Guru Zhao Yang Hebat

2105 Kata
Yaoshan masih tertegun dalam diam seraya tatapannya tertuju pada para murid di sekte Tao yang tengah berlatih. Kemampuan bela diri mereka sangat luar biasa, tak bisa dibandingkan dengan bela diri para prajurit istana yang sering Yaoshan lihat jika Jianying mengajaknya berkeliling di camp pelatihan para prajurit. “Mereka sangat hebat,” ucap Yaoshan, tak mengurangi rasa takjubnya. Guru Zhao pun mengulas senyum. “Tentu saja karena aliran sekte kami bukan kekuatan sembarangan. Kami belajar teknik kultivasi tingkat tinggi. Murid-murid di sekte Tao akan menguasai teknik kultivasi yang hebat.” “Teknik kultivasi, ya?” gumam Yaoshan karena istilah itu sudah tidak asing lagi di telinganya. Jianying pernah memberitahunya dulu. “Apa kau tertarik untuk mempelajari teknik kultivasi juga?” Ditanya seperti itu secara tiba-tiba, Yaoshan tertegun dalam diam. Dia memang pernah diajari Jianying bela diri, tapi bisa dikatakan hanya bela diri teknik dasar, ini karena Yaoshan selalu menolak setiap kali Jianying mengajaknya berlatih. Melihat orang-orang di depannya menunjukan teknik bela diri yang luar biasa dan mengingat kejadian mengerikan yang menimpanya dan orang tuanya di istana, sekarang pria itu menyadari kebodohannya yang dulu begitu malas untuk belajar bela diri. Yaoshan menundukan kepala, tak sanggup berkata-kata lagi. Guru Zhao mengulas senyum tipis seolah bisa membaca pikiran Yaoshan dan tahu persis pria itu sedang kebingungan. “Kau tidak perlu mengambil keputusan sekarang. Kau bisa memikirkannya dulu baik-baik untuk langkahmu selanjutnya.” Yaoshan pun mengangkat kepala dan menatap orang yang telah menyelamatkan nyawanya. “Bukankah kau yang telah menyelamatkan aku saat terjatuh ke jurang?” “Begitulah,” sahut Guru Zhao. “Kenapa kau bisa tahu aku terjatuh? Maksudku, jurang itu sangat dalam dan curam, bagaimana bisa kau menemukanku tergeletak di sana?” “Aku mengetahui semuanya tentangmu, sudah kukatakan itu padamu tadi. Tentu saja aku juga tahu kejadian apa yang sedang menimpamu. Aku tahu persis nyawamu berada dalam bahaya karena itu aku bergegas menyelamatkanmu. Jika aku terlambat sedikit saja memberikan tenaga dalamku padamu, mungkin kau sudah tewas sekarang.” Yaoshan melebarkan mata, terkejut tentu saja karena ternyata pria yang telah menyelamatkannya itu melakukan banyak hal untuk bisa menyelamatkan nyawanya. “K-kau memberikan tenaga dalammu padaku? Kenapa?” Guru Zhao mendengus pelan. “Kau jatuh dari ketinggian seperti itu, beruntung jantungmu masih berdetak saat aku mendatangimu. Tapi, detak jantungmu sangat lemah, mustahil kau akan selamat jika aku tidak cepat bertindak. Aku tahu persis memberikan tenaga dalamku padamu hanyalah satu-satunya cara bisa membuatmu bertahan hidup.” “Begitu rupanya, pantas gadis tadi berkata demikian, ternyata aku akan mati jika kau tidak menyelamatkanku tepat waktu.” “Begitulah. Kau harus bersyukur karena jantungmu itu masih bernapas hingga sekarang.” Yaoshan mendengus sambil tersenyum miring seolah dia tak menyetujui ucapan Guru Zhao. “Apanya yang harus aku syukuri? Justru aku lebih senang jika mati saja. Untuk apa aku bertahan hidup jika hidup sebatang kara di dunia ini? Ayahku, ibuku, bahkan guruku sudah tiada. Aku hanya sendirian, aku juga tidak punya tempat untuk kembali. Mati dan bisa pergi ke dunia di mana orang tuaku berada merupakan yang terbaik untukku.” “Bodoh sekali pemikiranmu itu!” Yaoshan tersentak kaget karena Guru Zhao tiba-tiba membentaknya kencang, sesuatu yang baru pertama kali terjadi karena saat di istana tidak pernah ada seorang pun yang berani membentaknya seperti itu. “Kenapa kau membentakku? Padahal kau tahu siapa aku ini, kan?” “Memangnya kenapa kalau kau seorang putra mahkota dari kerajaan Qing?” Guru Zhao balik bertanya. “Aku tidak peduli siapa pun kau ini, entah itu putra mahkota atau rakyat biasa sekalipun karena di mataku sekarang kau hanyalah pemuda bodoh yang tidak tahu cara berterima kasih dan bersyukur. Kau juga seorang pengecut dan sangat cengeng.” Yaoshan mengernyitkan kening, tersinggung tentu saja karena ini pun baru pertama kalinya ada orang yang berani menyebutnya seperti itu. “Kau mau tahu kenapa aku menyebutmu bodoh?” “Ya, karena aku sama sekali tidak bodoh. Aku sangat tersinggung mendengar perkataanmu ini. Kau harus minta maaf padaku.” “Huh, aku tidak akan pernah meminta maaf atau menarik kata-kataku lagi karena apa yang aku katakan ini merupakan kebenaran. Kau bodoh karena berpikir untuk menyia-nyiakan pengorbanan orang tuamu. Padahal mereka memiliki harapan besar padamu. Apa kau juga tidak pernah berpikir bahwa ada sesuatu yang besar yang menantimu di masa depan karena itu Tuhan menakdirkanmu menjadi satu-satunya orang yang selamat?” Yaoshan kembali terdiam, karena jauh dalam hatinya dia memang berpikir kenapa harus dia seorang yang selamat padahal dia tak tahan hidup sendirian seperti ini. “Karena Tuhan pasti sudah memiliki rencana untukmu. Kau pasti akan menjadi seseorang yang besar di masa depan nanti. Aku bisa melihatnya dan karena alasan ini pula aku memutuskan untuk menyelamatkan hidupmu.” Beberapa menit lamanya Yaoshan hanya terdiam, mencerna baik-baik perkataan pria penolongnya, tapi kemudian dia tersenyum miring penuh cemoohan. “Apa pun yang kau katakan, aku tetap tidak ingin hidup sendirian di saat orang-orang terdekatku sudah tidak ada lagi di dunia ini. Aku ingin menyusul mereka. Aku ingin ikut pergi ke dunia mereka berada saat ini.” “Jika kau memang ingin mati, lalu kenapa kau melarikan diri dari para prajurit istana yang mengejarmu? Kau bahkan sampai bersembunyi di dalam sebuah gua?” Sekali lagi Yaoshan melebarkan mata. “Dari mana kau tahu aku bersembunyi di dalam gua?” tanyanya terheran-heran. “Berapa kali harus kukatakan padamu, aku mengetahui semua hal tentangmu. Semua, tanpa terkecuali. Bahkan apa yang sedang kau pikirkan bisa aku tebak dengan mudah. Kau sebenarnya masih sayang pada nyawamu, kau tidak ingin menyia-nyiakan pengorbanan orang tua dan juga gurumu karena itu kau memilih bersembunyi karena jika memang benar kau lebih memilih mati dan pergi ke dunia di mana orang tuamu berada maka kau tidak mungkin melarikan diri sampai nekat melompat ke jurang, bukan? Kau pasti akan dengan suka rela menyerahkan diri pada musuh. Alasanmu melarikan diri karena kau masih belum siap untuk mati. Karena itu, jangan mengatakan kau lebih baik mati di saat hatimu takut untuk mati.” Yaoshan meneguk ludah, tampaknya dia tak bisa menyembunyikan apa pun dari pria di hadapannya. Apa yang dikatakan pria itu bahkan sama persis dengan apa yang dia pikirkan. “Aku juga memiliki alasan menyelamatkanmu, Pangeran. Sampai membawamu ke sini.” “Oh, ya? Memangnya apa alasannya?” “Karena aku yakin di masa depan nanti kau akan menjadi orang penting dan besar yang bisa menyelamatkan banyak nyawa. Kau akan menjadi pemimpin yang hebat dan bijaksana.” “Apa ini artinya aku kelak akan kembali ke istana?” tanya Yaoshan antusias. Namun, Guru Zhao menanggapi dengan gelengan kepala. “Entahlah, aku juga tidak yakin. Hanya waktu yang akan menjawabnya.” Mendengar jawaban yang terkesan masih ambigu itu, Yaoshan memasang raut cemberut karena dia sama sekali tidak merasa puas. “Karena sepertinya kau masih kebingungan menentukan pilihan dan keputusan untuk masa depanmu, bagaimana kalau aku mengajakmu ke suatu tempat?” Satu alis Yaoshan terangkat naik. “Mengajakku pergi ke suatu tempat? Memangnya ke mana kau akan mengajakku?” “Kau juga akan tahu nanti karena itu jangan banyak bertanya dan cukup ikuti saja aku.” Yaoshan sudah membuka mulut, hendak mengajukan protes, tapi mengingat dia tidak sedang berada di istana di mana semua orang akan menuruti semua perkataannya, Yaoshan pun memilih mengurungkan niat itu. “Baiklah, aku akan mengikutimu.” Dan akhirnya memutuskan untuk mengikuti entah ke mana pun Guru Zhao akan membawanya pergi. “Kalau begitu peganglah tanganku ini.” Yaoshan tak langsung menurut, dia hanya menatap bingung pada tangan kanan Guru Zhao yang terulur padanya. “Kenapa aku harus memegang tanganmu?” Dia pun meminta penjelasan. “Aku tidak suka pada orang yang berisik dan banyak bertanya, nanti juga kau akan tahu alasan aku menyuruhmu memegang tanganku. Cukup kau patuhi saja apa pun yang aku katakan mulai sekarang. Apa kau mengerti?” Yaoshan berdecak jengkel. “Ya, baiklah,” sahutnya lantas dia pun mengulurkan tangan kanan untuk menyambut uluran tangan sang penolongnya. Sedetik kemudian sebuah kejadian aneh terjadi karena tubuh mereka tiba-tiba menghilang bagai ditelan bumi dan saat tubuh mereka kembali muncul, mereka tidak ada lagi di tempat yang sama, melainkan berada di tempat yang berbeda. “B-bagaimana mungkin kita bisa berpindah tempat secepat ini?” Yaoshan benar-benar syok karena dia yakin mereka tidak berada di tempat semula. Atau lebih tepatnya mereka tidak lagi berada di markas sekte Tao, melainkan berada di … “Melakukan teleportasi sangat mudah bagi seseorang yang memiliki kultivasi tingkat immortal sepertiku.” “Kultivasi tingkat immortal?” Bahkan menyebut kata itu saja membuat Yaoshan meneguk ludah dan tubuhnya bergetar. Tak dia ragukan lagi pria yang kini berdiri di hadapannya memang bukan pria sembarangan. Dia sangat kuat dan berilmu tinggi hingga bisa membawanya melakukan teleportasi seperti ini. Dan lagi sekarang mereka berada di tempat yang nyaris tak Yaoshan percayai. Tempat di mana dirinya berada saat ini, dia tak mungkin salah mengenali, mereka memang berada di depan area istana. “K-kenapa kau membawaku ke sini? Bagaimana jika ada yang melihatku? Aku pasti akan ditangkap dan diserahkan pada Paman Changhai.” “Kenapa memangnya jika kau ditangkap dan diserahkan pada pamanmu itu?” “Tentu saja aku pasti akan dibunuh.” “Dan kau takut dibunuh? Bukankah beberapa menit yang lalu kau berharap mati menyusul orang tuamu? Lalu kenapa sekarang kau ketakutan hanya karena berdiri di depan area istana?” Yaoshan tak mampu berkata-kata, dia menundukan kepala karena rasa malu yang tiba-tiba muncul ke permukaan. “Inilah kenapa kita tidak boleh sembarangan berucap, jangan sampai kau menjilat ludahmu sendiri.” Rasa malu itu semakin menghantam hati Yaoshan karena ucapan Guru Zhao sangat menohok hatinya. “Tidak perlu ada yang kau khawatirkan, tidak akan ada yang melihat kita karena yang berada di tempat ini hanya jiwa kita, sedangkan raga kita masih berada di markas sekte Tao.” Detik itu juga Yaoshan melebarkan mata, nyaris tak mempercayai perkataan Guru Zhao. “Benarkah itu? Benarkah tubuh kita ini hanya jiwa yang tidak bisa dilihat orang lain?” “Kalau kau tidak percaya, kau bisa membuktikannya sendiri.” “Bagaimana caranya?” tanya Yaoshan kebingungan. “Pikirkan saja sendiri. Kau ini seorang pangeran, sudah mendapatkan banyak pelajaran tentang ilmu pengetahuan, masa hal seperti ini saja luput dari pikiranmu?” Pria di hadapannya itu sejak tadi begitu berani berkata kasar dan mengatur Yaoshan. Biasanya sang pangeran akan marah dan tidak segan-segan memberikan hukuman jika diperlakukan seperti ini oleh orang lain, tapi saat ini entah kenapa Yaoshan tak berani untuk membantah ucapan Guru Zhao. Yaoshan tampak terdiam, memikirkan cara untuk membuktikan bahwa tidak ada kebohongan yang dikatakan Guru Zhao, bahwa mereka kini memang hanya roh dan bukun tubuh yang sebenarnya. Saat melihat orang-orang berlalu lalang di hadapannya dan tak ada seorang pun yang mengenali dirinya, Yaoshan mulai percaya bahwa mereka memang tidak bisa melihat sosoknya. Namun, tetap saja Yaoshan merasa harus membuktikan hal tersebut. Sebuah ide tampaknya mulai muncul di benak Yaoshan karena pria itu kini mendekati seorang pria yang hendak berjalan menuju dirinya berada. “Hei, apa kau mengenaliku?” tanya Yaoshan begitu si pria sudah berjarak sangat dekat dengannya. Akan tetapi pria itu sam sekali tidak menyahuti pertanyaan Yaoshan, dia justru terus berjalan seolah akan menabrak Yaoshan. Awalnya, Yaoshan berniat menghindar ketika pria itu benar-benar akan menabrak dirinya, tapi bagi sang pangeran ini merupakan salah satu cara untuk membuktikan perkataan Guru Zhao. Yaoshan memejamkan mata saat sesaat lagi tubuhnya akan bertabrakan dengan pria itu, dan hasilnya … Yaoshan spontan membuka matanya kembali ketika dia tak merasakan sakit karena terjadi tabrakan antara dirinya dan pria itu. “Jadi, bagaimana? Apa sekarang kau percaya bahwa tubuh kita hanya jiwa dan bukan raga yang asli?” Yaoshan masih melebarkan mata alih-alih menjawab pertanyaan Guru Zhao yang tiba-tiba itu. Sang pangeran terlalu terkejut karena memang benar tubuhnya hanya jiwa atau roh terbukti dari pria barusan yang melewati tubuhnya begitu saja. Bagaikan hantu, tubuh Yaoshan tampak transfaran dan tidak bisa disentuh maupun dilihat siapa pun. Sekarang selain dia mempercayai sepenuhnya perkataan Guru Zhao, Yaoshan tak lagi mengkhawatirkan ada yang akan mengenalinya atau menangkapnya saat dia berada di area istana seperti ini. Dia benar-benar aman sekarang karena tak ada seorang pun yang bisa melihat sosoknya. Sambil menganggukan kepala dengan penuh semangat, Yaoshan membuka mulut dan berkata, “Ya, aku percaya sekarang. Ternyata tubuh kita memang tidak bisa dilihat dan disentuh siapa pun. Aku percaya tubuh kita hanya jiwa atau roh.” Guru Zhao tersenyum seraya mengangguk. “Bagus. Sekarang kau tahu aku tidak pernah berbohong atau bermain-main dengan perkataanku. Sekarang mari kita lanjutkan perjalanan ini karena ada banyak hal yang ingin aku perlihatkan padamu, Pangeran.” Yaoshan tak mengatakan apa pun untuk menyahut, dia hanya menelan ludah karena tiba-tiba kegugupan dan penasaran melandanya. Hingga akhirnya dia hanya mengikuti langkah pria misterius yang telah menyelamatkan nyawanya itu yang entah akan membawanya pergi ke mana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN