MULAI ADAPTASI

2072 Kata
Ika dan Firza berada di rumah yang mereka tempati berdua setelah menikah, rasanya memang berdeba. Mereka yang dulu tinggal masing-masing seolah dipaksa untuk tinggal satu rumah, tapi ini namanya kewajiban setelah menikah. Jadi mau tidak mau mereka harus tetap tinggal berdua. Ika harus beradaptasi menjadi ibu rumah tangga yang baik, begitu juga dengan Firza yang harus bisa menjadi imam dalam rumah tangga ini. Seperti pagi hari ini, matahari tampak malu-malu untuk menunjukkan jati dirinya. Ini artinya masih sangat pagi, Ika sudah berkutat dengan peralatan dapurnya. Dirinya sibuk memasak untuk sarapan pagi nanti, beberapa macam masakan sudah dirinya buat bersama dengan pembantu. Rasanya cukup capek, tapi ini adalah kewajibannya sebagai seorang istri. Artinya tidak ada kata capek, mungkin saja hanya kurang terbiasa. Ika berusaha memberikan masakan terbaik untuk Firza, walaupun capek tetap ia jalani dengan baik. Firza sendiri masih tidur, sengaja ia tidak membangunkan Firza. Karena dirinya tahu pasti dia capek, maka dari itu ia membiarkan dia tetap tertidur. Mungkin jika ia sudah selesai masak, dirinya akan membangunkan Firza. Pagi ini dirinya memasak nasi goreng, dengan laur telur ceplok. Ada juga s**u dan buah-buahan yang sudah lebih dulu dirinya sajikan di atas meja. Sendirinya juga menggoreng nugget dan sosis, dirinya benar-benar berharap suaminya itu suka dengan masakannya. Di rumah ini hanya ada dirinya dan Firza saja, ia tak memiliki pikiran untuk menggunakan pembantu atau semacamnya. Selagi semua bisa dirinya lakukan ia tidak akan menggunakan semua itu. Lagian kita semua tidak akan tahu seberapa besar kemampuan kita jika kita tidak mencobanya terlebih dahulu. Kembali lagi ke topik utama, sekarang semua makanan sudah terjadi di atas meja makan. Tentunya bibi yang membantu menyiapkan ini semua. Ika tersenyum puas melihat hasil kerjanya pagi ini, dirinya tidak sabar untuk memakannya bersama dengan sang suami. Dirinya pun segera bergegas menuju ke kamar untuk memanggil Firza. Sementara di dalam kamar, Firza terbangun. Ia teringat jika malam tadi tidur bersama dengan istrinya, tapi sekarang ia tidak mendapati sang istri di sebelahnya. Tiba-tiba ia mendengar suara pintu terbuka, ia menoleh ke samping dan mendapati Ika berjalan ke arahnya. Ia pun tersenyum ke arah Ika, dia lantas duduk di sebelahnya. “Aa, aku udah masak buat kita sarapan nanti,” ucap Ika. Suaranya begitu lembut, tentu sangat menenangkan bagi Firza. “Sayang, aku tidak menyuruh kamu masak. Andai aku tahu kamu akan masak, pasti aku tidak akan mengizinkan kamu memasak,” ucap Firza. Ika tersenyum. “Ini sudah menjadi tugas aku sebagai seorang istri. Aku harus melayani kamu dengan baik, lagian aku udah biasa masak buat sarapan,” sahutnya. “Aku takut kamu kecapean, aku enggak apa-apa jika kita membeli sarapan dari luar. Asalkan kamu tidak kecapean, pasti kamu bangun pagi-pagi sekali,” ucap Firza dengan nada khawatir. “Udah A, aku nggak apa-apa dan enggak akan kenapa-napa. Jadi kamu tidak perlu khawatir sama aku, sekarang kamu cuci muka dan kita akan sarapan bersama. Aku mau kamu cicipi masakan aku untuk yang pertama kalinya, semoga saja rasanya tidak mengecewakan,” ucap Ika dengan tawaan kecil. Firza tersenyum dan mengelus puncak kepala Ika. Sekarang ini pasangan suami istri itu sudah berada di meja makan, dengan telaten Ika mengambilkan Firza nasi goreng yang sudah dirinya buat berserta lauknya. Firza sendiri sudah memakai pakaian kerja, tentu saja Ika yang menyiapkan. Ika juga yang membantu Firza memasangkan dasi di lehernya. Perawat demi perlahan Ika sudah paham apa saja tugasnya sebagai seorang istri. Sementara Firza begitu senang karena dirinya sudah tak lagi kesepian. Waktu waktu 15 menit sampai makanan yang mereka makan habis tak tersisa. Firza begitu menikmati semua ini, rasanya masakan Ika amat sangat enak, tak hanya itu saja, sarapannya kali ini ditemani oleh Ika. Rasanya berbeda sebelum dan setelah dirinya berumah tangga, sedikit canggung tapi masih bisa diatasi. Ika juga memerankan tugasnya dengan baik sebagai seorang istri. Sekarang ini Firza dan Ika berasal di depan pintu, Firza tampak memeluk Ika dengan erat. Rasanya ia enggan meninggalkan Ika di rumah. Tapi dirinya juga harus bekerja dan tidak bisa cuti terlalu lama. Walaupun ia sangat-sangat ingin menghabiskan waktu dengan Ika di rumah. “Aa, kamu berangkat kerja aja. Nanti takutnya kamu telat, setelah pulang kerja kita bisa menghabiskan waktu berdua lagi,” ucap Ika yang saat ini membalas pelukan hangat yang diberikan oleh Firza. Sekarang mereka sudah sah, jadi melakukan apapun tidak ada batasannya. “Tapi aku masih mau menghabiskan waktu bersama dengan kamu. Nanti bagaimana kalau aku rindu kamu? Apalagi jika banyak pekerjaan aku akan pulang lembur,” sahut Firza dengan sedikit nada manja. Ika tertawa pelan. “Kamu berangkat kerja loh, udah bicara kangen aja. Nanti pulang kita ketemu lagi kok, kalau kamu nggak kerja takutnya pekerjaan kamu makin numpuk. Berakhir kamu sakit karena kebanyakan pekerjaan, nanti makan malam kita bertemu lagi,” sahutnya. Akhirnya Firza menghela nafas pelan. “Yaudah, aku berangkat kerja dulu. Tapi kamu janji sama aku untuk tidak melakukan pekerjaannya yang membuat kamu capek, intinya dengan melakukan pekerjaan berat atau membersihkan rumah. Aku menjadikan kamu istri bukan untuk menjadi pembantu, malainkan aku ingin kamu menemani aku sampai akhir nafas ini,” ujarnya. “Iya A, terimakasih banyak atas semuanya,” sahut Ika. Firza mengecup lama puncak kepala Ika. “Aku usahakan segera pulang, pasti aku tidak bisa di kantor lama-lama karena rindu dengan kamu. Intinya jaga diri kamu baik-baik, semisal ada sesuatu yang terjadi kamu langsung hubungi aku. Jangan sungkan untuk menelpon aku kapanpun kamu mau. Karena akan aku usahakan untuk menjawab telepon dari kamu,” ujarnya. Ika mengangguk, sampai akhirnya Firza berangkat ke kantor setelah drama pagi hari. Ika bersyukur sekali memiliki suami seperti Firza. Dia begitu sayang kepada dirinya, bahkan dia tidak membiarkannya membersihkan rumah ini. Sekarang waktunya makan siang, rencananya Ika akan datang ke kantor suaminya dengan membawa bekal untuk dirinya dan Firza makan di kantor nanti. Kedatangan yang ke sini dengan sengaja tidak memberitahu Firza, karena dirinya ingin memberikan kejutan untuk suaminya itu. Jadi setelah selesai memasak ia langsung bergegas ke sini. Sekarang dirinya berada di dalam lift menuju ke ruang kerja Firza, tadi ada beberapa karyawan yang sudah menunjukkan kepada dirinya di mana letak ruang kerja Ika. Juga beberapa dari mereka menawarkan diri untuk mengantar dirinya, tapi ia menolak. Karena ini waktunya istirahat, kasihan jika mereka harus mengatakan dirinya. Jadi selagi bisa dirinya sendiri saja. Sampai akhirnya dirinya sudah sampai di ruang kerja sang suami, dengan segera ia masuk ke dalam. Pemandangan pertama yang dirinya lihat adalah Firza duduk berandar di kursi kerjanya dengan kepala mendongak ke atas. Sepertinya dia belum sadar akan keberadaannya. “Aa,” panggil Ika. Sementara Firza yang terkejut langsung merubah posisinya menjadi duduk sempurna. “Ika, kamu kok bisa ada di sini?” tanya Firza dengan nada terkejut. “Iya Aa. Aku sengaja datang ke sini tidak memberitahu kamu karena aku mau memberikan kamu kejutan,” jawab Ika. “Astaga. Seharusnya kamu kasih tahu aku jika kamu datang ke sini, aku bisa suruh seseorang untuk jemput kamu. Untung saja kamu tidak kenapa-napa di jalan,” sahut Firza. Ika tersenyum kecil. “Aku datang bawa makan siang untuk kamu, karena kamu pasti sibuk kerja dan melupakan jam makan siang kamu. Maka dari itu aku datang ke sini, Sebentar aku siapin makanannya dulu,” ujarnya. “Enggak usah, biar aku aja yang menyiapkan semuanya,” ucap Firza. Karena pasti Ika capek perjalanan ke sini. Andai saja dirinya tahu dia akan datang, pasti dirinya menyuruh orang untuk menjemput Ika di rumah. Apalagi ruang kerjanya berada di lantai paling atas. “Enggak usah Aa. Biarkan aku saja yang menyiapkannya, kamu duduk aja di sini. Aku tahu kamu pasti capek,” sahut Ika. Pada akhirnya makan siang sudah tersaji di atas meja, sebenarnya Firza enggan untuk makan. Karena dia memikirkan masalah yang terjadi di kantor, tapi Ika menyuapi dirinya. Jadi mau tidak mau ia makan makan siang, karena ia juga tidak mau merusak suasana ini. Dirinya harus bisa menghargai Ika yang sekarang berstatus sebagai istrinya. Jika biasanya dirinya melewatkan makan siang, sekarang tidak lagi. Ia tidak marah karena Ika datang ke sini. Malahan ia senang, semangatnya kembali tumbuh ketika melihat Ika ada di sini. Tak hanya itu saja, ia bisa makan bersama dengan Ika. Sekarang ini Ika menyuapi dirinya dengan telaten, Ika adalah wanita yang sangat penyayang. Tidak salah ia menjadikan Ika sebagai istrinya. “Aa, kamu mau tambah nasi lagi?” tanya Ika. Karena makanan yang ada di atas piring sudah habis, dan dibalas gelengan oleh Firza. “Terimakasih udah datang ke sini dan membawa makan siang untuk aku,” ucap Firza. Sekarang posisi mereka saling bertatapan, Firza menggenggam kuat tangan Ika. Mereka saling pandang, mata mereka saling bertemu. “Aa? Kamu enggak marah aku datang ke sini?” tanya Ika. Sebenarnya hanya itu yang ingin dirinya tanyakan kepada Firza. “Untuk apa aku marah? Malahan sudah seharusnya aku merasa senang ketika kamu datang ke sini, itu artinya kamu sangat peduli kepadaku. Juga seharusnya aku yang berterima kasih kepada kamu, karena kamu mau datang ke sini dan membawakan makan siang. Kamu pasti capek dan aku minta maaf akan hal itu,” sahut Firza. Ika tersenyum. “Aku sama sekali nggak merasa capek, ini sudah menjadi tugas aku sebagai seorang istri. Lagian aku lebih suka makan bersama dengan kamu ketimbang makan sendiri, berkat aku datang ke sini aku jadi tahu di mana letak ruang kerja kamu,” ujarnya. “Kamu memang istri yang sangat baik, aku amat sangat bangga memiliki kamu,” sahut Firza. Diperlakukan seperti ini saja sudah membuat Ika merasa bahagia, ternyata bahagia itu tidak selalu dengan hal mewah. Bahkan hal sederhana saja bisa membuat kita bahagia tanpa kita sadari. Jadi kita harus pandai-pandai dalam bersyukur. Hari sudah mulai sore, Ika masih berada di ruang kerja Firza. Dirinya tidak pulang karena mau menunggu Firza selesai bekerja. Jadi dirinya dan dia akan pulang bersama, banyak hal yang ia lakukan di sini. Mulai dari membaca buku sampai bermain ponsel, dirinya tadi juga berbicara banyak bersama dengan suaminya. Tentu saja membicarakan hal-hal seputar keseharian. Firza juga tampak senang karena bekerja ditemani oleh sang istri, rasanya dirinya tidak capek seperti biasanya Jika bekerja sendirian. Apalagi istrinya itu sangat enak jika diajak berbicara, tanpa sadar pekerjaannya sudah. Yang menggelar nafas lega dan menutup laptopnya. Setelah itu ia menghampiri istrinya duduk di sofa yang ada di seberang sana. “Aa, kamu udah selesai kerjanya?” tanya Ika. Firza mengangguk. “Aku udah selesai kerjanya. Mau pulang sekarang atau nanti?” tawar Firza. “Sekarang aja deh, aku juga mau masak buat makan malam kita,” jawab Ika. “Kamu tidak perlu memasak, kita bisa membeli makan lalu kita bawa pulang. Lagian kamu pasti capek menunggu aku kerja sampai sore begini, jadi malam ini kita beli makan di luar saja,” balas Firza. Sampai akhirnya Ika mengangguk, karena dirinya tidak mau berdebat dengan sang suami. Mereka berjalan keluar dari ruangan ini secara beriringan, Firza tidak mau melepaskan tangan Ika sampai mereka masuk ke dalam mobil. “Kamu mau mampir ke suatu tempat?” tanya Firza. Ika tampak berpikir sejenak. “Kayaknya aku mau mampir ke supermarket deh, stok s**u di kulkas hampir habis. Sama ada beberapa sayuran kesukaan kamu yang habis, jadi semua mau aku beli di supermarket,” ujarnya. “Yaudah, kita nanti mampir ke sana ya. Kamu bisa beli apapun yang kamu mau,” jawab Firza. Mobil yang mereka naiki melaju membelah jalanan kota yang cukup padat karena ini jam pulang kerja, pernikahan mereka memang baru seumur jagung. Mereka juga tidak pacaran lama dan langsung memutuskan menikah, tapi itu tidak membuat rasa saling sayang mereka kepada satu sama lain luntur. Malahan mereka semakin erat menyayangi dan menjaga satu sama lain. Firza sendiri sudah berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak menyakiti Ika, bahkan dirinya sudah jika Ika akan menjadi perempuan terakhir yang dirinya miliki. Ika sudah sah menjadi istrinya, mau bagaimanapun yang terjadi dia akan terus bersamanya. Tidak ada yang bisa memisahkan mereka berdua kecuali takdir kematian, bahkan mereka sudah berjanji untuk tidak meninggalkan satu sama. Berjalan menuju jalan kebenaran, melalui semua rintangan yang terjadi kedepannya bersama-sama tanpa memikirkan apapun itu. Ini bukan akhir dari kisah mereka, malahan ini awal dari semua yang membahagiakan. Tidak pacaran dan langsung menikah bukanlah hambatan untuk memiliki keluarga yang bahagia. Malahan itu jembatan yang bisa membuat langkah mereka tidak memiliki halangan. Intinya jangan mengukur Kebahagiaan dari segi kemewahan saja, karena kebahagiaan bisa datang di mana dan kapan saja. Jika Kebahagiaan tidak datang maka carilah sendiri, Ika bersyukur memiliki Firza. Masing-masing dari mereka juga bersyukur memiliki satu sama lain, karena belum tentu juga di luaran sana ada orang yang paham bagaimana sikap dan sifat kita.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN