“Di mana?” Sabrina mendesak Agnes menjawab pertanyaannya setelah gadis polos itu menutup sambungan teleponnya dengan Lucas. Wajah Agnes tertunduk selama beberapa sekon, dengan helaan napas berat yang dia embuskan. “Di restoran orang tuanya Merin,” balas Agnes pelan. Tangan gadis itu memegang ponselnya gugup, memutar-mutar benda pipih tersebut dengan tatapan mata tak fokus. Dan hal itu, tak lepas dari pengawasan Sabrina. “Lo udah punya firasat kalau cewek itu nggak baik buat hubungan kalian. Gue Cuma mau bilang, jangan abaikan kesan pertama saat lo ketemu seseorang. Karena biasanya, itu akurat.” “Gue harus gimana?” tanya Agnes kalut. Mungkin dari luar dia tidak tampak sekalut itu, tetapi jauh di dalam lubuk hati, bukan hanya kalut yang dia rasa, tetapi ketakutan juga mencengkeram kuat p