal kalau dia berkata akan menggoda seseorang itu hanya bercanda saja. Hanya Nadhief seorang yang akan di goda dan di lamar oleh Malika. “Kakak sudah sarapan?” tanya Nala, perutnya sudah berbunyi. Nadhief menggeleng, sebenarnya dia berencana akan sarapan bubur ayam setelah joging. “Belum sempat, tadi buru-buru ke sini saat Tante Arina bilang putrinya demam karena pipinya bengkak akibat di gigit lebah.” Malika tersenyum, dia memang mengatakan pada orang tuanya kalau pipinya sakit digigit lebah. Dia tidak mau jika Nadhief di salahkan orang tuanya karena sudah menyakiti Putri kesayangannya. “Sarapan yuk, tadi Malika minta Bibik masak bubur ayam,” ajak Malika, dia sudah bangun dari pangkuan Nadhief. “Ngak tungguin Om dan Tante?” “Mama sama Papa tadi bilang mau beli nasi uduk bareng Mama Husna dan Papa Karim.” Nadhief ikut berdiri mengikuti Malika menuju ke meja makan, dia ini sering sekali menumpang makan di rumah Malika dan juga Nala. Begitupun Malika, gadis manis itu selalu saja tiba-tiba datang mengeluh lapar dengan Nenek Kemala. Malika yang sedang menahan nyeri saat menguyah makanan, membuat Nadhief merasa kasian pada gadis yang menjadi korban keganasan giginya. “Makan buburnya saja, ngak usah pakai ayam sama kacangnya, ya?” Malika mengangguk, dia memberikan suwiran ayam dan kacang yang ada di mangkuknya pada Nadhief. “Padahal suka sama kacangnya,” keluh Malika. Nadhief mengelus kepala Malika dengan lembut. “Nanti kalau sudah sembuh aku janji traktir bubur ayam yang ada di depan SMA kita.” “Bubur ayam Bang Juni?” “Hmmm ...” “Janji?” tanya Malika. “Iya, janji.” Dia tersenyum lalu melanjutkan sarapannya, hatinya senang sekali karena di saat begini Nadhief sangat perhatian padanya. Ada bagusnya juga semalam dia demam karena pipinya bengkak. Malika bisa menghabiskan hari minggunya bersama dengan Nadhief. “Ada kembaran kamu tuh ...” tunjuk Nadhief pada botol yang sedang di bawa Bibik. Malika mendengkus, dia ini sebal sekali jika di katakan kembaran merk kecap yang terkenal itu. “Manisnya sih sama, tapi hitamnya enggak!” seru Malika. “Karena kamu bukan kedelai pilihan, jadi hitamnya enggak sama.” “La itu Kakak tahu, masih saja bilang kalau Malika kembaran sama merk kecap.” “Pengen godain kamu saja.” “Ngak pengen sekalian ajakin nikah?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN