Perangkap

958 Kata
Rasa panas kembali menjalar di hatinya, seakan rasa itu membuat demam dirinya. Selama ini dia menghilang tidak pernah bertemu, saat bertemu semua bergejolak tidak tahu arah. Seakan meminta kepastian dari hati yang tercampakkan. Dan Nirmala menolak semua itu, sekuat apapun dia akan tetap pada pendiriannya bahwa semua adalah masa lalu yang menjadi sebuah museum di hatinya sendiri. Tidak pernah ada kejelasan diantara mereka dan hanya mereka yang memahami semua adalah sebuah perasaan yang saling tidak mempercayai perasaan masing-masing. Mereka pun memasuki area peralatan rumah tangga. Tidak tahu apa yang akan mereka dapatkan di sini. Seakan semua adalah sebuah pajangan yang indah dan menyennagkan untuk dilihat. Hanya saja, mereka belum membutuhkan untuk menganti peralatan yang ada di rumah. Keduanya hanya menikmati, berjalan diantara lorong-lorong barang antik yang menggemaskan. Rasanya sangat indah memiliki mereka, meletakkannya diatas buffet hanya untuk menikmati keindahan yang terus terpajang tanpa pernah usang dan pudar. “Mama ngak pengen beli ini”. Kata Nirmala menunjukan sebuah barang antik. Sebuah mangkok yang terlihat seperti berlian dengan hiasan bunga kecubung “Ini bagus banget”. Kata Mama ikut memperhatikan mangkok tersebut. “Bisa dipakai untuk sop, Ma”. Imbuh Nirmala “Oh, Iya”. “Jangan sekarang membelinya, Lain waktu. Saat kita benar-benar menginginkan. Karena saat ini kita masih punya mangkok mawar di rumah”. Kata Mama tersadarkan diri. Mama memang memiliki beragam koleksi mangkok mewah. Biasanya digunakan saat tertentu. Baik di hari special, maupun hanya digunakan untuk menikmati keindahan dan kemewahan makan di rumah. Bisa dikatan hanya untu memanjakan suasana di rumah. Mereka terus berjalan, menyusuri toko-toko yang tersedia. Mereka hanya memperhatikan, sekali-kali masuk ke dalam dan melihat-lihat benda-benda baru yang mewah dan mahal. Rasa mahal dapat dilihat dari kelembutan, kehalusan, tekstur, corak, kerapian dan kekuatan kain. Semua menjadi begitu indah dan menawan seakan mencirikan orang-orang yang sayang terhadap benda-benda mereka. Mereka terus berjalan mengelilingi toko toko yang menawarkan beragam kesenangan hidup. Tidak dirasa dua jam berjalan terus menerus membuat mereka lelah. Mereka pun mampir di salah satu restaurant yang menawarkan kelezatan daging yang dimasak konro. Konro menjadi salah satu makannan mewah dan istimewah, kelembutan dagingnya dan kelezatan rempahnya yang menyatu menjadi terasa sangat lezat. Hidangan ini memang sangat dinikmati oleh semua kalangan. Mereka makan dengan lahapnya, hingga tetes terakhir. Membuat keduanya sangat kenyang dan bersemangat untuk berburu barang-barang baru lagi. “Mama mau beli apa?” Tanya Nirmala di akhir santapannya. “Mama sudah kenyang, tidak ingin beli apa-apa. Hanya ingin jalan-jalan saja”. Mama tadi ingin belanja dengan sangat bersemangat, nyatanya hanya mendapatkan parfum. Semua menjadi sebuah mood booster saat perjalanan adalah sebuah kesenangan dan kesenangan adalah sebuah naluri dari nafas kehidupan yang terus menjadi bagian dari sebuah perjalanan kehidupan. Mereka beriringan untuk menuju ke rumah dengan menggunakan taksi online yang sedang berjaya di kota ini. Taksi tersebut lumayan membuat semua orang senang dan bahagia dengan segala layanan dan kemudahan yang sangan memanjakan para penumpangnya. Hari yang sangat menyenangkan adalah semua kemudahan adalah sebuah paket dari perjalanan yang terus terngiang dari sebuah perjalanan yang menyenangkan. Menyenangkan untuk dilalui dan ingin selalu disana. Sekembalinya di rumah,Nirmala kembali ke kamar meletakakan parfum bufetnya. Pertemuanya dengan Budi Harun mash terngiang. Hari ini dia bertemu lagi dengannya. Mengapa dunia ini selebar daun kelor. Untuk apa juga dia bertemu denganya, seharusnya hari ini adalah pertemuan dan rapat dengan Setyawan dan Rudi mengenai penentuan dana yang telah diperjuangkan selamanya. Seandainya, tidak ada seandainya. Tidak boleh berandai-andai hanya untuk mendapatkan sebuah keuntungan yang bukan miliknya. Semua adalah takdir yang tidak bisa ditolak atau diterima dengan semua keinginan pribadi, semua adalah alam semesta untuk menjadi sebuah kejayaan yang diidamkan dan keputusan adalah sebuah kemauan yang kuat dari hati. Dia pun diam di kamar, semua scan kehidupan berlalu lalng meghempaskan rasa lelah. Tok-Tok-Tok “Nak”. Panggil ibu pelan seakan meminta izin untuk memasuki kamarnya. “Iya”. Jawabnya pelan juga seakan tahu kemana akan pembicaraannya. Mama duduk di tepi ranjang melihat kea rah putrinya, sepertinya lelah. “Kamu baik-baik saja kan?” “Iya, Ma”. “Maafkan mama, memaksa kamu untuk menemani ke mall”. Nirmala hanya diam. Diam sejenak tidak menjawab kata mama. Mood-nya sedang tidak ingin membahas semua yang telah terjadi, dia hanya ingin diam dan diamnya menyelesaikan semuanya. “Mama tidak bermaksud untuk membuat kamu bersusah hati”. “Ma, aku tidak mengerti”. Hanya jeda yang terjadi diantara keduanya. Sang Mama merasa bersalah karena telah membuat Nirmala bertemu dengan Budi Harun yang menyebabkan dia tidak mampu untuk berkomunikasi dengan baik, bahkan moodnya mulai berubah. Nirmala ingin semua berlalu dengan begitu saja tanpa ada sesal, tanpa ada perang batin, tanpa ada gesekan antara dia dan yang lain. “Saya tidak mengerti, Ma. Semuanya sudah berlalu lima tahun yang lalu. Kenapa semua kembali seperti ini. Saya menolak pendanaan karena ini. Perasaan sakit ini tidak bisa sembuh. Daripada semua membuat saya tidak nyaman lebih baik saya mengundurkan diri secara personal. Saya tidak ingin sakit lagi”. Hening. Keduanya terdiam. Perkara hati adalah perkara yang sulit. Semua butuh kejelasan. Penerimaan, bahwa yang terjadi sudah hanyut dan tidak akan kembali. Nyatanya yang hanyutkembali pulang tanpa diminta. Menjadi perangkap untuk melangkah. Kisah yang tidak pernah selesai. Minta diselesaikan. “Bertemulah dengannya dan bicarakan semua”. “Ma, saya perempuan. Tidak”. “Ini semua tidak akan sembuh”. Kata mama memahami perasaan putrinya “Tidak, Ma”. “Bicaralah baik-baik. Tanyakan apa yang perlu kamu tanyakan. Katakan yang perlu kamu katakan. Jika, seperti ini. Semua akan mengendap dan menjadi duri di hatimu. Bertemulah sekali dengannya”. Nirmala hanya bisa terisak, hal yang tidak mungkin dia lakukan diminta untuk melakukan hanya karena rasa. “Tidak, Ma. Saya tidak akan meminta untuk bertemu dan berbicara dengannya”.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN