Sepuluh

1053 Kata
" Tasya, Mau kemana?" Tanya Rangga. " Ke rumah Alin Kak." Jawab Tasya ramah. Sekarang iya sudah tidak segrogi biasanya jika ketemu pemuda berkaca mata itu. Walaupun detak jantungnya berubah tidak stabil. Keduanya kini berada di pinggir jalan raya tepat di sebrang warteg Alin. " Bareng yuk, kebetulan kostan kakak juga deket." Ajaknya. Tentu saja Tasya senang bukan main. Maksud kedatangannya ke rumah Alin kan bukan semata-mata belajar bersama. Ia memang ingin mengintip tempat tinggal Rangga. Siapa tahu ketemu. Eh ga nyangka malah ketemu di jalan. " Iya, boleh. Kakak pulang darimana?" Tasya memperhatikan Rangga yang memakai setelan olahraga. Celana training dan kaos tim sepakbola. " Barusan olah raga di lapangan sekolah." Jawabnya. " Oh..." Keduanya menyebrang bersama. Tasya terlihat sedikit repot karena di tangannya juga ia menjinjing kantung plastik berisi bingkisan kue. " Sini, Kakak bantu." Rangga mengambil alih dengan paksa bingkisan yang Tasya pegang. " Makasih Kak." " Eh, maaf kalau kamu ga keberatan kita mampir dulu ke warteg ya." Kata Rangga "  Iya, boleh." Tasya setuju. " Kebetulan kakak belum sarapan." Katanya. Tasya mengekor. Mengikuti pemuda yang akhir-akhir ini sering hadir di mimpinya. Begitu masuk ke dalam tercium aroma masakan khas warteg. Suasana warung tidak terlalu ramai. " Kamu udah sarapan belum. " Tanya Rangga. Rencananya ia mau membungkus nasinya. " Udah Kak. Tapi kayanya aku juga mau makan. Masakannya kayanya enak." Jawab Tasya dengan yakin. " Ya udah kita makan di sini. O iya kamu ga papa makan makanan warteg?" Tanya Rangga setengah berbisik. Sebenarnya ia tidak yakin jika Tasya mau makan makanan warung. Gadis kaya raya seperti Tasya kan biasanya gengsian. " Emang kenapa? Aku suka semua makanan Kak. Asalkan halal, tidak mengandung racun dan tidak basi. Masakan dari Sabang sampai Merauke aku suka." Jawab Tasya  sambil tersenyum. Jawabannya memang jujur. Tentu saja sebuah jawaban yang membuat Rangga kagum. Jarang-jarang ada anak orang kaya yang mau makan sembarangan. Tasya memang tidak suka pilih-pilih makanan. Perutnya kebal. Mau itu makanan pinggir jalan ataupun restoran. Ia juga suka pedas. Seleranya sama dengan Dany yang hobby wisata kuliner. Mereka berdua sering dengan sengaja mampir ke warung tenda atau angkringan. Jadi, makan di jalan bukanlah hal yang aneh. Sungguh jauh berbeda dengan sang Mama yang lebih pilih-pilih makanan. Wanita itu juga tidak terlalu suka pedas. Tidak sembarangan membeli makanan.Terkadang lucu juga sih sebenarnya Tasya itu anak Dany atau Heni. Satu hal yang selalu Tasya ingat nasihat Dany. Dilarang keras membuang makanan.  Dany tidak suka jika melihat makanan terbuang percuma. Mubadzir katanya. Padahal di luaran sana banyak orang yang kelaparan. Makanya kalau makan Tasya tidak pernah bersisa walau hanya satu sendok. " Nak Rangga...mau makan?" Seorang Wanita menyapa Rangga. Sepertinya itu ibu Alin. Wajahnya mirip. " Iya Bu. Makan di sini." Jawab Rangga kemudian ia duduk di bangku di ikuti Tasya. Mereka duduk berdampingan. " Itu siapa?" Tanya Ibunya Alin. " Itu Tasya temannya Alin." Jawab Rangga. Tasya tersenyum. " Apa kabar Tante?" Lalu Tasya berdiri sesaat dan memberikan tangannya untuk memperkenalkan diri. " Alhamdulillah baik. Nanti mampir dulu ke rumah ya." Ajak Ibunya Alin. " Iya, kebetulan Tasya memang mau ke rumah Alin." Jawab Tasya. " Mau makan apa?" Wanita berusia 40an itu kini memegang piring. " Kembung sama daun singkong Bu." Pesan Rangga. " Nak Tasya?" " Sayur gudeg pake telor sama kerupuk. Nasinya dikit aja ya." Jawab Tasya. " Minumnya?" " Tasya mau teh tawar hangat." " Saya juga Bu sama" Ucap Rangga Kini keduanya asyik menyantap hidangannya. Bagi Tasya ini adalah acara makan paling istimewa. Jauh dari kata romantis seperti di n****+ atau film-film saat acara dinner namun sangat berkesan. Sarapan bersama orang yang dicintainya di warteg sudah cukup membuatnya benar-benar bahagia. Cinta? Mungkin Tasya memang benar sedang jatuh cinta. Sampai lupa memberi kabar kepada Alin kalau dirinya sudah sampai. " Semuanya berapa Bu?" Rangga berdiri hendak membayar. " 20 ribu." Rangga mengeluarkan uang selembar dua puluh ribu lalu diberikan kepada Ibu Alin. Biasanya kalau makan rame-rame selalu Tasya yang kebagian jatah untuk membayar tagihan. Ini kali pertama seseorang yang membayar makanannya. " Mari bu. Permisi" Pamit Rangga dengan sopan " Iya makasih ya Nak." *** Usai keluar dari warteg keduanya berjalan menyusuri sebuah gang. Hanya sekitar 100 meter dari gang mereka sudah tiba di depan rumah Alin. " Ini rumah Alin. Kostan Kakak 5 rumah dari sini." Rangga menunjukkan rumah Alin. Rumah sederhana berpagar bambu. Ini adalah hari keberuntungan Tasya. Ketemu Rangga, Makan bareng ditraktir, diantar ke rumah Alin. Duuh senenangnya...Hari yang tadinya mendung berubah cerah. Padahal kenyataanya masih tetap mendung walaupun tidak jadi hujan. " Tasya....ih dari tadi aku nungguin lho. Eh ada Kak Rangga." Tiba-tiba terdengar suara Alin keluar dari pintu rumahnya. Dari tadi ia memang menunggu Tasya. " Maaf ya, tadi Tasya nemenin kakak dulu makan." Rangga meminta maaf. Setengah jam mereka menghabiskan waktu bersama. " Masuk yuk..." Ajak Alin. " Kak Rangga ga mampir dulu?" Alin mengalihkan pandangan kepada cowok tampan bertubuh tinggi itu. " Maaf kebetulan kakak mau mandi dulu terus ada janji dengan teman." Tolaknya halus. Ia kurang pede juga karena keadaannya berkeringat. Tadi saja di warteg ia merasa risih takut kalau Tasya mencium aroma keringatnya. Sebetulnya Rangga sering main ke rumah Alin tentu untuk menemui Galih kakak kandung Alin teman sekelas Rangga. " O iya ini Kak, buat kakak. Itu aku yang buat. Di toko Mama ga ada." Tasya memberikan bingkisan kue kepada Rangga. Di dalam kantong plastik itu memang ada dua kotak yang besar dan kecil. Satu yang kecil memang sengaja untuk Rangga. " Makasih banyak ya. Kalau gitu permisi." Rangga undur diri. " Sama-sama kak. Udah anterin aku sampai sini." Rangga berlalu dari hadapan Alin dan Tasya. Sementara kedua gadis itu masuk rumah. *** " Cie..cie...kok bisa jalan bareng sih gimana ceritanya tuh." Alin menggoda Tasya. Keduanya kini duduk di kursi ruang Tamu. " Kamu godain aku aja." Ujar Tasya. Senyuman terus mengembang. Bahkan wajahnya memerah. " Cerita dong." Pinta Alin " Iya bentar. Ini nih ada kue buat kamu." Tasya memberikan kantong plastik yang di bawanya. " Makasih banyak ya." " Sepi amat pada kemana?" " Ibu sama Ayah di warung. Mas Galih lagi ke bengkel benerin motor. Bentar ya aku ambilin minum." Alin kembali lagi dengan 2 cangkir berisi teh. Pastinya teh beraroma melati khas Tegal yang dicampur gula. Keduanya asyik mengobrol tentunya tentang pertemuan Tasya dan Rangga. *** TBC Masih belum jadian ya. PDKT dulu. Aha..ha..
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN