Angela sudah selesai memakai salah satu pakaian yang ia beli melalui akun belanja Leo. Wanita itu mengenakan dress biru langit selutut yang sangat elegan dan sudah pasti harganya selangit. Leo yang melihat penampilan Angela mengutuk dirinya yang terpesona pada wanita gila itu. Betapa cantik dan seksinya Angela.
"Jangan menatapku dengan cara seperti itu," ucap Angela saat memergoki Leo yang menatap dirinya dari ujung kepala hingga kaki. Tentu saja Leo langsung mengalihkan pandangan ke arah lain untuk menghindari rasa percaya diri Angela karena Leo menatapnya lekat.
"Aku mau ke kantor," ucap Leo tiba-tiba sambil membetulkan letak dasinya.
Angela yang melihat apa yang sedang Leo lakukan langsung mendekat dan mengambil alih dasi Leo sehingga Angela yang kini membenarkan dasi itu. Tentu saja jarak mereka kini berhadapan. Leo bisa merasakan embusan napas Angela yang sedang lihai memakaikan dasi. Leo tak menyangka wanita segila Angela bisa sangat lihai seperti itu. Sungguh, Leo semakin grogi dan salah tingkah berjarak sedekat ini dengan Angela.
"Sudahlah, aku bisa sendiri!" ucap Leo yang kini berusaha menghindar. Leo merasa bisa-bisa dirinya gila sungguhan jika terus berdekatan dengan Angela.
"Oke, kamu kerja di mana?" tanya Angela.
"Tidak jauh, hanya sepuluh menit dari sini. Memangnya kenapa?"
"Aku bosan di sini, bolehkah aku ikut?"
"Jika kamu bosan di sini silakan pergi saja. Tak ada yang larang, aku malah senang."
"Kamu ini jangan jadi kekasih yang durhaka. Apa kamu tidak sadar itu adalah bentuk pengusiaran secara halus?"
"Kamu yang durhaka. Aku di sana kerja, bukan untuk main-main. Jadi, mana mungkin aku mengajakmu?"
"Hmm, apa jabatanmu di sana? Dari pakaian yang kamu kenakan sepertinya cukup penting dan berpengaruh." Angela mulai menerka-nerka.
"Tentu saja aku sangat penting dan berpengaruh. Aku cleaning service," jawab Leo yang sontak membuat mata Angela membelalak.
"Mana mungkin, yang benar saja?!" Angela tampak tak percaya.
"Kamu bilang aku berpengaruh dan penting. Memang benar, jika aku tak ada … kantor akan kotor," jawab Leo enteng.
"Aku tak suka dibohongi. Katakan sejujurnya apa jabatanmu. Jika tidak…." Angela sengaja menggantung kalimatnya.
"Jika tidak, kenapa?" tanya Leo yang mulai gugup karena Angela terus mendekat ke arahnya lagi. Dengan refleks Leo mundur dan sialnya Angela terus mendekat. Leo berhenti mundur saat punggungnya sudah mencapai tembok.
"Jika tidak, kamu akan menyesal. Ayo katakan yang sejujurnya. Tidak baik membohongi kekasih," desak Angela terus sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Leo.
"Oke, aku direktur di sana," jawab Leo kaku.
Angela langsung mundur menjauh dari Leo. Untung saja Leo bisa menjawab dengan tidak terlambat. Jika telat sedikit saja, ia tidak tahu apa yang akan Angela lakukan terhadapnya. Sedangkan Angela merasa puas karena bisa dengan mudah membuat Leo berbicara jujur. Ah, betapa bahagianya Angela bisa mengendalikan pria tampan di hadapannya.
"Apa kamu juga mengizinkan aku ikut?" tanya Angela lagi.
"Maaf, untuk yang ini sepertinya tidak bisa. Tolong mengerti." Ada sedikit ketakutan yang Leo rasa karena khawatir Angela akan melakukan hal gila padanya.
"Baiklah, tapi kamu harus berjanji lain kali akan mengajakku jalan-jalan."
"Oke.” Leo mengangkat jempolnya. “kalau begitu sekarang aku berangkat, ya?" Ia melirik jam, rupanya waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Padahal seharusnya ia berangkat pukul delapan, ini semua gara-gara Angela.
"Apa kamu tidak mau makan terlebih dahulu?" tawar Angela.
Leo menggeleng, kemudian bergegas menuju pintu keluar. Saat Leo sudah mencapai ambang pintu, Angela memanggil pria itu kembali. Sontak Leo langsung menoleh.
"Apa kamu tidak pernah punya kekasih sehingga tidak tahu apa yang harus dilakukan sebelum berangkat kerja?" tanya Angela.
Leo jelas tak mengerti. "Maksudmu?"
"Cium dulu, ah!" Angela langsung mendekat dan menyodorkan pipinya.
Sebenarnya Leo merasa kaku. Namun, dengan gugup akhirnya ia mencium pipi wanita itu. Ia jadi merasa mulai tidak waras sekarang.
"Hati-hati di jalan, ya," ucap Angela. Ada perasaan aneh yang Leo rasakan terlebih Angela mengatakannya sambil tersenyum manis.
Mereka seperti melakukan aktivitas selayaknya suami istri yang hendak berpisah saat suaminya berangkat kerja. Angela menatap kepergian Leo yang mulai menjauh. Sementara Leo masih terbayang betapa sikap Angela yang begitu aneh. Kadang terlihat baik, kadang juga terlihat gila dan menyebalkan. Namun, ada satu hal yang membuat Leo semakin memikirkan ke satu arah, yakni senyuman Angela. Senyuman itu mengingatkan Leo pada seseorang. Bahkan senyuman Angela nyaris sama.
Ah, seharusnya Leo membuang jauh-jauh pikiran itu. Mana mungkin mereka orang yang sama. Wajahnya memang nyaris sama, mungkin sekitar delapan puluh persen sangat mirip. Hanya saja, sikapnya itu bagai bumi dan langit.
***
"Maafkan saya, Pak," ucap Luri dengan merasa bersalah. Luri adalah sekretaris pribadi Leo.
"Banyak pelamar ke sini, hanya saja … tidak ada yang bisa saya percaya seperti kamu. Apa gajimu kurang? Berapa nominal yang harus saya tambah agar kamu tetap di sini?”
"Maaf … ini bukan masalah gaji, Pak. Saya akan menikah, dan calon suami meminta saya berhenti bekerja."
"Apa kamu tidak berusaha membujuknya? Ayolah Luri, tetaplah bekerja di sini."
"Maaf, Pak. Saya tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya, yang pasti saya mengharapkan kerelaan hati Bapak untuk mengizinkan saya resign."
"Baiklah, jika itu yang kamu mau. Saya tidak ingin egois. Memangnya kapan kamu menikah?"
"Bulan depan. Saya masih bersedia membantu bekerja sampai akhir bulan ini, Pak. Jadi selama saya masih ada, Bapak bisa sambil mencari pengganti saya."
"Baiklah. Terima kasih sudah mematuhi prosedur sebelum resign."
"Baik, semoga Bapak bisa menemukan orang yang tepat untuk menggantikan saya."
Setelah Luri pergi meninggalkan ruangan itu. Leo langsung berpikir keras siapa yang akan menggantikan Luri bekerja di sini. Sangat sulit menemukan orang seperti Luri. Kebanyakan mereka malah mengincar menjadi kekasih Leo. Namun tidak bagi Luri. Ya, Luri tak pernah sedikit pun berminat menjadi kekasih Leo. Karena memang faktanya Luri telah memiliki kekasih. Bahkan, Leo merasa senang bisa mendapatkan sekretaris yang mampu bersikap profesional.
Leo sudah bosan dengan para wanita yang biasa mengejarnya. Leo bukan tidak menyukai wanita, hanya saja ia malas meladeni wanita genit. Dan Luri termasuk wanita yang tidak genit. Sayangnya sekarang Luri akan resign. Leo harus segera menemukan penggantinya sebelum akhir bulan. Leo harus mencari yang profesional.
Dulu, sebelum ada Luri. Sekretaris Leo itu selalu pria demi menghindar dari wanita yang tidak serius menjadi sekretaris, yang hanya memanfaatkan posisinya untuk menggoda Leo. Sampai kemudian kabar itu menyebar, kabar Leo penyuka sesama jenis. Hal itu juga didukung oleh Leo yang masih berstatus lajang. Memang Leo tak peduli akan gosip tidak penting, tapi tetap saja itu sangat mengganggu telinganya. Para karyawan dan klien memandangnya berbeda sampai pada akhirnya Luri yang menjadi sekretaris dan kabar baiknya tidak pernah menggoda.
Sekarang, yang jadi masalahnya adalah ... bisakah Leo menemukan pengganti Luri?