Main Perasaan

1026 Kata
“Kamu masih marah?” “Bukan marah, semua sudah berlalu dan saya tidak ingin itu semua kembali”. “itu bagus”. “kamu sudah punya hubungan baru lagi?” “itu bukan hal penting untuk ditanyakan. Saya ingin pulang”. “iya, kita akan pulang. Mari diminum tehnya. Saya berharap kedepannya kita bisa bekerja sama dengan baik”. “kamu akan tahu akan jawabnya”. “saya berharap hal ini. Semua baik-baik saja di antara kita”. “saya juga berharap yang terbaik” Keduanya menyelesaikan minum mereka dan kembali ke Hotel Asoka. Terlihat para tamu Pak Jeremiah masih sibuk saling bercengkerama. “Aku cari kamu dari tadi” sapa Rudi saat keduanya baru saja memasuki Lobby utama. “Saya tadi keluar cari angin”. “Kita udah mau pulang, mau ikut pulang atau?” “Saya ikut pulang”. “Ok” Mereka bertiga pun pulang bersama meninggalkan Budi Harun sendiri. Tentu itu bukan masalah bagi dia. Dia memiliki banyak kenalan disana. Budi Harun pun bergabung dengan Jeremiah untuk membicarakan masa depan bisnis yang tidak bisa diukur dengan kata-kata saja atau tebakan. Semua serba dinamis dan perlu dipastikan agar semua masih dalam pola bisa dikendalikan. Berbeda dengan 3 orang yang sedang berada di dalam mobil. Mereka sibuk bersenang-senang dan menyanyi lagu secara acak yang di playlist tape mereka. Pertemuan yang menyenangkan bagi mereka, pertemua yang membuat mereka bahagia menerima asupan gizi. “La, Uwing baik-baik saja kan? Tadi kamu terlihat tegang banget setelah jalan berdua”. Sapa Setyawan “Dia selalu begitu, membuat saya tidak nyaman. Membuat saya gugup. Terus terang, saya berencana mencabut pendanaannya”. “tidak bisa guitu dong”. Mobil terhenti ditengah keramain. Klakson belakang bersahutan-sahutan. “kita nepi, kita bicara baik-baik ini”. Mereka pun akhirnya menepi mencari warung kopi terdekat. Segera keluar mobil dan mencari tempat duduk terpojok. Seperti biasa, mereka hanya memesan kopi panas sedangkan Nirmala hanya memesan air putih saja. “Tadi ngomong apa?” Sahut Rudi kepanasan “Saya ingin cabut dari pendanaan. Saya tidak bisa berhadapan dan berurusan dengan orang itu. Semua masih terasa sakit”. “Kamu main perasaan lagi”. Kata Rudi dengan nada kecewa “Itu adanya, saya tidak bisa pungkiri”. Kata Nirmala lemas. Jiwanya masih saja terbakar dengan dendam yang tidak pernah habis. “kalau kamu cabut? Gimana selanjutnya”. “aku juga ngak bisa kerja dalam tekanan batin”. “coba kamu mikir-mikir lagi, gimana?”. Setyawan masih berusaha menenangkan hati Nirmala “aku angkat tangan. Silahkan kalian berdua melanjutkan”. “Uwing masa depan mata uang, saya yakin kalau digarap dengan baik. Itu akan berjalan sesuai dengan apa yang kamu impikan”. “saya sakit sekarang”. “kamu sudah bilang?” “rencana besok saya akan bilang”. “mau ditemani?” “tidak perlu. Hanya sebentar kok ngomongnya”. “kamu bikin kecewa, La”. Protes Rudi. Nirmala hanya diam, rasa sakitnya tidak bisa pulih meski lima tahun berlalu. “kalau memang itu keputusan kamu, saya tdak bisa menghalangi”. Kata Rudi pelan. Menenangkan Nirmala. Beginilah jadinya jika bisnis dan hati tidak sejalan. Selalu bikin kolaps. Tidak sanggup melangkah kedepan. Tidak ada lagi kata-kata yang keluar. Membuat semuanya menjadi cangung. “Ngak mau ngomong sekarang saja biar cepat kelar semua”. Nirmala hanya diam, bisu. Tidak mampu bercakap-cakap lagi. Jiwanya tergoncang, hati, pikiran dan kakinya tidak sejalan. Pikirannya menginginkan pendanaan. Hatinya menolak lelaki itu. Kakinya menginginkan langkah yang lebih baik dari ini. Semua diinginkan dan berjalan dengan baik. Pikirannya menjadi lebih baik, sehingga hatinya lebih baik dan jalannya pun bisa lurus-lurus saja. Jalanan sore itu terlihat padat kendaraan, orang lalu lalang memenuhi jalanan. Mencari jalan pulang untuk bertemu dengan keluarga dan beristirahat. Jalanan semakin melambat, kadang berhenti hanya untuk memberikan sedikit space untuk melaju lagi. Semua dilalui dengan kesabaran. Mereka menuju rumah Nirmala, mengantar Nirmala dengan selamat. Tidak ada yang terucap darinya sejak keluar dari kafe. Hanya Rudi dan Setyawan yang mengobrol apa saja yang ada dipikirannya. Keduanya mengharagai Nirmala meskipun keputusan itu terlihat egois. Itulah hati wanita yang tersakiti sulit untuk disembuhkan, selalu mengingati semua bahkan sulit untuk move on. Sulit untuk melupakan rasa sakit yang pernah singgah dan terdiam lama didalam hati. “Terimakasih”. “sama-sama”. Saat akan melajukan kendaraan,tiba-tiba Tante Ida, Ibunya Nirmala keluar. Melonggok untuk mengecek kendaraan yang singgah. “kok ngak diajak masuk temannya?”. “lagi buru-buru, ma. Ada proyek baru mereka”. Tidak percaya dengan jawaban putrinya. Ibu Nirmala langsung keluar. “Ayo singgah dulu, tante baru saja beli cumi-cumi untuk kalian. Tadi Lala pamit mau ketemu kalian jadi, seperti biasa kalian bakal ngantar Lala. Udah disiapin juga”. Keduanya tidak mau menjawab. Takut menolak tawaran yang tidak datang dua kali. Apalagi mereka sudah keseringan datang dan pergi dari rumah ini. “Ayo masuk. Sudah lama kalian juga ngak singgah. Biasanya dulu makan siang disini”. Akhirnya mereka memakirkan mobilnya di garasi. Keduanya hanya bisa nyengir kuda, udah lama juga tidak pernah merasakan makanan Tante Ida. “sekalian ngobrol-ngobrol dulu. Lama tidak berkabar”. “Sekarang santai saja dulu ya. Terserah mau apa kalian. Tante mau masak dulu yang enak-enak untuk kalian”. “Alhamdulillah”. “Lala, nih ada teman kamu”. Tidak ada jawaban dari Nirmala. “La?”. Panggil tante Ida penasaran dengan kondisi putrinya “Ngak apa-apa tante, nanti keluar juga kok”. “Om, dimana tante?” “dijalan, sebentar lagi sampai di rumah. Kalian nyantai-nyantai aja dulu”. Merekapun bersantai di ruang TV sambil menonton berita secara ajak, sekali-kali tante ida keluar hanya untuk ngobrol secara acak pula. Menanyakan kabar keluarga, pekerjaan dan hal-hal yang sudah berlalu. setelah sejaman di dalam kamar, akhirnya Nirmala keluar. “Tuan putri sudah keluar, tante”. “apaan sih” “masih ngambek”. “Ma, mereka itu punya proyek baru, milyaran rupiah. Malah mama suruh singgah, buang-buang waktu”. Kata Nirmala melaporkan diri “Proyek apa?” Teriak Tante Ida
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN