Dany tidak pernah memberikan izin Tasya keluar rumah di malam hari. Walaupun malam minggu kecuali jika dengan keluarganya. Alasannya sih Tasya masih di bawah umur. Dany tahu semua jadwal Tasya. Ekskul dan les yang Tasya ikuti. Ia tidak suka Tasya pulang terlambat.
Setiap teman-teman Tasya yang berkunjung ke rumahnya pasti akan diintrogasi apalagi jika teman laki-lakinya. Terkadang sikap Dany yang berlebihan itu membuat Tasya kesal. Tapi apa boleh buat Tasya harus ikut aturannya.
Dany rela mengeluarkan uang yang banyak agar Tasya betah di rumah. Semua fasilitas sengaja ia sediakan, Kolam renang, perpustakaan pribadi, studio music, bioskop kecil- kecilan. 2 Tahun yang lalu ia merenovasi rumahnya menjadi 3 lantai. Pada awalnya Dany mengajak anak istrinya pindah rumah tapi Tasya tidak mau. Akhirnya pria itu mau mengalah.
***
" Ka, Mama sama Papa pergi dulu ya. Ajakin teman-temannya makan. Terus jangan berisik ya nanti adik-adik kamu pada bangun." Heni berpamitan kepada Tasya yang ditemani Gina dan Silvi. Mereka berdua sengaja mau menginap. Katanya sih ingin bermalam mingguan.
Dany dan Heni mempersilahkan teman-teman Tasya menginap. Keduanya memang lebih suka jika Teman-teman Tasya yang datang ke rumah.
" Kami pulang larut. Jadi kalian jangan bergadang." Tambah Dany.
Begitulah mereka selalu mempunyai banyak pesan sebelum pergi meninggalkan Tasya padahal kan cuma beberapa jam saja bukan pula pergi ke luar kota. Semuanya tentu diiyakan oleh Tasya.
" Oke Ma..Pa..selamat bersenang-senang." Tasya melepas kepergian mereka.
" Cie... Ortu kamu tuh so sweet banget. Coba Mama Papa aku yang kaya gitu. Pasti aku betah di rumah. Kalau mereka kerjaannya berantem mulu" Ujar Gina.
" Mereka mau kemana sih" Tanya Silvi kepo.
" Biasalah mau malam mingguan." Jawab Tasya.
" Idih gaya banget kaya anak ABG. Kayanya kita kalah." seru Gina.
" Dulu gue pikir Mama kamu tuh mbak mu." Ucap Silvi. Diakhir kalimatnya gadis berambut pendek itu tertawa.
" Ha..ha..Mama aku emang gitu dandanannya. Nyeimbangin sama Papa kayanya." Tasya pun tidak dapat menahan tawa.
" Kadang kalau lagi jalan berdua disangka kita tuh adik kakak." Lanjut Tasya.
" Umur mereka berapa sih?" Silvi lagi-lagi kepo. Untung Mama Papa Tasya udah pergi.
" Mama aku 39. Suaminya kurangi aja 10." Jawab Tasya sambil tersenyum.
" Apa?" Gina tidak percaya.
" Yuk ah makan dulu. Perut aku udah kukuruyuk. Ngegosipnya ntar disambung lagi" Tasya mengajak makan malam kedua sahabatnya.
" Ayo...urusan makan jangan tanya Silvi." Silvi antusias
***
Kini mereka berada di kamar Tasya.
" Tasya, aku masih penasaran tentang kisah cinta Ortu kamu." Silvi yang kepo terus menanyai Tasya.
" Mending nanti bikin sesi wawancara ekslusif deh sama mereka." Jawab Tasya sambil terkekeh.
" Aku kagum aja sama Mama kamu." Seru Gina
" Mau ya nikah sama brondong?" Tanya Tasya.
" Gimana ceritanya sih mereka bisa menikah?" Sekali lagi Silvi yang mengajukan pertanyaan. Anak ini memang berbakat jadi wartawan. Ga salah jika di Eskul Mading ia ditempatkan sebagai Reporter.
" Papa Dany dulu bosnya mama aku. Mereka sering ketemu di kantor ya gitu deh keduanya saling jatuh cinta dan menikah." Tasya memberi sedikit penjelasan. Walaupun sebenarnya Tasya juga tidak tahu kejadian yang sesungguhnya. Kedua orang tuanya tidak pernah menyinggung proses pernikahan mereka. Setahu Tasya selama 3 tahun pernikahan mereka baik-baik saja bahkan terlihat sangat romantis. Hampir tidak pernah gadis itu melihat Mama dan Papanya bertengkar.
Justeru Tasya lah yang sering ribut dengan keduanya.
" Kamu setuju waktu mama kamu bilang mau nikah lagi." Gina juga penasaran.
" Ya iyalah. Aku kan mau lihat mama bahagia. Lagian aku juga udah kenal sama Papa. Keluarganya juga baik." Tasya dengan setia meladeni mereka.
Tasya tidak keberatan jika kedua sahabat barunya itu ingin tahu lebih banyak tentang dirinya.
" Papa kamu baik ga?"
" Baik banget sih kalau soal duit. Ha..ha..tapi lumayan galak sama overpritektif banget. Dia pikir aku anak SD apa. Harus begini harus begitu. Ga boleh ini ga boleh itu. Lebih cerewet dari Nenek-nenek." Tasya tertawa mengingat semua tentang Dany.
" Ga bebas juga ya.." gumam Gina.
" Gosip tentang Mama Papa Akunya ditutup ya kita cari tema lain. Kasihan mereka pasti kupingnya panas. Maafin Kakak ya Ma, Pa." Tasya dengan gaya polosnya menutup obrolan tentang keluarganya.
" Siniin bantal nya dong. Aduh kekenyangan nih. Pengen sambil tiduran." Silvi yang rakus mulai terserang kantuk.
" Besok ke Mall yuk!" Tasya mengajak kedua temannya.
" Boleh-boleh." Gina setuju.
" Pulangnya mampir ke toko kue mamaku." Kata Tasya.
" Perasaan sering banget ke sana." Silvi heran
" He..he..kalian tahu Kak Rangga kan? Dia kerja di sana." seru Tasya dengan mata berbinar.
" Si Manusia Es. Tahulah kan waktu itu kita ketemu sama dia." Silvi tampak acuh.
" Eh Kak Rangga tuh orangnya cool abis ya." Tanpa sengaja Tasya membocorkan isi hatinya.
" Tasya kamu ngecengin dia?" Gina menatap Tasya. Mencoba mencari kebenaran.
" Dia tuh cowok yang fans dan haters nya sama banyaknya." Silvi sok tahu.
"Tampan, pintar, berwibawa, pekerja keras walaupun sedikit angkuh dan arogant. Tapi aku suka. Aku ngefan banget sama dia. Tapi sayangnya dia tuh cuek banget ke aku. Sebenernya dia udah punya pacar belum sih?"
" Ahaha...cie tuan putri jatuh cinta sama ketua OSIS kita." Gina membuat pipi Tasya merona.
" Bentar lagi mau lengser. 2 hari lagi kan pemilihan ketua yang baru." Silvi meluruskan
" Tapi jangan sampai teman- teman di kelas tahu apalagi bocor ke luar kelas. Aku kan malu." Tasya merebut bantal Hello Kitty yang dikuasai Gina lalu menutupi wajahnya.
" Sejak kapan kamu ngecengin dia." Sekarang giliran Gina yang kepo.
" Sejak dia marahin aku di hari pertama masuk sekolah. Awalnya kesel tapi lama-lama suka. Aku setiap jumat ketemu pas latihan pramuka aku jadi kagum ke dia. Dia juga ga malu mau kerja di toko Mama aku." Tasya sudah tidak menutupi lagi wajahnya.
" Kalau aku sih suka sama sepupu kamu itu lho. Erik" Gina memberi pernyataan.
" Gue udah ga suka sama dia. Sepertinya sih mirip kecengan si Tasya. Satu spesies kayanya. Harusnya mereka tuh habitatnya di Kutub Selatan. Aku lebih tertarik sama Gilang. Dia perhatian banget. Waktu pertama kali kenal aja udah bawain makanan dan minuman." Silvi membayangkan Gilang.
" Syukur deh berarti ga kan terjadi persaingan di antara kita." Gina tersenyum bahagia.
***
TBC