Enam

1252 Kata
" Ya Allah, Azril lama banget lo. Mentang-mentang rumah cuma berapa langkah doang. Kita udah nunggu setengah jam tahu." Satrio tampak kesal kepada Azril yang datang seenaknya. " Sorry gua bantuin dulu Mama nyiram tanaman." Azril memberi alasan. Mereka kini berkumpul di halaman rumah  keluarga Hadiwijaya dimana Erik tinggal. " Kita jadi nge- band kan?" Tanya Azril ke arah Erik yang sibuk buka aplikasi WA. " Jadi lah. Makanya kita ngumpul. Yuk ah kita berangkat. Ntar keburu siang. Aku udah bilang ke Om Dany." " Asyik ketemu Tasya..." Gilang terlihat paling antusias. Anak itu memang sejak awal sudah naksir Tasya. " Eh. Di sana jaga sikap ya. Jangan gangguin si Tasya. Terus siap menjawab semua pertanyaan Om aku ya." Erik memperingati teman-temannya. Mereka berjalan menuju gerbang. Di sana  Pak Budi sopir pribadinya sudah menunggu mereka berempat. Hari ini mereka akan berkunjung ke rumah Tasya. Erik dan teman-temannya akan ikut latihan band. Kebetulan di rumah Omnya Erik ada studio musik. " Gua ga nyangka kalau lo sodaraan sama Tasya." Diantara tiga teman Erik hanya Gilang yang baru tahu hubungan Tasya dan Erik. Sementara Rio alias Satrio adalah orang pertama yang tahu. Azril juga tahu karena mereka bertetangga. " Om Dany, Omnya Erik nikah sama Mamanya Tasya. Jadi lah mereka bersaudara." Azril memberikan penjelasan. " Jadi Tasya tuh anak tiri Om lo ya." Gilang meminta penegasan. Mereka kini berada di dalam mobil menuju rumah Tasya yang hanya butuh waktu 20 menit. " Iya." Sesampainya di depan rumah Dany mobil berhenti. " Makasih ya Pak. Ntar aku pulangnya diantar Pak Ading saja." " Baik Den" Keempat pemuda itu memasuki halaman rumah  Dany. Satpam rumah membiarkan mereka karena Satpam itu sudah mengenal Erik. Di halaman rumah terlihat Dany sedang mencuci mobilnya.  Terkadang pria itu senang membersihkan mobilnya sendiri " Assalamualaikum." Erik mengucap salam. " waalaikumsalam." Dany melirik sumber suara. Saat menyadari kedatangan keponakannya ia menghentikan aktifitasnya yang hampir selesai itu. " Apa kabar Rik?" Sapa Dany ramah. " Baik Om." " Kalian mau latihan band kan? Yuk masuk." Semuanya lalu mengekor Erik menuju ruang Tamu. " Ada siapa?" Dari arah pintu muncul Heni yang sedang bersama Dhira. " Tante" Erik menyalaminya yang diikuti teman-temannya. " Kalian mau kerja kelompok ya?" Tanya Heni. " Bukan tante, kami mau ikut nge band" Jawab Erik. " Oh...ayo masuk." Wanita yang juga ibu kandung Tasya itu terlihat ramah. " Tasya nya mana Tante?" Erik berbasa- basi. " Di dapur sama teman-temannya. Ga tahu lagi masak apa. Semalam Silvi sama Gina menginap. Ya udah Tante tinggal dulu ya." Heni meninggalkan mereka di ruang tamu. " Silahkan duduk." Dany tidak langsung mempersilakan mereka menuju studio melainkan menyuruh mereka duduk di ruang tamu. " Kalian semua satu kelas sama Erik?" Dany memulai sesi introgasi. " Iya Om." Jawab Azril. " Kenal Tasya?" Tanya Dany lagi. " Kenal Om." Jawab Gilang. " Nama kamu siapa?" Dany menatap Azril lalu ke arah Gilang. " Azril" " Aku Gilang Om." " Aku Ri.. " Kamu Rio adiknya Sandy kan" Dany tersenyum ke arah Rio. Dany sudah lama kenal Rio bahkan saat usia anak itu masih balita. Ketiga teman Erik mulai tegang. Ternyata Omnya Erik lumayan killer juga. " Azril rumah kamu dimana?" " Depan rumah Erik Om." Jawab Azril. " Kamu anaknya Pak Karno?" Dany Menatap Azril. Walaupun tidak akrab dengan orang tuanya Azril tapi Dany tahu nama tetangganya itu. " Iya Om." " Kalau kamu Gilang?" " Aku Tinggal di Perumahan Kencana" jawabnya. Hampir setengah jam Dany menginvestigasi mereka layaknya agen FBI. Segala pertanyaan diajukan khususnya untuk Azril dan Gilang. Bukan tanpa alasan. Ia hanya ingin kenal dengan teman-teman Erik keponakannya dan juga teman-teman Tasya. Menurut Dany ia berhak tahu tentang pergaulan mereka. " Silahkan kalian naik ke lantai 3 aja.  Nanti Om nyusul." Dany memberikan perintah. " Baik Om." Jawab mereka berempat serempak. Dalam situasi saat ini Satrio merasa bingung harus menyebut Dany dengan panggilan apa. Karena selama ini ia terbiasa dengan panggilan Bang Dany. Dany kan sahabat baik kakaknya. Sementara yang lain memanggil Dany dengan sebutan Om. *** " Gila ya Papanya si Tasya sampai nanya ini itu. Untung ga nanya nomor sepatu sama warna celana dalam yang gua pakai." Azril dengan suara pelan berkata. Walaupun bertetangga dengan Pak Yusuf tapi tidak banyak tahu tentang Dany. " Ha..ha...cuma sekali ini. Ke sananya nyantei. Om aku itu orangnya baik kok." " Gua jadi takut deketin  Tasya. Pake ngancem jangan gangguin Tasya segala." Gilang berkata setengah berbisik. " Ternyata di rumahnya lumayan garang juga. Kalau di rumah gua Om lo ga seserius ini." Ujar Rio. " Busyet nih rumah dari luar tampak sederhana. Pas masuk ke dalam berasa ada di ma...na gitu...Om lo kaya banget" Gilang tampak memuji. Ia keceplosan dengan omongannya. Norak. Seandainya ia tahu rumah Erik yang di Belanda ia pasti lebih terkagum-kagum lagi. Rumah Erik lebih mirip istana. " Woow...kolam renang, perpustakaan, studio musik, studio foto, tempat fitness. bioskop. Om kamu keren abis." Azril terkagum-kagum dengan pemandangan dan ruangan yang ada di lantai 3 rumah itu. " Kalau gua jadi pacarnya Tasya kayanya beruntung banget." Ucap Gilang. " Jangan mimpi." Seru Satrio. " Udah ah kalian malah ribut. ssttt. Kayanya Om Dany lagi di tangga." Erik memperingatkan. " Kenapa masih di sini. Buruan masuk jangan sungkan ya. Anggap aja rumah sendiri." Uacap Dany Begitu melihat Erik dan teman-temannya masih belum masuk ke dalam ruangan studio. *** " Dhira...Dhifa...mau donat? nih kakak bikin donat banyaak banget." Tasya diikuti Silvi dan Gina masing- masing membawa sepiring donat. " Mau...mau.." Dhira berlari menuju kakaknya yang membawa sepiring donat dengan bentuk kucing. " Nih ambil..." Tasya membiarkan adiknya memilih sendiri. " Asyikk...Enak " Dhira langsung melahap donatnya. " Katanya ada Erik. Mana Ma?" " Di atas. Sama teman-temanya latihan band." Jawab Heni. " Apa? geng cogan? Ayo Tasya kita ke atas yuk." Gina melonjak kegirangan. Gadis itu lalu meletakkan piring donatnya di meja. " Sekalian bawain makanan." Perintah mamanya Tasya. " Donat ini aja deh.." Kata Tasya " ikut.." Dhira mengekor kakaknya. " pipa juga itut.." Satu lagi adik kembarnya berlari mengejarnya. " Iya ayo semua ikut." Ajak Silvi. " Mbak Tini ayo..Aku kan ga bisa gendong mereka. Bawa piring nih" Tasya mengajak pengasuh si kembar. Semuanya berjalan serombongan menuju tangga untuk ke lantai paling atas. " Ehmm, Ehm..." Tasya berdehem saat berada di pintu ruang studio musiknya. " Hai Tasya." Sapa Erik.  Anak itu memang jarang bicara panjang. Apalagi jika dengan anak perempuan. " Hai..." Jawab Tasya " Kita ikut latihan ya..." seru Gilang " Boleh tapi jaga kebersihan dan ingat jangan sampai ada yang rusak. Semua ruangan ini ada CCTV nya lho." Tasya sok kuasa. " Dan ingat, jangan ada yang pacaran" Potong Dany yang masih berada di sana. " Papa jangan main nuduh aja aku sama teman-teman mau ke mall. Ga kan bareng mereka ko." Terang Tasya. " Siapa tahu aja diantara kalian ada yang affair." Dany selalu saja curiga. " Ya udah kalau gitu selamat berlatih aku sama teman-teman mau siap- siap dulu." Tasya pamit pada Erik dan gengnya. " Ah..Tasya ntar dulu dong. Aku mau lihat dulu mereka." Gina protes. " Buruan ah ntar kesiangan..." Silvi mendukung Tasya. " Kapan-kapan kalian ikutan ya.." Gilang dengan berani mengajak mereka. Ia lupa kalau Dany yang sudah dikerubuti anak kembarnya masih di sana. " O iya itu di atas meja ada donat di makan ya. Minumannya ambil sendiri di kulkas ." Ujar Tasya lalu berlalu dari hadapan mereka diikuti teman-temannya. " Silahkan lanjutkan latihannya Om juga mau ke bawah. Santai aja ya." Dany yang mulai akrab dengan mereka juga meninggalkan tempat itu. **** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN