PART. 4 RINDU

861 Kata
Faiz masuk ke dalam kamar, lalu berbaring di atas tempat tidur, bibirnya mengukir senyuman puas. Ia puas, karena selangkah lagi Deasy akan segera menjadi istrinya. Meskipun mereka tidak akan bisa tinggal di rumah ini, tapi tidak jadi masalah, karena mereka bisa tinggal di apartemen Deasy nantinya. Masalah cara mendekatkan Deasy dengan anak-anaknya, itu bisa dilakukan secara perlahan-lahan. Faiz sangat yakin, jika anak-anaknya pasti akan bisa menerima Deasy, sebagai Ibu mereka nantinya. Suara ponselnya yang berbunyi mengagetkan Faiz. "Ibu" gumamnya pelan. "Ya Assalamuallaikum Bu" "Walaikumsalam Faiz, apa kabar kalian?" "Alhamdulillah kami baik Bu, apa kabar Ibu, Ayah, anak-anak dan yang lain Bu?" "Alhamdulillah baik, ini anak-anak ingin bicara dengan Farah" "Ooh, sebentar Bu, Farah ada di kamarnya" "Di kamarnya!? Apa maksudmu Faiz? Apa kalian tidak tidur dalam kamar yang sama?" Tanya Ibunya beruntun, karena terkejut mendengar ucapan Faiz tadi. "Ehmm maksudku Farah masih di kamarnya, untuk membereskan barangnya yang akan dipindahkan ke kamarku, begitu Bu" Faiz terpaksa mengarang cerita bohong kepada Ibunya. "Oohhh, begitu ya, cepat serahkan ponselnya pada Farah, anak-anakmu ingin bicara dengannya" "Baik Bu, matikan dulu ponselnya, nanti biar Farah yang menelpon Ibu" "Baiklah Faiz, cepatlah! Anak-anakmu sudah tidak sabar ingin bicara dengan Farah" "Baik Bu" Faiz mematikan ponselnya. Faiz segera menuju kamar Farah. "Farah!" panggilnya pelan sambil mengetuk pintu kamar Farah. "Ya Mas" Farah muncul di ambang pintu. "Anak-anak ingin bicara denganmu, telponlah ke ponsel Ibu" "Baik Mas, saya akan telpon Ibu" Setelah Faiz berlalu dari pintu kamarnya, Farah langsung mengambil ponsel, dan menelpon Ibu mertuanya. "Assalamuallaikum Bu, apa kabar Ibu, Ayah, dan anak-anak juga yang lainnya Bu" sapa Farah lembut. "Waalaikumsalam Farah, Alhamdulillah kami semua baik, bagaimana juga kabarmu Farah?" "Alhamdulillah saya juga baik Bu, ehmm kata Mas Faiz anak-anak ingin bicara dengan saya?" "Bundaaaaa!" Farah mendapat jawaban, dengan teriakan penuh kerinduan, dari seberang sana. "Abang, Adek, Bunda rindu kalian berdua, Sayang" suara Farah terdengar bergetar, dan matanyapun berkaca-kaca. Selama ini mereka bertiga, belum pernah berpisah, kemanapun dua anak itu pergi, biasanya Farah selalu ada bersama mereka. "Abang cama Dedek lindu Bunda, Abang mau pulang, Bunda" terdengar suara Faridh yang merengek, seakan ingin menangis. "Bunda juga rindu kalian" sahut Farah dengan menahan tangisannya. "Bunda, mau pulang cekalang, Bunda" rengek Faridh lagi. "Sabar ya Sayang, nanti Ayah sama Bunda akan menjemput kalian" bujuk Farah. "Jemput cekalang, Bunda!" "Sayang, Ayah harus kerja besok, nanti kalau Ayah libur kerja, pasti jemput kalian, sabar ya, Sayang, Abang sama Dedek harus menurut sama Nenek, dan Kakek ya, jangan nakal ya, Sayang" "Bunda aja yang jemput kita, Bunda kan gak kelja" "Tapi kalau Bunda pergi jemput kalian, nanti Ayah sendirian di rumah, siapa yang bikin minum, dan masak makanan buat Ayah. Kasihan Ayah, jadi Abang sama Dedek harus sabar ya," bujuk Farah lagi. "Enghhh, benel ya Bunda nanti kalo Ayah libul kelja jemput kita, kita kangen Bunda" Faridh merengek lagi. "Iya, Bunda janji Sayang, Dedeknya mana? Bunda mau bicara sama Dedek dong Bang" "Bundaaa!!" "Dedek jangan nangis dong Sayang" "Puyaang!" "Iya, nanti Ayah Bunda jemput kalian, kalau Ayah libur kerja ya, Sayang" "Angeen!" "Iya, Bunda juga kangen Dedek, jangan nangis lagi ya, kalau Dedek nangis nanti Nenek sedih loh, jangan nangis lagi ya." "Heum" "Sekarang kasih telponnya ke Nenek ya" "Enghh" "Hallo Farah" "Ya Bu, Bu mungkin nanti hari sabtu, kami baru jemput anak-anak." "Tidak usah dijemput Farah, Ibu, dan Ayah yang akan mengantar mereka" "Ooh, terimakasih Bu" "Kami yang harus banyak berterimakasih kepadamu, karena sudah mengasuh, dan merawat cucu kami dengan penuh kasih sayang" "itu sudah seharusnya Bu, almarhumah Ibu mereka sudah memberikan amanah kepada saya, untuk mengasuh, dan merawat mereka dengan baik. Lagi pula, sekarang mereka sudah menjadi anak saya juga" "Ya Farah, Ibu berharap kamu akan tetap menyayangi mereka, meskipun nanti kamu dan Faiz sudah memiliki anak-anak kalian sendiri" Farah terdiam, kalimat 'anak-anak kalian sendiri' yang diucapkan Ibu mertuanya, seakan menoreh luka di dalam hatinya. 'Bisakah aku memiliki anak-anakku sendiri dari Mas Faiz? Hhhhh mungkin itu hanya sebuah impian yang tidak akan jadi kenyataan' batin Farah. "Farah!" panggilan Ibu mertuanya, menghapuskan lamunan Farah. "Ya Bu" "Sabtu depan Ayah, dan Ibu akan mengantarkan anak-anak" "Oh, iya Bu" "Ini Abang, dan Dedek ingin bicara denganmu" "Ya Bu" "Bundaaa!" "Ya sayang" "Kami cayang Bunda" "Bunda juga sayang kalian, kalian harus menurut sama Nenek, dan Kakek ya, nanti hari sabtu Nenek, dan Kakek yang akan mengantar kalian." "Holeeee, makacih, Nenek" terdengar dari seberang sana keduanya berseru girang. "Ya sudah, sekarangkan sudah malam, kalian bobo ya, ingat cuci kaki, cuci tangan, dan gosok gigi, sebelum naik ke atas tempat tidur, dan berdoa sebelum tidur, oke Sayang!" "Oke Bunda!" "Pinter" sahut Farah, dan terdengar suara Ibu mertuanya kembali yang berbicara. "Selamat malam Farah, Assalamuallaikum" "Walaikumsalam Bu" Sambungan telpon terputus. Farah meletakan ponsel, di kepala tempat tidurnya. Ditarik nafas perlahan, rasa rindunya kepada putra putrinya agak sedikit berkurang, setelah mendengar suara mereka. Ia memang sengaja tidak menelpon lebih dulu, karena tidak mau mengganggu waktu antara putra, dan putrinya dengan Nenek, dan Kakek mereka. Mereka tidak bisa setiap hari bertemu, dan berkumpul, beda dengan dirinya, yang selama ini tidak pernah terpisahkan dari Faridh, dan Farida. ***BERSAMBUNG***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN