Sofia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Lontaran Hanif 1 jam yang lalu benar-benar mengganggu dalam pikirannya. Benarkah tanpa sepengetahuannya Daniel telah meninggalkannya? Yang artinya mulai sekarang ia harus hidup mandiri dan tak bisa meminta bantuan apapun dengannya? Jika Daniel memang sudah menikah, semua sudah berakhir. Ia tidak bisa lagi berharap apapun padanya. Terutama soal perlindungan
"Sofia awas!"
Bruk!!!
Tanpa sadar Sofia menyebrangi jalanan raya dalam keadaan melamun. Tubuh Sofia terasa nyeri. Seorang pengendara motor menjalankan motornya dengan kecepatan tinggi.
Tubuh yang terasa sakit, kaki yang sulit untuk di gerakkan. Membuat tubuhnya melemah. Lengan yang terluka bahkan mengeluarkan darah. Sofia berusaha memperjelas pandangannya, namun yang sempat lihat adalah raut wajah Farras yang begitu panik berlari mendekatinya sebelum semua pandangannya menjadi gelap.
"Adelard... " bisik Sofia lemah.
****
"Sofia.. Maafkan aku.."
Daniel syok. Kini, ia menatap gadis kecil yang ia anggap keras kepala sejak dulu sedang terbaring lemah. Sofia sudah berhasil melewati masa kritisnya. Kepala wanita itu sudah terbalut perban dengan salah satu kakinya yang di gips.
Farras juga sama syoknya. Ia adalah saksi mata kejadian musibah kecelakaan yang di alami Sofia siang ini. Begitu Farras mengetahui Sofia kecelakaan, ia langsung menghubungi Daniel. Hanya dia, yang Farras tahu orang yang dekat dengan Sofia.
"Alhamdulillah pengendara itu sudah di bawa ke kantor polisi. Saat ini pihak kepolisian sedang menyelidikinya."
"Alhamdulillah. Rasanya aku ingin menghajar pria itu karena sudah melukai Sofia."
"Aku mengerti bagaimana perasaanmu, Daniel. Tapi kita harus bersabar dalam musibah ini. Allah sedang menguji kita. Biar Allah yang akan membalas perbuatannya karena sudah mendzolimi Sofia."
Daniel hanya bisa diam. Sebenarnya Farras penasaran sejak tadi tentang asal usul pria yang ada di sebelahnya ini bersama Sofia. Mereka terlihat sangat dekat seperti sepasang kekasih. Tapi nyatanya tidak.
"Adelard.."
"Sofia?"
Daniel langsung mendekati Sofia. Ia duduk di samping brankar pasien. Farras pun langsung ambil tindakan.
"Aku akan panggil Dokter."
Daniel hanya mengangguk dan membiarkan Farras pergi. Setelah Farras pergi ke luar ruangan, ia mulai memikirkan banyak hal. Terutama mendengar Sofia memanggilnya Adelard.
"Adelard?" ulang Farras lagi.
****
Nafisah tidak tahu harus bereaksi apa. Hanif memang suka berbicara seenaknya. Tapi ntah kenapa, ucapan pria itu terlihat serius. Laptop sudah menyala sejak tadi. Nafisah belum melakukan apapun pada pekerjaannya.
Akhirnya Nafisah berubah pikiran untuk melanjutkan kerja samanya dengan Penerbit itu. Lagian kalau di pikir-pikir, siapa yang mau bersusah payah mencari uang 20 juta hanya untuk membayar denda?
Daniel memang keterlaluan. Selain dia setan berwujud manusia, pria itu juga licik mempermainkan dirinya.
"Daniel..." Nafisah menghela napasnya dengan kasar.
Bisa-bisanya sepupunya yang 11 12 dengan Daniel itu menuduhnya sudah menikah dengan pria nggak tahu diri dan sopan santun itu.
"Jadi itu benar?"
Nafisah menoleh ke samping. Hanif datang sambil membawa nampan berisi 2 gelas yang berisi moccacino panas.
"Apanya yang benar?"
"Kamu udah nikah sama dia?"
"Apakah nggak ada pertanyaan lain?"
"Nggak ada." Hanif duduk di hadapan Nafisah. "Kuberi tahu padamu, Nafisah. Pria itu sangat berbahaya. Aku khawatir karena dia tampan, wanita sepertimu malah terjatuh dalam pesonanya."
"Itu akan menjadi hal terbodoh yang akan aku lakukan bila itu terjadi, Mas Hanif. Aku tidak mau terjatuh lagi di lubang yang sama. Lagian.."
Sejujurnya ia juga merasa was-was karena kata sepupunya itu, Daniel sudah mualaf. Namun memang dasar ia bisa menempatkan di situasi sekarang, Nafisah mencoba bersikap biasa saja.
"Lagian kalau aku sudah menikah, Tidak mungkin sekarang aku sendirian, kan?"
"Mulai sekarang aku yang akan menjagamu dimana kamu berada. Terutama ketika berada di luar sendirian."
"Mas tidak perlu repot. Aku bisa menjaga diriku sendiri. Allah bersamaku."
"Allah memang selalu bersama kita, Naf. Tapi kamu butuh ikhtiar juga. Aku hanya tidak ingin kamu terluka."
Sejenak, Nafisah dan Hanif sama-sama menatap satu sama lain. Ucapan Hanif tadi ntah kenapa membuat perasaannya campur aduk. Ada rasa menghangat di hatinya karena pria di hadapannya ini begitu baik dengannya. Namun disaat yang sama, kenapa juga ia merasa takut?
Takut kalau pria di hadapannya ini akhirnya jatuh cinta padanya. Iya atau tidak, tapi tidak ada yang bisa mencegah bila itu terjadi pada sepupunya.
****
Mencoba bersikap biasa biasa saja, nyatanya tak mudah. Seperti sekarang ini, sudah 3 hari ia tidak bertemu Nafisah. Akibat ancaman wanita itu, kenapa ia jadi pengecut?
"Keterlaluan kamu Nafisah.. Di saat yang sama, kenapa kamu membuatku takut kehilanganmu sekaligus rindu padamu?"
Daniel menenggak air mineral di tangannya. Saat ini ia sedang duduk sambil menata paket konsumen sesuai rute alamat yang akan ia jalani nantinya agar tidak bingung apalagi bolak balik arus yang ia lewati nantinya. Beginilah jadi kurir ekspedisi. Semua yang ia kerjakan tidak sebanding dengan kekayaan yang ia miliki. Daniel seolah-olah menjadi orang kaya yang lagi gabut hanya untuk bisa merasakan pekerjaan yang berbeda.
"Mana Hanif? Jam segini belum datang."
"Mungkin dia sedang sibuk bersama adikknya."
"Adik? Bukankah dia hanya anak tunggal?"
"Ini adik sepupu."
"Seorang wanita?"
"Iya. Janda.."
"Wah, itu menarik."
Daniel menggeram kesal. Tanpa sadar ia memasukkan packing konsumen ke dalam bag nya dengan asal dalam sekali banting. Padahal nyata-nyatanya ia melihat dengan jelas ada stiker Jangan Di Banting.
Daniel seolah-olah tidak perduli. Justru saat ini rasanya ia ingin membanting pria yang ada di sampingnya ini. Bisa bisanya ia tertarik dengan wanita nya. Miliknya
"Jangan mendekatinya, Bro. Aku dengar Hanif begitu overprotektif kepada siapapun yang mendekati adiknya. "
"Sombong sekali Hanif. Dia berlagak seperti seorang suami saja. Ah, kamu ada nomor Hanif? Sepertinya aku harus berkenalan dengan adik sepupunya itu. Seleraku memang suka yang janda."
"Kebetulan aku ada nomor ponselnya." sambung Daniel tiba-tiba.
"Ah kamu anak baru?"
"Iya. Salam kenal.."
Pria itu terlihat tertegun melihat Daniel. Daniel terlihat mencolok dari orang-orang di sekitar sana karena dia adalah bule warganegara asing.
"Ini nomornya.." Maka Daniel pun memberikan nomor Nafisah dengan enteng.
Pria itu terlihat senang. Bahkan cengiran wajahnya terlihat menjijikkan bagi Daniel.
"Terima kasih.." Pria itu mendekati Daniel dan berbisik. "Darimana kamu mendapatkannya? Apakah kamu mengenalnya?"
"Tentu saja aku mengenalnya."
"Bagaimana fisiknya? Janda lebih menantang daripada gadis perawan."
Brengsek! Batin Daniel.
"Kamu bisa lihat sendiri nantinya."
"Oke. Aku antaran dulu. Semoga betah dengan profesi barumu.."
Daniel hanya mengangguk. Pria itu pergi dengan senang seperti baru saja mendapatkan hadiah. Setelah itu Daniel tersenyum miring, tentu saja ia tidak bodoh karena nomor yang ia berikan tadi bukan nomor Nafisah. Melainkan nomor ponselnya sendiri.
"Mungkin dia bosan hidup sehingga mencari mati denganku..."
****
??? temen Hanif tadi, dia gak nyadar siapa lawannya..
Halo makasih sdh baca ya.. Maaf kemarin gak update ??
Sehat selalu buat kalian. Jgn lupa di Vote, supaya cerita ini ratiingnya insya Allah bagus.
Komentar juga boleh banget ?
With, Love Lia
Instagram : lia_rezaa_vahlefii