Sinar matahari yang hangat menembus celah tirai jendela kamar Zeff, menyapu wajahnya dengan hangat.
Ia membuka matanya perlahan, membiarkan kesadarannya kembali ke dunia nyata.
Ada rasa bingung yang menyelimuti dirinya—seolah-olah dia baru saja bangun dari mimpi panjang.
Namun, ini bukan mimpi. Ia benar-benar tidur sepanjang malam, tanpa gangguan, tanpa mimpi buruk yang biasa menghantui pikirannya selama setahun terakhir.
Zeff menoleh ke sisi tempat tidurnya, berharap menemukan sosok Kaia yang semalam menemaninya.
Tapi yang ada hanyalah bantal dan selimut yang telah disusun rapi, seolah tak pernah disentuh.
“Dia sudah pulang …,” gumamnya pelan, suaranya serak karena baru bangun tidur.
Kaia telah menyelesaikan tugasnya dengan sangat baik bahkan di hari pertamanya bekerja.
Zeff sadar, ini adalah pertama kalinya dia tidur tanpa bantuan obat dalam waktu yang sangat lama.
Rasanya tubuhnya terasa segar, jauh lebih ringan dari biasanya. Dia mengusap wajahnya dengan kedua tangan, mencoba mencerna kenyataan bahwa malam itu, untuk pertama kalinya dalam satu tahun, ia berhasil tidur nyenyak.
*
*
Zeff duduk di tepi tempat tidur, memandang ruangan yang masih sunyi.
Cahaya matahari yang masuk membuat kamar itu tampak lebih cerah, lebih hidup.
Sesuatu telah berubah dalam dirinya, meskipun dia belum sepenuhnya memahami apa.
Semalam, kehadiran Kaia begitu sederhana, tetapi mampu mengubah segalanya.
Suara lembutnya, caranya berbicara tanpa menekan, dan sentuhan kecil yang menenangkan membuat Zeff merasa ... aman.
Itu adalah perasaan yang sudah lama hilang dari hidupnya.
Ia menghela napas panjang, lalu berdiri dan melangkah ke kamar mandi.
Wajahnya yang terpantul di cermin tampak berbeda. Garis-garis kelelahan dan warna merah yang biasanya menghiasi matanya terlihat lebih samar.
“‘Kaia ...,’ pikir Zeff dalam hati. Ada perasaan hangat yang muncul saat dia mengingat wanita itu.
*
*
Setelah mandi dan berpakaian, Zeff keluar dari kamasnya san ke ruang makan. Aroma kopi menyambutnya, tetapi meja makan kosong.
Biasanya, pelayan sudah menyiapkan sarapan, tetapi pagi ini terasa lebih sunyi.
Ia berjalan ke dapur, dan salah satu pelayan menyambutnya dengan sedikit terkejut.
Tuan Zeff, Anda bangun pagi sekali," ujar pelayan itu.
Zeff mengangguk kecil. "Ya, dan aku tidur nyenyak semalam."
Pelayan itu tampak senang mendengar pengakuan itu. Semua orang di rumah ini tahu bagaimana insomnia Zeff telah menjadi masalah besar selama setahun terakhir.
Zeff menuangkan secangkir kopi dan duduk di ruang makan.
Biasanya, dia akan merasa gelisah saat pagi tiba, tetapi kali ini, dia menikmati suasana pagi yang damai.
Namun, pikirannya kembali ke Kaia. Bagaimana dia berhasil melakukannya?
Zeff merasa ada sesuatu yang istimewa tentang wanita itu. Ia bukan sekadar orang biasa.
Tapi dia mulai berpikir, apakah wanita lain juga bisa melakukan apa yang dilakukan oleh Kaia? Membuatnya terridur semalaman tanpa gangguan sama sekali?
Jika iya, itu artinya dia tak akan bergantung pada Kaia, dan hanya butuh seseorang untuk menemaninya.
Namun, untuk saat ini, Zeff akan bekerja sama dengan Kaia karena wanita itu cukup bisa dipercaya untuk menjaga rahasia ini.
*
Setelah sarapan, Zeff memutuskan untuk menelepon Scott.
Ia meminta asistennya itu untuk memberi tahu Kaia bahwa dia ingin Kaia menjadi teman tidurnya sampai insomnianya menghilang dan juga membuatkan surat perjanjian kerja sama.
“Baik, Tuan. Nanti siang saya akan menghubungi Kaia untuk datang ke perusahaan dan memberikan surat perjanjian itu. Senang mendengar anda begitu bersemangat hari ini,” sahut Scott.
“Ya, ini juga berkatmu, Scott. Terima kasih memberi saran ini. Aku tunggu di kantor nanti.”
“Baik, Tuan.”
Lalu sambungan telepon itu tertutup dan Zeff pun beranjak dari mansionnya untuk menuju ke perusahaannya.
*
*
Kaia melangkah masuk ke lobi perusahaan pusat Romanov Corp dengan kepala tegak.
Lobi itu luas, mewah, dan penuh dengan kesibukan khas sebuah perusahaan besar.
Kaki-kaki dengan sepatu mahal berlalu-lalang, suara langkah mereka terdengar menggema di atas lantai marmer yang licin.
Namun, penampilan Kaia yang sederhana tampak sangat kontras dengan para pegawai yang terlihat modern dan modis.
Dan dia terganggu oleh semua itu. Ia melangkah mantap menuju meja resepsionis, tempat seorang wanita berseragam menyambutnya dengan senyum profesional.
"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" tanya resepsionis itu.
"Saya memiliki janji dengan Tuan Zefferson Romanov," jawab Kaia dengan nada tenang, menyerahkan kartu identitasnya.
Resepsionis itu memindai kartu tersebut, lalu mengangguk singkat. "Silakan naik ke lantai atas, ruangan CEO sudah menunggu Anda."
Kaia mengucapkan terima kasih dan melangkah menuju lift. Seperti biasa, penampilannya yang sederhana dan tenang sama sekali tak menarik perhatian beberapa orang di sekitarnya.
Namun, Kaia tidak peduli. Ia memasuki lift bersama beberapa orang lainnya, mengangkat dagunya dengan percaya diri.
Ketika pintu lift hendak tertutup, seorang wanita muda dengan pakaian modis mendesak masuk, menyenggol lengan Kaia dengan sengaja.
“Ck," decak wanita itu, dan nadanya jauh dari tulus.
Tatapannya memindai Kaia dari ujung kepala hingga ujung kaki, penuh dengan sinisme yang jelas terlihat.
Kaia, tanpa menunjukkan emosi apa pun, hanya membetulkan letak kacamatanya dan tersenyum tipis.
Ia tidak berniat terlibat dalam konflik kecil seperti itu.
Lift berhenti di lantai atas, dan Kaia keluar dengan langkah santai. Koridor itu sunyi, lantainya dilapisi karpet tebal, membuat suara langkahnya hampir tak terdengar.
Di ujung koridor, pintu besar dengan pelat nama "Zefferson Romanov - CEO" menunggunya.
Kaia mengetuk pintu dengan sopan.
"Masuk," suara bariton Zeff terdengar dari dalam.
Kaia membuka pintu dan melangkah masuk. Ruangan itu besar, dindingnya dihiasi jendela kaca penuh yang menawarkan pemandangan kota yang sibuk.
Di belakang meja kerja besar dari kayu mahoni, duduklah Zefferson Romanov.
Pria itu tampak berwibawa, dengan setelan jas hitam sempurna yang membingkai tubuhnya yang tegap.
Matanya yang tajam segera tertuju pada Kaia. Meskipun Kaia cukup datar dalam hal pria, namun dia tak bisa menyangkal bahwa pesona Zeff dalam balutan jas mahal itu membuat dadanya berdebar.
‘Semalam aku seranjang dengan pria ini. Sangat tak bisa dipercaya, bukan?’ batin Kaia dalam hati.
"Duduklah," katanya, mengisyaratkan kursi di depannya.
Kaia mengikuti perintah itu tanpa ragu. Ia duduk dengan postur tegak, menatap Zeff tanpa gentar namun sopan.
Ada ketenangan dalam dirinya yang membuatnya tampak berbeda dari orang-orang lain yang mungkin akan gugup berada di ruangan itu.
Zeff membuka map di atas mejanya, mengeluarkan beberapa lembar dokumen.
“Ini adalah perjanjian kita," ujar Zeff sambil menyodorkan dokumen itu ke hadapan Kaia. “Bacalah dengan saksama sebelum menandatanganinya."
Kaia mengambil dokumen itu dengan kedua tangan, membaca setiap kata dengan cermat.
Di dalamnya tertulis dengan jelas bahwa dia akan menjadi "pendamping" Zefferson Romanov—teman tidur, lebih tepatnya—hingga insomnia pria itu sembuh atau setidaknya mereda.
Kaia diwajibkan menjaga kerahasiaan kerja sama ini. Jika dia melanggar, konsekuensinya berat, yaitu dia akan menghadapi tuntutan hukum dan denda yang tidak kecil.
Namun, ada juga klausul yang melindungi hak-haknya. Zeff tidak diperbolehkan memaksanya melakukan hal di luar kesepakatan.
Setelah membaca semuanya, Kaia menatap Zeff.
"Semuanya sudah jelas," katanya singkat. “Dan aku setuju.”
"Baiklah. Kalau begitu, tanda tangani di sini," ujar Zeff sambil menyerahkan pena.
Kaia mengambil pena itu, menuliskan tanda tangannya di bagian bawah dokumen.
Zeff melakukan hal yang sama setelahnya, mengunci perjanjian mereka dengan cap resmi perusahaan.
Lalu Kaia mengulurkan tangannya. “Semoga anda bisa segera sembuh, Tuan.”
Zeff menerima uluran tangan Kaia dan menjabatnya. “Hmm, itu yang kuharapkan. Ingatlah, kau tak boleh terlambat sekalipun. Aku tak suka dengan orang yang tak displin.”
“Baik, Tuan. Akan kupastikan, aku akan selalu datang tepat waktu.” Kaia tersenyum.