Malika 1
PART-1
“Kak Malik!” teriak si kembar saat ada kakak sepupunya di depan rumah.
Cowok berusia tujuh belas tahun berparas tampan itu tersenyum menatap si kembar-adik sepupunya. Ia melambaikan tangannya menyuruh si kembar segera menghampirinya, si kembar sudah berpakaian rapi dengan tubuhnya berbalut seragam berwarna merah dan putih. Bertepatan dengan itu Zena keluar dari dalam rumah sambil menggandeng Juna yang sepertinya masih mengantuk.
“Cantik-cantiknya adik kakak.” Malik merapikan dasi si kembar secara bergantian.
“Yang pasti Salma paling cantik,” kata Salma seraya tersenyum lebar menampilkan deretan gigi mungilnya berwarna putih rapi.
“Sama-sama cantik kok. Kalau Salma nakal jadi Salma jelek.” Malik terkekeh pelan sambil mencubit pipi Salma gemas.
“Malik.” panggil Zena saat sudah berada di depan keponakannya itu.
“Eh Bulek.” Segera Malik mencium punggung tangan Zena.
“Maaf ya, ngerepotin kamu lagi. Mereka ribut pengen dianter sekolah sama kamu, Malik.” Zena tersenyum melihat Malik yang makin lama tubuh Malik makin tinggi persis seperti Angga.
“Tidak papa kok bulek, santai aja aku mah. Kan jarak sekolah mereka juga lumayan deketnya,” ucapnya Malik santai.
“Lumayan gundulmu itu, lha wong jarake 2 km!” Zena menepuk bahu Malik kasar.
“Slow dong, Bulek.” Malik tak merasakan sakit kena pukulan Zena karena tubuhnya berotot. Sering fitnes gratis di rumah Pandu, suami Zena.
“Bilang aja mau tambah uang saku ke bulek.” Tebak Zena pada Malik. Zena mengeluarkan dompetnya lalu memberikan lembaran dua ratus ribu pada Malik.
“Hehe tau aja.” Malik menerima uang itu dengan senang hati.
“Jangan bilang papa kamu lho, nanti enggak bulek kasih lagi.” Ancam Zena pada Malik.
“Siyap, Bulek.” Malik memberi hormat pada Zena. Zena gemas melihat Malik itu langsung tangannya mencubit pipi Malik.
“Ya sudah hati-hati, adiknya dijaga yang baik.” Zena tersenyum menatap Malik tengah berpamitan pada Juna.
“SIYAPP BOS!” Malik membalikkan badannya, ia menatap si kembar yang merasa jengkel menunggunya berbincang dengan Zena.
“Jelek nih muka!” Malik mencubit pipi si kembar bergantian.
Kemudian ia menaiki motor maticnya dan menyuruh Salma duduk di depan sebab anak itu paling sulit dibilangi sedangkan Silma adalah anak penurut jadinya merasa aman saja kalau duduk di belakangnya. Jika kalian pikir Malik menaiki motor sport itu salah, Malik malah lebih memilih motor matic karena papanya tak mau memberikan uang bensin padanya jika memakai motor sport.
Angga takut jika anaknya ikut balap liar jadi lebih baik ia membelikan motor biasa pada Malik setelah Malik mempunyai SIM.
Malik tak masalah memakai motor matic dibanding teman-temannya yang rata-rata memakai motor sport, lagian banyak yang ngantri minta bonceng padanya. Parasnya tampan itu adalah kelebihannya dan lihat dulu sikapnya nanti.
Malik menjalankan motornya dengan kecepatan sedang karena keselamatan adiknya itu yang utama. Ia santai saja karena dapet uang bensin dari Zena.
“Mbar, yok nyanyi!” teriak Malik agar si kembar mendengar ucapannya.
“Yoh!” sahut Salma semangat sambil mengancungkan jempolnya.
“LALALALALA!” teriak si kembar semangat. Lagu andalan mereka pun dimulai, si kembar dan Malik yang sama-sama tak punya rasa malu itu bernyanyi dengan suaranya kerasnya.
“WOY!” sahut Malik bersuara keras. Suaranya seperti membentak orang atau lagi marah-marah.
“LALALALALA!”
“WOY!”
Mereka melanjutkan bernyanyi ya bernyanyi hanya kalimat itu saja di tengah perjalanan menuju sekolah. Mereka tak memperdulikan banyak orang menatapnya aneh. Malik menjalankan motornya sangat lamban sekali tak peduli juga bahwa waktu masih terus berjalan.
“Kak Malik, kapan-kapan ajarin Salma naik motor ya. Salma bosen balapan pake sepeda terus.” celoteh Salma tak lupa tangannya selalu memegangi helmnya yang kebesaran. Helm bercorak hello kitty itu sebenarnya menganggu pemandangan Malik karena warnanya yang begitu mencolok.
“Kamu mau kakak masuk rumah sakit?” tanya Malik kesal pada adiknya yang suka aneh-aneh permintaannya.
“Lho kenapa kakak masuk rumah sakit? Kakak kan sehat sehat aja.” Salma melirik wajah kakaknya melalui kaca spion. Malik yang kesal itu, mengetuk helm Salma pelan.
“Bapakmu bocah!” decak Malik yang geregetan sendiri.
“Ayah baik kok. Orang kaya juga, nanti Salma minta motor aja deh kan selalu diturutin.” Salma memekik kegirangan teringat ayahnya yang selalu menurutinya.
Ucapan Salma membuat motor yang dikendarai oleh Malik sedikit oleng dan juga hampir menabrak orang yang akan menyeberang jalan. Otomatis Malik memakirkan motornya ketika melihat seorang gadis berjaket silver itu berjongkok di tepi jalan.
“Wah gara-gara unyil nih.” Malik menurunkan adiknya dan menyuruh si kembar tetap di samping motor.
Malik menghampiri sosok gadis itu yang sepertinya tengah ketakutan. Malik juga takut dikira menabrak padahal cuman hampir saja.
“Kakak kemana sih?” Tanya Silma pada Salma.
“Lihat saja Silma ya.” Salma menunjukkan jarinya mengarah ke tempat di mana kakaknya berada. Kakaknya sekarang menghampiri sosok gadis yang tengah berlutut di sana.
Malik menatap gadis itu khawatir lalu menepuk pundak gadis itu satu kali. Tepukan darinya menyadarkan gadis itu kemudian gadis itu tampak menoleh mencari seseorang yang menepuknya. Tepat saat menoleh ke samping kiri, matanya membulat karena jaraknya dengan wajah orang itu dekat sekali.
“Weshh!” pekik gadis itu.
“Lo ngapain deh? Lagi tapa kah?” tanya Malik.
“Ck! Gara-gara lo ternyata.” Geram gadis itu langsung beranjak berdiri merapikan seragam sekolahnya begitu juga dengan Malik.
“Iya gara-gara gue, maka dari itu, gue berniat mau minta maaf. Gini-gini gue cowok bertanggung jawab lhoh.” Malik yang masih memakai helm bogo berwarna hitam polos dan ada beberapa stiker di helmnya itu tampak merapikan jaket jeansnya.
“Naik motor yang benar, gue itu takut menyeberang upps.” Gadis itu menutupi bibirnya dan matanya melotot. Rahasianya dibongkar sendiri di hadapan cowok asing ini.
“Oh ternyata takut menyeberang rupaya.” Malik mengangguk paham.
“Eh bukan emm ah sudahlah.” Malik melihat jika gadis itu tampak gugup tapi yang membuat pandangan Malik salah fokus adalah kedua kaki gadis itu. Eitsss jangan mengira Malik cowok m***m tapi ia melihat jika kedua kaki gadis itu bergetar.
“Lo emang bener-bener takut ya? Duh sorry banget sumpah!” Malik merasa bersalah pada gadis itu.
Gadis itu hanya diam saja seraya menatap kedua kakinya yang gemetaran.
“Kak Malik! Lama banget sih!” omel Salma pada Malik.
Malik dan gadis itu nampak menoleh kompak ke asal suara itu.
“Ealah sabar, Unyil!” teriak Malik pada si kembar
“Sana pergi!” usir gadis itu pada Malik.
“Tapi...”
“Pergi saja sana, gue gak papa.”
“Siapa yang nanyain lo kenapa coba, ini jam mau masuk sekolah. Gue cuman mau bilang itu ke lo.” Malik menunjukkan jam yang melingkar indah di pergelangan tangannya pada gadis itu lalu mengelos pergi dari hadapan gadis tersebut.
“Gapleki!” Gadis itu merengut kesal menatap cowok itu. Dia ingin menghajar cowok itu kalau saja kedua kakinya tak gemetaran seperti ini. Karena masa lalunya membuatnya takut ketika akan menyeberang jalan, kenangan pahit masa lalu masih terus menghantuinya sampai sekarang.
Malik ingin menampol bibir Salma yang sedang mengomelinya sekarang.
...
Maaf diulang karena ekstra part di Because Of You sebenarnya spoiler cerita ini